Intisari-Online.com - Paramarimbo, merupakan ibu kota Suriname, sebuah negara terkecil di Amerika Selatan.
Negara ini baru memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1975, lebih muda dari Indonesia yang berbagi nasib serupa sebagai wilayah jajahan Bangsa Eropa.
Dengan jalinan nasib yang sama tersebut, juga membuat Suriname dan Indonesia punya hubungan yang unik.
Terdapat warga negara yang merupakan keturunan etnis jawa di sana, sekitar 15 persen dari penduduk negara bernama Republik Suriname tersebut.
Asalnya, sekitar tahun 1890, orang-orang dari Jawa mulai dikirim ke Suriname oleh Belanda yang mengadakan perjanjian dengan Inggris.
Para imigran dari Jawa dipekerjakan sebagai buruh murah di perkebunan yang dikuasai Belanda.
Merupakan wilayah jajahan Bangsa Eropa, kota Paramarimbo juga punya sejarah panjang sebelum menjadi ibu kota Suriname.
Melansir Britannica, ternyata awalnya kota tersebut merupakan desa India.
Saat ini, Paramarimbo merupakan kota terbesar, ibu kota, dan pelabuhan utama Suriname.
Kota itu terletak di Sungai Suriname 9 mil (15 km) dari Samudra Atlantik.
Paramaribo dibangun di atas shingle reef yang berdiri 16 kaki (5 meter) di atas sungai saat air surut.
Akses dari laut dibatasi oleh gundukan pasir yang memungkinkan kedalaman sekitar 20 kaki (6 meter).
Dari desa India, kota Paramarimbo kemudian berubah menjadi pemukiman Prancis pada 1640.
Selanjutnya, kota itu menjadi situs koloni Inggris yang ditandai pada tahun 1651 oleh Lord Willoughby dari Parham.
Tak berhenti di kedua Bangsa Eropa tersebut. Pada tahun 1667, menjadi salah satu pemukiman yang diserahkan kepada Belanda di bawah Perjanjian Breda.
Dengan begitu, dimulailah periode pemerintahan kolonial Belanda yang panjang, hanya terputus oleh periode singkat kontrol Inggris (1799–1802 dan 1804–15).
Setelah Perang Dunia II kota ini berkembang pesat, terutama karena pariwisata dan industrinya.
Bagaimanapun Bangsa Eropa meninggalkan berbagai warisan di kota tersebut.
Di sana, terdapat banyak arsitektur kolonial Belanda khas Paramaribo, serta sistem kanal.
Pusat bersejarah ibu kota Suriname ini pun ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2002 karena perpaduan elemen Eropa dan lokalnya.
Beberapa bangunan kota yang paling terkenal termasuk Benteng Zeelandia abad ke-17, dibangun untuk melindungi Perusahaan Hindia Barat Belanda dari saingan Eropa.
Selain itu, ada Katedral St. Peter dan Paul, dan De Waag (“The Weighing House”), di mana produk pertanian kolonial ditimbang dan disortir sebelum dikirim.
Jantung administrasi kota ini adalah Alun-alun Kemerdekaan, yang diapit oleh Istana Kepresidenan dan gedung Kementerian Keuangan.
Kedua bangunan tersebut juga memiliki nilai arsitektur yang penting.
Paramaribo juga memiliki museum, perpustakaan, dan taman pohon palem yang luas.
Institusi pembelajaran utama termasuk Universitas Anton de Kom Suriname, didirikan pada tahun 1968 sebagai Universitas Suriname.
Selain itu, ada Sekolah Tinggi Politeknik Suriname (1994); dan Pusat Penelitian Pertanian di Suriname (1967).
Itulah Paramarimbo, ibu kota Suriname yang ternyata punya sejarah yang sangat panjang dari penjajahan Bangsa Eropa.
(*)