Intisari-Online.com - Sementara kita cenderung menganggap drone sebagai perangkat modern di medan perang, kenyataannya, Departemen Pertahanan Amerika telah lama tertarik dengan benda yang satu ini.
Faktanya, untuk waktu yang singkat di tahun 1960-an, pesawat tak berawak supersonik Amerika yang terbang tinggi sudah melakukan pengintaian di atas China.
Pada Mei 1960, Amerika Serikat berada di persimpangan jalan.
Seorang pilot CIA bernama Francis Gary Powers menerbangkan U-2 Spy Plane Amerika dan kemudian ditembak jatuh di atas Uni Soviet pada awal bulan.
Baca Juga: Konflik Israel-Palestina Bisa Beri Ide Ini untuk Korut, Pelajaran Militer untuk Korsel?
Insiden internasional berikutnya membuat dunia selangkah lebih dekat menuju Armageddon nuklir, dan Presiden Dwight Eisenhower membuat keputusan untuk menghentikan semua penerbangan berawak ke Wilayah Udara Soviet.
Dengan teknologi satelit pengintai yang sedang dikembangkan, Skunkworks Lockheed mulai melakukan penerbangan tanpa awak di atas Uni Soviet.
Pada bulan Oktober 1962, insinyur legendaris Kelly Johnson, yang karirnya termasuk merancang U-2 Spy Plane dan SR-71 Blackbird, mulai bekerja merancang apa yang kemudian disebut D-21.
Persyaratan yang diberikan kepada Johnson oleh CIA dan Angkatan Udara AS sangat ekstrem: drone harus mencapai kecepatan Mach 3,3–3,5, ketinggian operasional 87.000–95.000 kaki, dan membutuhkan jangkauan bahan bakar 3.000 mil laut.
Source | : | wearethemighty.com |
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR