Intisari-online.com -Indonesia dan Amerika Serikat telah membangun pusat pelatihan militer baru di Batam, Kepulauan Riau.
Pembangunan ini memakan biaya fantastis sebesar USD 3,5 juta.
Melansir CNN, duta besar AS untuk Indonesia, Sung Kim, mengatakan pusat maritim itu akan menjadi bagian dari upaya kedua negara memperkuat wilayah tepi Laut China Selatan itu.
"Sebagai teman dan mitra Indonesia, AS tetap berkomitmen mendukung peran penting Indonesia mempertahankan perdamaian dan keamanan regional dengan melawan kejahatan lokal dan transnasional," ujar Sung dikutip dari Bakamla.
Pusat pelatihan itu terletak di titik temu strategis antara Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Operator pusat latihan tersebut adalah Bakamla.
Pusat pelatihan terdiri dari ruang kelas, barak dan landasan peluncuran.
Kolaborasi AS dengan Indonesia datang di tengah ketegangan di Laut China Selatan.
Filipina juga diketahui baru-baru saja memprotes kehadiran ratusan kapal China di pulau Spratly April lalu.
Awal bulan ini para menteri pertahanan negara-negara Asia Tenggara dan China sepakat bertemu selama rapat untuk melatih menahan diri di Laut China Selatan dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Menurut analisis The Diplomat, dalam tambahan terancam pembajakan, selat itu adalah pusat peta strategis wilayah, menjadi kerentanan kunci bagi ekonomi China.
Akibatnya, titik itu tetap menjadi ambisi regional dan global China.
Dalam 20 tahun terakhir, strategi China telah terkonsentrasi pada ketergantungan negara mereka pada Selat Malaka.
Hu Jintao, mantan Presiden China, menyebut ketergantungan itu sebagai 'dilema Malaka' tahun 2003 lalu.
China kini telah mampu membangun kapasitas angkatan laut yang mampu mencegah kekuatan kasar memblokir jalur pengiriman itu.
Ini juga merupakan strategi rasional di balik klaim ekspansif China 'sembilan garis putus-putus' atas sebagian besar Laut China Selatan, yang jika berhasil akan mencegah angkatan laut musuh mereka melewati atau memblokade selat tersebut.
Klaim laut itu diddukung dengan meningkatnya pengiriman kapal milisi angkatan laut dan maritim yang membuat China terlibat masalah dan ketegangan dengan negara-negara pemilik laut di Asia Tenggara.
Mereka yang berbagi dan mendapat jatah dari Zona Ekonomi Eksklusif dari Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam seluas 200 mil laut tidak terima jika China ingin mengambil jatah dari kekayaan itu.
Indonesia tidak mengklaim Laut China Selatan, tapi kepemilikan Laut Natuna Utara telah membuat ketegangan dengan China terjadi selama 5 tahun terakhir.
Kolaborasi baru dengan AS di pusat pelatihan Batam menjadi tanda terbaru dorongan Indonesia memperkuat kapasitas angkatan laut negara yang semakin tua, yang kapal-kapalnya sudah kesulitan berpatroli mengelilingi seluruh wilayah NKRI sekaligus zona ekonomi eksklusifnya.
Setelah upacara pengesahan pusat pelatihan tersebut, Bakamla mengadakan workshop virtual bersama Coast Guard AS fokus pada keamanan maritim.
Workshop dilakukan setelah penemuan senjata yang diduga UUV (unmanned underwater vehicles) atau drone bawah laut yang diduga milik China di perairan Indonesia.
Awal bulan ini, perusahaan kapal Italia, Fincantieri, umumkan jika telah tercapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia menyuplai 6 kapal frigat segala guna FREMM dan dua kapal frigat kelas Maestrale bekas.
Kesepakatan Italia itu mengikuti kesepakatan Indonesia dengan Jepang yang memperbolehkan transfer peralatan militer dan teknologi Jepang ke pasukan bersenjata Indonesia.
Serta, berita Indonesia berencana habiskan USD 3.6 miliar untuk pembelian 8 kapal frigat kelas Mogami baru.