Intisari-online.com -Kasus Covid-19 di India setiap harinya terus-terusan bertambah.
AFP Selasa 4/5/2021 melaporkan ada 357.229 kasus sehingga total kasus mencapai angka 20.3 juta.
Tambahan korban meninggal harian mencapai 3.449, dan angka kematian total berada di angka 222.408.
Para ahli berpendapat angka aslinya jauh lebih tinggi daripada angka tersebut.
Pihak berwenang terkejut dengan ganasnya gelombang virus terbaru di negara itu.
India menghadapi kesulitan besar dalam memastikan persediaan medis yang cukup, mulai dari sumber daya seperti oksigen medis, obat-obatan penting, dan tempat tidur rumah sakit.
Pemerintah Delhi juga berjuang menemukan strategi yang efektif untuk mengekang penyebaran virus.
Terlepas dari itu, tugas paling menantang yang mereka hadapi adalah berita palsu, teori konspirasi, dan informasi belum diverifikasi, yang beredar di platform media sosial dan aplikasi berbagi pesan.
Konten dalam pesan dan unggahan itu berkisar dari asal gelombang kedua di India, kemanjuran vaksin dan saran untuk meningkatkan kekebalan dengan menggunakan pengobatan tradisional.
"Dari jumlah tersebut, informasi yang salah terkait kesehatan lebih umum dan beragam, diikuti oleh informasi yang salah terkait agama," Syed Nazakat, pendiri Health Analytics Asia, sebuah inisiatif pengecekan fakta, mengatakan kepada DW.
"Sebagian besar informasi kesehatan yang salah berkaitan dengan pandemi dan itu juga, ketika negara ini juga berada di tengah-tengah upaya vaksinasi besar-besaran," katanya.
Sains diremehkan
Pengamat dan aktivis mengatakan pihak berwenang belum mengambil tindakan yang cukup untuk menghentikan informasi yang salah ini.
Faktanya, beberapa tokoh masyarakat dan pejabat senior sendiri bertanggung jawab atas tingginya infeksi saat ini.
Seperti yang terjadi pada pertengahan April, ketika jumlah kasus Covid-19 mulai meroket.
V K Paul, merekomendasikan agar orang berkonsultasi dengan praktisi terapi alternatif, jika mereka memiliki penyakit ringan atau tanpa gejala.
Padahal dia merupakan pejabat senior pemerintah yang berada di garis depan respons virus corona.
Dia juga menyarankan orang mengonsumsi "chyawanprash" (suplemen makanan), dan "kadha" (minuman herbal dan rempah-rempah) untuk meningkatkan kekebalan mereka.
Pernyataannya memicu kritik dari para dokter, yang mengatakan rekomendasi tersebut dapat mendorong orang mencoba terapi yang belum teruji, dan menunggu terlalu lama untuk mencari pertolongan medis.
"Ini mengherankan dan menyesatkan. Ini akan mendorong orang untuk duduk di rumah, meminum ramuan tersebut dan pada saat mereka sampai di rumah sakit, semuanya akan terlambat," kata Rajan Sharma, mantan presiden nasional Asosiasi Medis India.
Apar Gupta, direktur eksekutif Internet Freedom Foundation, memiliki pandangan serupa.
"Ketika Anda memiliki otoritas publik yang mendukung hal seperti itu, jelas ada kurangnya rasa hormat terhadap sains." Gupta memberi tahu DW.
Misinformasi
Ahli yakin juga rendahnya kepercayaan masyarakat kepada media berita dan lemahnya media layanan publik menyebabkan penyebaran informasi yang salah secara cepat dan luas.
Kondisi itu diperburuk dengan audiens yang terfragmentasi, dan penggunaan media sosial yang tinggi.
Konsumsi konten media sosial telah meningkat pesat, sejak Maret tahun lalu. Tepatnya setelah pemerintah India memberlakukan lockdown nasional yang ketat, untuk mengendalikan penyebaran virus.
WhatsApp, yang memiliki lebih dari 500 juta pengguna di negara ini, adalah platform di mana sebagian besar informasi yang salah dijajakan.
“Meningkatnya jangkauan media sosial semakin mengintensifkan krisis informasi yang salah,” kata Gupta melansir DW pada Selasa (4/5/2021).
Mitos dan kebohongan
Dengan kasus Covid-19 yang melonjak di seluruh negeri, banyak orang yang mudah tertipu semakin menjadi mangsa gelombang peningkatan konten yang menyesatkan dan palsu.
Ini juga memengaruhi upaya vaksinasi massal India, karena banyaknya desas-desus tentang efek buruk vaksin.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini