Intisari-online.com - Sejauh ini China memang terus meningkatkan aksinya di Laut China Selatan.
Terlihat dari beberapa waktu lalu, sempat terlibat cekcok dengan Malaysia, karena China dituduh melanggar wilayah udara Malaysia.
Sementara itu, China juga terungkap sudah beberapa kali nyelong di wilayah laut Indonesia, tepatnya di Kepuluan Natuna.
Menurut South China Morning Post (SCMP), China pernah diperingatkan oleh mantan diplomat Singapura Konshore Mahbubani.
Menurut SCMP, Mahbubani mengatakan bahwa belum ada negara anggota yang menyatakan keinginan untuk bergabung dengan kelompok negara dengan AS, Jepang, India dan Australia untuk melawan pengaruh China di kawasan itu.
Tetapi untuk mempertahankan status quo saat ini, Cina perlu berhati-hati dalam masalah dari kedaulatan atas Kepulauan Natuna di bagian selatan Laut Cina Selatan, kata Mahbubani.
Kepulauan Natuna adalah rumah bagi daerah penangkapan ikan tradisional Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan itu menjadi pusat ketegangan antara China dan Indonesia.
Penjaga pantai Indonesia telah berulang kali mendeteksi kapal penangkap ikan China, yang dikawal oleh kapal penjaga pantai.
Mereka melanggar zona ekonomi eksklusif 200 mil laut di sekitar Kepulauan Natuna.
Pada Desember 2019, Indonesia setiap sejuta duta besar China, mengirimkan jet tempur F-16 untuk berpatroli di wilayah tersebut.
Presiden Indonesia Joko Widodo juga secara pribadi menginjakkan kaki di pulau-pulau selama kunjungan dua hari untuk menegaskan tekad Jakarta.
Pada Januari tahun ini, sebuah kapal penelitian China muncul di perairan Indonesia.
Kapal itu tidak menyalakan perangkat navigasi dan bertindak mencurigakan.
China telah mengklaim bahwa perairan di sekitar Kepulauan Natuna adalah daerah penangkapan ikan tradisionalnya, dan menyatakan kesediaannya untuk menyelesaikan perbedaan melalui negosiasi bilateral.
Jakarta menegaskan klaim China tidak berdasar dan tidak memiliki alasan untuk bernegosiasi.
Menurut para ahli, China menargetkan perairan di sekitar Kepulauan Natuna Indonesia dengan alasan wilayah ini tumpang tindih dengan apa yang disebut zona ekonomi eksklusif dari kepulauan Truong Sa Vietnam yang diduduki China.
"China dan Indonesia belum mencapai kesepakatan tentang delimitasi batas laut,” kata Lei Xiaolu, pakar di Universitas Wuhan di China.
"Kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilarang di perairan menunggu demarkasi batas yang disengketakan," tambahnya.
Indonesia telah menegaskan posisinya untuk tidak mengakui fitur apa pun dalam sembilan garis putus-putus yang diklaim secara sepihak oleh China di Laut China Selatan.
Pejabat pertahanan Indonesia telah menyebutkan skenario terburuk.
China mengirim pasukan untuk mendarat di Kepulauan Natuna.
Itulah sebabnya Indonesia terus-menerus mengerahkan kapal perang, jet tempur dan peralatan pengintai, berpatroli di wilayah sekitar nusantara.
Sementara Indonesia secara aktif memobilisasi angkatan lautnya untuk berpatroli.
Ada alasan untuk khawatir bahwa China akan terus mengambil tindakan "pemaksaan" di wilayah yang disengketakan, kata pakar Atriandi Supriyanto dari Universitas Nasional Australia.
Saya khawatir pengekangan Indonesia terbatas. Cepat atau lambat, Indonesia mungkin harus mempertimbangkan kerja sama militer dengan AS untuk menahan pengaruh China," kata Supriyanto.
Rene Pattiradjawane, peneliti di Jakarta, mengatakan sejak tahun 1994, Biro Administrasi Perikanan Kementerian Pertanian China.
Telah menerbitkan peta yang menyatakan seluruh wilayah di sekitar Kepulauan Natuna sebagai fishing ground bagi China.
Pattiradjawane mengatakan Indonesia sangat prihatin karena China secara sepihak mengklaim bahwa daerah penangkapan ikannya meluas ke perairan selatan Kepulauan Natuna, di luar sembilan garis putus-putus yang ilegal.
Collin Koh, pakar Nanyang Technological University di Singapura, mengatakan Beijing tidak akan terlalu menekan Jakarta, mengingat pengaruh politik Indonesia di Asia Tenggara.