Intisari-online.com -Nama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memang sudah penuh dengan kontroversi.
Setahun terakhir, ia sampai jadi buruan massa warga yang tinggal di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pada Januari 2020, massa menggeruduk kantor Kementerian Hukum dan HAM dengan gunakan sepeda motor dan metromini.
Mereka menuntut Yasonna meminta maaf atas ucapannya yang diklaim telah mendiskreditkan warga Tanjung Priok.
Ucapan yang dimaksud adalah ketika ia hadiri acara "Resolusi Pemasyarakatan 2020 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS)" di Lapas Narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta, Kamis 16 Januari 2020 silam.
Rupanya ia menilai kemiskinan sebagai sumber tindakan kriminal, dengan membandingkan kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Menurutnya Tanjung Priok melahirkan banyak aksi kriminal karena perekonomian yang miskin, hal yang kontras dengan permukiman Menteng.
Banyak politikus yang menyindir dan mengkritik Yasonna kala itu, termasuk Ahmad Sahroni.
"Seenaknya Pak Yasonna bicara. Saya lahir dan besar di Tanjung Priok di seputaran premanisme, rampok, dan narkoba, tetapi tidak demikian semua orang Priok begitu," kata Sahroni, seperti dikutip dari akun Instagram pribadinya.
Wakil Ketua Komisi III DPR itu bahkan sempat mengunggah dua foto salinan berita sembari menyisipkan pernyataan yang menyindir Yasonna.
"Pak Menteri, mungkin Menteng elite, Priok kumuh, tetapi kalau ngomongin kriminal, bapak lupa berapa triliun uang negara yang dirampok sama koruptor-koruptor yang tinggal di Menteng?" kata dia.
Tapi Yasonna tidak menanggapi kritik-kritik itu, yang menyebabkan massa menyambangi Gedung Kemenkumham.
"Menteri Yasonna Laoly harus minta maaf dalam kurun waktu 2x24 jam di media media besar negeri ini," kata salah seorang orator di atas mobil komando.
"Jika tidak, kami akan datang dengan massa lebih besar lagi. Kami akan tutup Pelabuhan Tanjung Priok," kata dia.
Namun ucapan Yasonna terkait preman di Pelabuhan Tanjung Priok lagaknya memang sedikit ada benarnya.
Jumat lalu 11 Juni 2021 polisi menangkap 49 orang yang melakukan pungutan liar kepada sopir kontainer di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, mereka sebagian besar adalah pegawai PT Greating Fortune Container (GFC) dan PT Dwipa Kharisma Mitra Jakarta.
Polisi masih mendalami kasus itu dan mencari tahu apakah ada keterlibatan pemimpin perusahaan.
"Saya katakan, apakah masih ada (pelaku) yang di atasnya lagi, kami masih kejar terus. Masih kita dalami, karena ini baru permukaan yang kita amankan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Jumat (11/6/2021) dikutip dari Kompas.com.
"Kalau memang ada (atasan para pelaku) yang terlibat, kami akan sikat habis. Makanya kami harapkan ayo yang melihat segera laporkan ke kami. Karena ini di dalam perusahaan mereka sendiri, mereka bermain," ucap Yusri.
Polisi segera bergerak setelah keluhan didapatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari para sopir kontainer yang resah atas aksi pungli, Jokowi pun segera menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
"Kemarin kita ketahui ada kegiatan tatap muka Bapak Presiden dengan sopir truk kontainer di Pelabuhan. Ada keluhan dari sopir kontainer tentang adanya pungli dilakukan oleh karyawan dan preman hingga menghambat perekonomian," kata Yusri.
Pungli sendiri ditarik dari para sopir truk dengan besaran yang berbeda-beda dan mereka ditangkap di banyak lokasi, mulai dari jalan raya sampai mengarah masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Ini yang dilakukan oleh pelaku pungli (meminta) uangnya mulai dari Rp 2.000, Rp 5.000, sampai Rp 20.000. Jadi masuk per pos-pos," ucap Yusri.
Kontroversi Yasonna Laoly
Baca Juga: Viral Video Dosen 'Pungut' Rp2.000 ke Mahasiswa, Ini Tanggapan Psikolog Pendidikan
Terlepas dari ucapannya 'terwujud' terkait Tanjung Priok, kontroversi terkait Menkumham Yasonna memang sudah terlalu banyak.
Seperti disampaikan oleh peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
"Yasonna ini sudah terlalu sering membuat kontroversi dan kami sudah berulang mendesak agar ia dicopot. Tapi itu juga tidak diindahkan dan rasanya ia (presiden) menikmati kontroversi yang dihasilkan Yasonna," kata Kurnia dalam diskusi online yang diselenggarakan Kode Inisiatif, Kamis (9/4/2020) dikutip dari Kompas.com.
Beberapa kontroversi Yasonna disebutkan Kurnia antara lain terkait revisi UU KPK dan revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Baca Juga: Ramai Disebut Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Setingkat TWK CPNS, BKN Akhirnya Buka Suara
Yasonna bahkan diduga tidak melaporkan secara rutin dan terperinci hasil pembahasan undang-undang dengan DPR kepada presiden.
"Belum selesai dengan revisi UU KPK, lalu UU MD3 beberapa tahun lalu, meski tidak ditandatangani presiden. Bahkan diduga Yasonna tidak melaporkan hasil pembahasan regulasi kepada presiden," ucapnya.
Kontroversi selanjutnya adalah teka-teki keberadaan eks Caleg PDI-P Harun Masiku, yang terlibat dalam kasus dugaan suap dengan salah satu mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini