Intisari-Online.com - Pernah mendengar tentang warga Suriname Jawa?
Suriname Jawa merujuk pada warga Suriname keturunan etnis Jawa.
Adanya warga keturunan etnis jawa menjadi keunikan tersendiri bagi negara di Amerika Selatan ini.
Warga Suriname juga menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Baca Juga: Paramarimbo, Ibu Kota Suriname yang Ternyata Punya Sejarah Panjang Dikuasai Sejumlah Bangsa Eropa
Kesamaaan nasib antara Indonesia dan Suriname yang dijajah Bangsa Belanda erat kaitannya dengan asal-usul warga Suriname Jawa yang ada di sana.
Sekitar tahun 1890, orang-orang dari Jawa mulai dikirim ke Suriname oleh Belanda yang mengadakan perjanjian dengan Inggris.
Perjanjian antara Belanda dan Inggris adalah tentang mendatangkan imigran atau buruh kontrak ke Suriname yang saat itu perekomiannya tidak menentu karena dihapuskannya perbudakan pada 1 Juli 1863.
Padahal, saat itu perkebunan masih sangat memerlukan tenaga buruh.
Orang-orang dari Jawa menjadi salah satu yang dikirim oleh Belanda ke wilayah tersebut.
Bermula dari hanya puluhan, kemudian semakin banyak orang Jawa yang dikirim hingga lebih dari 30 ribu orang.
Saat itu, imigran keturunan Jawa di Suriname bekerja sebagai buruh perkebunan Belanda berdasarkan sistem kontrak.
Berdasarkan perjanjian yang ada, para buruh Jawa tersebut memiliki hak untuk kembali ke negara asalnya (repatriasi) jika masa kontrak habis.
Tapi, meski banyak yang kembali ke Indonesia setelah kontrak berakhir, masih ada pula yang memilih menetap di Suriname.
Setelah masa kejayaan perkebunan tebu mulai merosot, banyak yang beralih profesi dari buruh perkebunan ke buruh industri.
Seiring berjalannya waktu, orang Jawa yang bertahan di Suriname bukan hanya jadi buruh melainkan juga jadi politisi bahkan menteri.
Itulah bagaimana awal mula keberadaan warga Suriname Jawa.
Suriname mungkin merupakan negara asing paling dikenal dengan keberadaan etnis Jawanya, tapi negara ini bukan satu-satunya.
Diaspora Jawa juga ada di sejumlah negara lain, seperti Belanda dan Kaledonia.
Diaspora sendiri diambil dari bahasa Yunani kuno yang artinya penyebaran untuk merujuk pada bangsa atau penduduk etnis manapun yang meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka.
Mengutip Kompas.com (28/11/2021), Erlina Hidayati Sumardi, Kepala Bidang Sejarah, Bahasa, dan Sastra Dinas Kebudayaan D.I Yogyakarta, diaspora Jawa dibedakan dalam dua masa, yakni sebelum Indonesia merdeka kolonial dan setelah Indonesia merdeka.
Ia menjelaskan, periode sebelum Indonesia merdeka, mereka keluar dari Jawa karena menjadi tenaga kerja paksa pada saat zaman kolonial.
"Mereka tersebar ke mana-mana, yang paling terkenal di Suriname dan Belanda," kata Erlina.
Tertuang dalam buku Babad Jawa Ing Paran, Sejarah Orang Jawa di Belanda yang ditulis oleh Fuji Riang Prastowo, Masdar Faridl, Ferdi Arifin, Agit Primaswara, dan Laga Adhi Dharma, kolonialisme telah membuka jalur migrasi orang-orang Jawa ke berbagai negara seperti Suriname, Belanda, Kaledonia, dan negara lain yang jauh dari Indonesia.
Serupa dengan orang Jawa Suriname, masyarakat Jawa di Kaledonia juga dulunya didatangkan sebagai buruh perkebunan dan pertambangan.
Kemudian, kini mereka hidup beranak-cucu di Kaledonia Baru dan berbahasa Perancis untuk komunikasi sehari-hari.
Akan tetapi, sejarah orang Jawa-Indonesia di Belanda berbeda dengan sejarah orang Jawa-Suriname atau sejarah orang Jawa di negara lain.
Orang Jawa-Indonesia adalah orang Jawa yang tinggal di Belanda dan mempunyai entitas kenegaraan Indonesia.
Mereka mempunyai masa depan atau pengalaman masa lalu sebagai orang Indonesia.
Sedangkan orang Jawa-Suriname dan juga Kaledonia adalah masyarakat Jawa yang tidak mempunyai pengalaman identitas politik kenegaraan Indonesia.
Setelah masa kolonial, migrasi orang Jawa ke negara-negara lain juga masih terjadi. Periode setelah Indonesia merdeka biasanya karena TKI yang bekerja di luar negeri.
Selain TKI, mereka juga terdiri dari pelajar penerima beasiswa, peranakan indo, dan aktivis kebudayaan.
Sementara antara 1950-an hingga 1998 atau pra-reformasi, kedatangan orang Jawa ke Belanda, ada yang berasal dari kerjasama pemerintah Indonesia dengan Belanda hingga pelarian orang Indonesia atas tuduhan komunisme.
(*)