Kala itu, seperti dilansir dari AFP, pemerintah Sri Lanka memicu kemarahan usai mengkremasi paksa 15 Muslim termasuk seorang bayi yang meninggal karena Covid-19.
Praktik pemakaman dengan cara kremasi ini tentu saja bertentangan dengan tata cara yang seharusnya dijalani umat Islam.
Otoritas kesehatan Sri Lanka yang mayoritas beragama Buddha bersikeras semua jenazah korban Covid-19 wajib dikremasi.
Hal ini didorong oleh kekhawatiran para biksu Buddha yang menganggap penguburan jenazah akan membuat virus corona menyebar melalui air.
Hingga akhirnya, foto seorang bayi yang sedang tidur yang telah drikemasi secara paksa menarik perhatian dunia.
Banyak kelompok internasional, termasuk Organisasi Kerja Sama Islam, Uni Eropa, Amnesti Internasional, dan PBB pun akhirnya terus meminta Kolombo untuk membatalkan kebijakan yang mewajibkan jenazah korban Covid-19 dikremasi tersebut.
Berutung, pada Jumat (26/2/2021), tekanan tersebut berhasil membuat pemerintah Sri Lanka pada akhirnya mengizinkan penguburan di kuburan yang ditunjuk di bawah pengawasan otoritas kesehatan dan "sesuai dengan arahan yang dikeluarkan oleh direktur jenderal layanan kesehatan."
Umat Islam Sri Lanka pun menyambut gembira keputusan tersebut, termasuk seorang ulama terkemuka Syekh M. S. Mohammed Thassim, yang seperti dilansir dari Arab News, menyatakan, “Ini adalah akhir dari penderitaan mental kami dan kami akan dapat memenuhi ritual terakhir kami untuk mereka yang kami kasihi setelah kematian mereka.”
KOMENTAR