Sejarah Timor Leste Menuju kemerdekaan, PBB Bentuk Militer dari 17 Negara guna Stabilisasi

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Menteri Luar Negeri AustraliaAndrew Peacock (tengah) dengan Presiden Soeharto (kanan) bertemu di Jakarta 1976 jadi bukti dukungan buta Australia ke Indonesia untuk mencaplok Timor Leste dan kalahkan Fretilin

Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste mencatat beberapa kelompok dari Timor Leste dulu melakukan perang perlawanan melawan pasukan Indonesia untuk kemerdekaannya.

Dai situ dilaporkan banyak terjadi kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia oleh tentara Indonesia.

Titik puncak yang menyedihkan adalah pembunuhan banyak anak muda Timor (dilaporkan lebih dari 250) di sebuah pemakaman di Dili pada 12 November 1991.

Secara total, perkiraan jumlah kematian dalam perang berkisar antara 100.000 sampai 200.000 — dari total orang Timur.

Baca Juga: Ada Pertumpahan Darah,Begini Detik-detik Menjelang Hari Kemerdekaan Timor Leste

Penduduk Timor hanya 800.000.

Pembantaian Dili menjadi titik balik simpati kepada perjuangan rakyat Timor di panggung dunia, karena dengan bubarnya Uni Soviet pada tahun yang sama, "momok Marxis" yang sering digunakan Indonesia untuk melawan gagasan tentang kemerdekaan Timor Leste telah lenyap.

Pembantaian memiliki pengaruh yang besar terhadap opini publik di Portugal, terutama setelah tayangan televisi yang menunjukkan orang Timor-Leste sedang berdoa dalam bahasa Portugis.

Tak hanya itu, pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao dihormati secara luas.

Baca Juga: Miris Saksikan Bencana di Tanah Kelahirannya, Orang Timor Leste di Irlandia Utara Kirimkan Bantuan Ini

Dia dianugerahi penghormatan tertinggi Portugal pada tahun 1993, setelah dia ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Indonesia.

Di Australia, ada juga kemarahan publik yang meluas, dan kritik terhadap hubungan dekat Canberra dengan rezim Soeharto dan pengakuan kedaulatan Jakarta atas Timor Timur.

Hal ini membuat pemerintah Australia malu, tetapi Menteri Luar Negeri Gareth Evans meremehkan pembunuhan tersebut.

Dia menggambarkannya sebagai 'penyimpangan, bukan kebijakan negara'.

Baca Juga: Inilah Letak Astronomis Timor Leste dengan Pengaruh Melayu dan Portugis pada Penduduknya

Portugal mulai menerapkan tekanan internasional namun tidak berhasil hingga terus-menerus mengangkat masalah ini dengan sesama anggota Uni Eropa dalam berurusan dengan Indonesia.

Namun, negara UE lainnya seperti Inggris memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Indonesia, termasuk penjualan senjata, dan tidak melihat keuntungan untuk mengangkat masalah ini secara paksa.

Pada tahun 1996, Uskup Carlos Felipe Ximenes Belo dan Jose Ramos-Horta, dua aktivis terkemuka Timor Leste untuk perdamaian dan kemerdekaan, menerima Hadiah Nobel Perdamaian.

Pada tahun 1998, setelah pengunduran diri Soeharto dan penggantinya oleh Presiden Habibie, Jakarta bergerak menawarkan otonomi kepada Timor Leste di dalam negara Indonesia, meskipun mengesampingkan kemerdekaan, dan menyatakan bahwa Portugal dan PBB harus mengakui kedaulatan Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Xanana Gusmao Menyebut Deklarasi Balibo 1975 Merupakan Tipu-tipu dan Menamainya 'Deklarasi Balibohong' Akal-akalan Indonesia untuk Kuasai Bumi Lorosae

Namun pada tahun 1999, pemerintah Indonesia memutuskan, di bawah tekanan internasional yang kuat, untuk mengadakan referendum tentang masa depan Timor Leste.

Portugal mulai mendapatkan sekutu politik pertama di UE, dan setelah itu di tempat lain di dunia untuk menekan Indonesia.

Referendum, yang diadakan pada 30 Agustus, mayoritas (78,5%) mendukung kemerdekaan, menolak tawaran alternatif menjadi provinsi otonom di Indonesia.

Untuk dikenal sebagai Daerah Otonomi Khusus Timor Timur (SARET) ini, paramiliter yang didukung Indonesia serta tentara Indonesia melakukan kampanye kekerasan dan terorisme sebagai pembalasan.

Baca Juga: Sedikit yang Tahu, Beginilah Kisah Salah Satu Pertempuran Pasukan Elit TNI Melawan Fretilin di Timor Leste yang Sampai Buat 9 Prajurit Fretilin Bergabung dengan TNI Melawan Fretilin

Menurut Noam Chomsky, "Dalam satu bulan, operasi militer besar-besaran ini membunuh sekitar 2.000 orang, memperkosa ratusan wanita dan gadis, membuat tiga perempat penduduk mengungsi.

Aktivis di Portugal, Australia, Amerika Serikat, dan tempat lain menekan pemerintah mereka untuk mengambil tindakan, dengan Presiden AS Bill Clinton akhirnya mengancam Indonesia, dalam kesulitan ekonomi yang parah, dengan penarikan pinjaman IMF.

Pemerintah Indonesia setuju untuk menarik pasukannya dan mengizinkan pasukan multinasional masuk ke Timor untuk menstabilkan daerah tersebut.

Jelas bahwa PBB tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memerangi pasukan paramiliter secara langsung.

Baca Juga: Mengenal M16 Senjata KKB Papua Selain AK47, Dari Mana Mereka Dapat Stok Senjata Itu?

Sebaliknya, PBB mengesahkan pembentukan kekuatan militer multinasional yang dikenal sebagai INTERFET (Pasukan Internasional untuk Timor Leste), dengan Resolusi Dewan Keamanan 1264.

Pasukan ini disumbang oleh 17 negara, total sekitar 9.900. 4.400 berasal dari Australia, sisanya sebagian besar dari Asia Tenggara.

Pasukan itu dipimpin oleh Mayor Jenderal Peter Cosgrove dan mendarat di Timor Timur pada tanggal 20 September 1999.

(*)

Artikel Terkait