Intisari-Online.com - Ketika upaya pengejaran KKB Papua tak hentinya dilakukan, sebuah fakta memilukan justru terungkap beberapa waktu lalu.
Terungkap kasus penjualan senjata api oleh dua oknum polisi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Kabar tersebut begitu menghebohkan. Bagaimana tidak, ketika para rekannya tengah berjibaku di hutan Papua mengejar KKB Papua, justru ternyata ada penghianat di antara mereka.
Perbuatan berkhianat dua oknum polisi tersebut pun tak terhindarkan dari kecaman masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Asal-usul Senjata KKB Papua, Peninggalan Belanda hingga Mengais Helikopter Jatuh pada 2019
Terlebih, senjata-senjata yang KKB Papua dapatkan dari oknum polisi itulah yang mereka gunakan untuk meneror warga papua.
Juga menyerang aparat keamanan yang berusaha keras untuk mengamankan wilayah Papua.
Kini, pihak berwenang telah menangkap oknum polisi pengkhianat yang terlibat dalam bisnis jual beli senjata dan amunisi ke KKB Papua tersebut.
Tuntutan yang besar dan hukuman berat telah menanti mereka, seperti apa?
Baca Juga: Mengenal Johan Ferrier, Presiden Pertama Suriname setelah Kemerdekaannya dari Belanda
Sebagaimana dilansir dari kompas.com pada Jumat (21/5/2021), para oknum polisi yang terlibat dalam kasus tersebut mendapat tuntutan yang besar dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Negeri Ambon.
Selain dua oknum polisi yang masing-masing dituntut 10 tahun penjara, ada empat terdakwa lainnya dituntut mulai dari delapan tahun hingga 12 tahun penjara.
Keempat terdakwa itu antara lain Ridwan Mohsen Tahalua (44), Handri Morsalim (43) dan Andi Tanan (50) masing-masing dituntut delapan tahun penjara.
Sementara terdakwa Sahrul Nurdin (39) dituntut 12 tahun penjara.
Baca Juga: Cara Menghitung Weton Jawa, Nilai Neptu untuk Ramalan Masa Depan
Seluruh tuntutan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum ini dipimpin oleh ketua majelis hakim Pasti Tarigan di Pengadilan Negeri Ambon pada Rabu (19/5/2021).
“Meminta kepada majelis hakim agar memvonis para terdakwa dengan pidana penjara yang telah disebutkan secara lengkap dalam amar tuntutan,” sebut JPU, Eko Nugroho.
Banyak alasan menjadi dasar mengapa jaksa menilai para terdakwa pantas mendapatkan tuntutan tersebut.
Tentu salah satunya karena merekamengkhianati Ibu Pertiwi.
Selain itu, juga dengan alasan mereka secara bersama-sama yakni menerima, menyerahkan, membawa, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, mempergunakan senjata api dan amunisi tanpa hak.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 338 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ditambah kehadiran para terdakwa telah meresahkan masyarakat.
Sebab, sikap jahat mereka yang menjual senjata dan amunisi ke KKB juga dinilai telah merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (KNRI).
Baca Juga: Inilah Agama Timor Leste, Komunitas Katolik Terbesar Kedua di Asia Tenggara
Ditambah, itu bukan satu-satunya kesalahan mereka. Usut punya usut, salah satu terdakwa, Sahrul Nurdin, pernah terlibat dan dihukum dalam kasus yang sama.
Meski tindakan mereka begitu merugikan dan meresahkan, tetap ada yang dapat meringankan hukuman mereka.
“Sedangkan hal yang meringankan para terdakwa mengaku menyesal dan mengakui kesalahan mereka,” ujar Eko.
Penangkapan para tersangka kasus ini sendiri bermula saat warga berinisial J ditangkap oleh aparat Polres Teluk Bentuni, Papua Barat, Rabu (10/2/2021).
Dari situ, polisi menangkap keenam terdakwa lainnya, yang ternyata dua dari mereka merupakan oknum anggota Polri.
Mereka bertugas di Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease.
Mereka adalah San Herman Palijama alias Sandro (34), dan Muhammad Romi Arwanpitu alias Romi (38).
Bahkan, selain keenamnya, oknum TNI juga terlibat. Dia adalah seorang oknum Anggota TNI dari kesatuan 733 Kabaressy.
Baca Juga: 5 Fakta ‘Penyihir Gila’ Grigori Rasputin yang Jorok hingga Suka Menjilat Sendok, untuk Apa?
(*)