Intisari-Onlie.com - Seorang pembelot Korea Utara menceritakan bagaimana kehidupan masa lalunya di negara paling tertutup di dunia tersebut.
Menariknya, ia mengungkapkan semasa tinggal di sana ia tak menyadari bahwa kehidupan yang dijalaninya 'tidak normal'.
Melansir express.co.uk (4/9/2020), Yeonmi Park (26) menjelaskan kehidupan di Korea Utara dipenuhi dengan “penindasan dan kegelapan total”.
Namun, berbeda dari negara lain yang mengalami hal serupa seperti Iran dan Kuba, menurutnya rakyat Korea tidak menyadari kekejaman yang terjasi./
“Di negara-negara itu, Anda memiliki semacam pemahaman bahwa mereka tidak normal, mereka terisolasi dan orang-orangnya tidak aman.
“Tapi Korea Utara telah benar-benar dibersihkan dari seluruh dunia, itu benar-benar Kerajaan Pertapa.
“Ketika saya tumbuh di sana, saya tidak tahu bahwa saya terisolasi, saya tidak tahu bahwa saya sedang berdoa kepada seorang diktator," ungkapnya.
Yeonmi menceritakan bagaimana perjuangannya dalam kelaparan ketika tinggal di Korea Utara, mengkritik rezim dengan program nuklirnya.
Kehidupan masa lalunya di Korea Utara, Yeonmi mengaku makan serangga sebagai untuk menghindari kelaparan saat ia masih anak-anak.
Melihat mayat di jalan juga merupakan pemandangan yang biasa baginya.
"[saat itu] Saya tidak pernah berpikir itu adalah sesuatu yang tidak biasa," katanya.
Kini ia telah memiliki pengalaman mengunjungi berbagai negara di dunia, dan ia mengatakan bahwa tidak ada yang seperti Korea Utara.
Baca Juga: Profil Stadion Euro 2020: KisahArena Nationala, Stadion yangInstagramable
“Saya telah mengunjungi daerah kumuh di Mumbai, saya telah mengunjungi daerah kumuh di negara lain,
"Tetapi tidak ada yang seperti Korea Utara karena kelaparan Korea Utara, ini adalah kelaparan sistematis oleh negara yang memilih untuk membuat kita kelaparan," ujarnya.
Menurutnya, tidak ada warga Korea Utara yang harus mati kelaparan jika rezim tersebut menyisihkan sedikit dari uang yang mereka hamburkan untuk program nuklirnya.
“Jika mereka mau menghabiskan hanya 20 persen dari apa yang mereka habiskan untuk membuat senjata nuklir, tidak ada yang harus mati di Korea Utara karena kelaparan tetapi rezim memilih untuk membuat kita lapar," katanya.
Yeonmi yang kemudian menjalani kehidupannya sebagai seorang aktivis hak asasi manusia ini melarikan diri dari Korea Utara ketika dia berusia 13 tahun.
Ia menyeberang ke China sebelum ditangkap oleh pedagang manusia.
Beruntung ia bisa melarikan diri dari penculiknya kemudian dia bisa bertemu dengan ibunya.
Yeonmi dan ibunya pun melarikan diri ke Mongolia dan mencari perlindungan di Korea Selatan, sebelum pindah ke AS.
Dia kini tinggal di Chicago bersama suaminya.
Meski harus menjalani kehidupan masa lalu yang sulit, ia mengaku tetap bersyukur dilahirkan di Korea Utara.
Menurutnya, dengan masa lalunya yang penuh kegelapan, membuatnya bisa punya perspektif seperti sekarang ini.
"Jika saya tidak dilahirkan dalam penindasan dan kegelapan total, saya tidak berpikir saya akan melihat cahaya di sini," katanya.
Terbaru, Korea Utara kembali menjadi sorotan dunia dengan krisis pangan yang terjadi di sana.
Negara yang dipimpin diktator Kim Jong-un ini tengah mengalami krisis pangan, yang juga telah diakui sang diktator sendiri.
"Situasi pangan rakyat sekarang semakin tegang,” kata Kim seperti dilansir dari BBCNews, Rabu (23/6/2021).
Kim Jong-un mengatakan sektor pertanian gagal memenuhi target gandumnya karena badai topan tahun lalu yang menyebabkan banjir, yang membuatnya terancam kehabisan bahan pangan dalam dua bulan.
(*)