Intisari-Online.com - Kisah unik terjadiantara konglomerat papan atas Indonesia, almarhum Liem Sioe Liong alias Sudono Salim, dengan saudara ipar Presiden Soeharto.
Berawal ketika Soeharto ingin menghidupkan kembali sebuah perusahan dagang milik yayasan Soeharto, PT Hanurata, pada 1967.
Pemegang saham perusahaan tersebut yaitu Yayasan Harapan Kita (diketuai Ny Tien Soeharto, istri Soeharto), Yayasan Bantuan Beasiswa Yatim Piatu Trikomando Rakyat (Trikora), dan yayasan lain.
Adik Ny Tien alias adik ipar Soeharto dipasang menjadi Direktur PT Hanurata pada 1968.
Dalam buku ‘Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar Bisnis Soeharto’, karya Richard Borsuk dan Nancy Chng, Penerbit Buku Kompas, 2016, sang ipar Soeharto bukan pasangan yang cocok bagi Liem Sioe Liong dalam berbisnis.
Sang ipar menghendaki perlakuan istimewa.
Ikatan silsilah dengan Keraton Solo membuat dia merasa berhak diperlakukan layaknya bangsawan.
Sikapnya menimbulkan banyak ketegangan bagi sang cukong.
Bagi Liem, sang ipar itu berlagak bos. Kesabaran Liem habis ketika muncul peristiwa sepele.
“Suatu hari di depan Pak Harto, Widojo (adik ipar Soeharto) minta rokok Om Liem."
"Om Liem sedang berbicara dengan Pak Harto, dan tanpa berpikir panjang menarik sebatang rokok dari bungkusnya dan memberikan kepada Widojo."
"Ia lupa memberikan sebungkus sekalian. Widojo mengamuk dan mencampakkannya," ujar Sudwikatmono, saudara sepupu Soeharto.
Baca Juga: Sejarah Timor Leste Menuju kemerdekaan, PBB Bentuk Militer dari 17 Negara guna Stabilisasi
Tak lama setelah kejadian itu Liem memutuskan untuk tidak melanjutkan bermitra bisnis dengan Widojo.
Liem ingin menghindari konfrontasi lebih jauh dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Pilihan terbaik, menurut Liem, adalah menghentikan kerugian dan meninggalkan PT Hanurata, perusahaan yang didirikan pada 1964 itu.
Ketika Liem memutuskan untuk hengkang, Sudwikatmono juga ingin keluar. Namun ia tidak enak hati menyampaikan kepada Soeharto.
Baca Juga: Operasi Seroja 1975: Indonesia Invasi Timor Leste atas Dukungan AS dan Pasokan Peralatannya
“Om Liem yang mengemukakan kepada Pak Harto. Suasananya tidak bagus, saya juga tersinggung. Aturan-aturannya terlalu aristokratis,” ujar Sudwikatmono.
Ketika Liem meninggalkan Hanurata, sebagian staf senior juga memutuskan untuk tidak bertahan lagi di perusahaan.
Mereka mengajukann surat pengunduran diri ramai-ramai.
Widojo sadar dia tidak mampu menjalankan perusahaan sendirian.
Akhirnya ia menulis surat kepada Liem, menyatakan mengembalikan perusahaan.
Soeharto kemudian turun tangan untuk menyelamatkan perusahaan, dengan memasukkan saudara tirinya, Probosutedjo, dan sejumlah perwira TNI.
Beberapa tahun kemudian Soeharto menunjuk menantunya, Indra Rukmana (suami Mbak Tutut) menjadi anggota dewan direksi.
Namun, PT Hanurata tidak pernah menjadi cerita sukses.
Liem Sioe Liong dan Soeharto
Bagaimana mungkin seorang pengusaha Tionghoa di masa Orde Baru yang kental sentimen anti-Tionghoa mampu menjadi seorang taipan Indonesia terkaya di Asia Tenggara?
Di puncak kesuksesannya, sekitar tahun 1996, Liem Sioe Liong terlibat erat dengan kehidupan sehari-hari jutaan keluarga Indonesia.
Mulai dari bank (BCA), semen (Indocement), pengolahan tepung (Bogasari), hingga makanan (Indofood).
Bahkan, perusahaan mi instan miliknya telah mengalahkan sang produsen instan, Nissin Food.
Dekat dengan Soeharto Kesuksesan Liem tak dapat dilepaskan dari pertemanan dan patronasenya dengan Presiden RI saat itu, Soeharto.
Berkat perlindungan yang diberikan Soeharto, Liem mendapatkan perlakuan istimewa berbisnis di Indonesia.
Tentu saja, hal itu menuntut imbalan, yakni dalam bentuk saham dan sumbangan kepada yayasan-yayasan yang dinaungi Soeharto.
Perkenalan Liem dengan Soeharto dimulai saat Liem memasok kebutuhan tentara di bawah komando Soeharto.
Hal itu berlanjut saat Soeharto menjadi komandan divisi di Semarang tahun 1956, bahkan berkembang setelah Soeharto menjadi presiden.
Dengan perpaduan kerendahan hati dan keramahan, Liem menjaga pertemanan dengan Soeharto hingga masa tuanya.
(*)