Intisari-online.com - Pecahnya pertempuran Israel dengan Hamas di Gaza pertengahan Mei lalu ternyata bukan untuk menyerang para pejuang Hamas.
Melansir National Interest, Israel menggunakan serangan udara yang tepat sasaran guna mencoba menghancurkan infrastruktur Hamas di Gaza.
Selain itu mereka juga ingin berikan kelompok militan tersebut ledakan yang sulit membuat mereka pulih.
Tujuannya bukanlah menarget sejumlah besar pejuang Hamas, tapi menghancurkan terowongan bawah tanah strategis dan infrastruktur yang menyebabkan terowongan itu bisa jadi tempat memindahkan roket dalam jumlah besar yang digunakan untuk menarget Israel.
Dalam serangan 11 hari kemarin, lebih dari 4300 roket ditembakkan ke Israel dan ke sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome.
Terowongan 'Metro' Gaza
Dalam wawancara dengan pemimpin departemen bawah tanah komando selatan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang menjadi pemeran utama dalam konflik baru-baru ini, IDF membeberkan rencana mereka menarget Hamas.
Ini merupakan operasi unik melawan 'Metro', nama dari Israel untuk terowongan bawah tanah di Gaza yang menghubungkan lebih dari 100 kilometer di bawah Jalur Gaza.
Perlu dicatat jika Jalur Gaza hanya sepanjang 41 kilometer dan selebar 6-12 kilometer, yang artinya sistem Metro tidak hanya luas tapi juga melintasi area di bawah bangunan penduduk yang membentuk petak-petak besar Jalur Gaza.
Daerah ini dilengkapi dengan bangunan tingkat rendah dan kota serta desa-desa, membuatnya menjadi salah satu wilayah ramai dan padat di dunia.
Banyak perang di masa lalu menggunakan sistem terowongan bawah tanah, dari sistem Garis Maginot milik Perancis di Perang Dunia II sampai sistem terowongan Vietcong.
Namun terowongan Hamas ini lebih sulit karena ada kehadiran banyak sekali warga sipil di antara mereka.
Baca Juga: Sudah Gencatan Senjata, Israel Tangkap Pemimpin Hamas di Tepi Barat dengan Tuduhan Ini
Bertahun-tahun lamanya Israel menciptakan metode melawan kekhawatiran mencederai warga sipil, mengetahui ada tekanan internasional jika melibatkan kematian warga sipil.
Kematian ini juga terjadi di perang yang serupa, seperti pengeboman Koalisi dipimpin AS di wilayah Al Jadeeda di Mosul Maret 2017 yang menyebabkan lebih dari 100 kematian.
Israel telah mengkonfrontasi tantangan ini di masa lalu dan di tahun 2009 serta 2014 ada jumlah besar korban jiwa, sama halnya jumlah korban jiwa di antara pejuang Hamas.
Kedua perang itu melibatkan serangan darat.
Israel kemudian mengubah taktik setelah 2014 itu dan tercatat jumlah konflik dengan Hamas meredup setelah itu.
Namun, ada ketegangan 2018 dan 2019 yang menunjukkan ratusan roket ditembakkan ke Israel dalam serangan berhari-hari.
Taktik Israel lakukan serangan udara tepat sasaran dan gunakan peringatan untuk menduduki bangunan mengurangi jumlah korban jiwa sampai mendekati nol.
Taktik yang sama juga digunakan Israel dalam serangan udara di Suriah, yang sebelumnya korban jiwa mencapai ribuan saat menyerang target Iran sejak 2015.
Ada sedikit korban jiwa warga sipil atau militer dalam serangan ekstrim tersebut, dan di Gaza, Israel menggunakan amunisi JDAM yang didapatkan dari Amerika Serikat, seperti halnya jaringan pesawat udara canggih dan sistem lainnya.
Israel tidak menjelaskan pesawat udara atau drone mana yang mereka gunakan dalam konflik tersebut.
"Cara Metro dibangun adalah mereka punya logistik dan dengan itu mereka membangun seluruh Metro, Anda bisa melihat dari visualnya dan semua pesawat yang terbang ke udara ada jejak yang bisa dipelajari mengenai di mana mereka membangunnya," ujar pejabat IDF tersebut.
Hamas membangun poros ke tanah dengan beton untuk digunakan selama pertempuran, poros tersebut seringnya dibangun di bawah tanah dan Israel mengatakan mereka mencoba menyerang sistem terowongan itu biasanya dengan menghancurkan bagian jalan atau area terbuka lain, selama tidak menghancurkan rumah warga.
Baca Juga: Menguak Cara Kerja Terowongan Bawah Tanah Gaza yang Jadi Jalur Penyelundupan Senjata ke Tangan Hamas
Israel membandingkan mana yang lebih merugikan, menghancurkan bangunan atau infrastruktur sipil.
Sistem terowongan Hamas menghubungkan berbagai desa dan kota di Gaza.
"Itu semua terhubung di bawah tanah," ujarnya. "Yang kami serang adalah tempat utama kami tahu mereka gunakan untuk penyimpanan senjata militer dan itu tempat yang kami fokuskan."
Sistem Metro memberikan Hamas keleluasaan menyerang dengan roket jarak jauh, beberapa kali lebih dari 100 roket dalam 1 waktu.
Menurut media Iran selama konflik terbaru, Hamas mencoba membuat Israel kewalahan dengan hujan serangan roket ini.
IDF mengatakannya setelah mereka memulai serangan melawan Metro, bahwa Hamas kurang efektif menyerang kota-kota Israel seperti Tel Aviv.
Serangan besar ke Metro dimulai pada 14 Mei dengan 160 pesawat memburu 150 target dalam serangan sepanjang malam.
IDF pada Februari 2021 lalu telah melatih untuk serangan menyerang 3000 target dalam waktu 24 jam saja.
Ketakutan selanjutnya adalah serangan di Gaza hanyalah contoh yang Israel bisa lakukan untuk menyerang musuh mereka sesungguhnya, Iran, dengan gerakan militan Hizbullah.
Sementara mengingat perang 11 hari kemarin berakhir dengan gencatan senjata, menurut pejabat IDF tersebut Hamas menggantungkan pertempuran mereka pada terowongan tersebut, dan ia mengatakan Hamas perlu waktu membangun sistem terowongan itu lagi meskipun memang bisa.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini