Beredarnya Berita Ramuan Obat Herbal yang Bisa Menyembuhkan Ini dan Tak Percaya Sains Semakin Persulit Perjuangan Lawan Covid-19 di India

K. Tatik Wardayati

Penulis

Penyebaran berita palsu di media sosial mempersulit upaya melawan Covid-19 di India.

Intisari-Online.com – Berdasarkan data yang dilaporkan secara resmi, hingga hari ini total kasus Covid-19 di India sudah melampaui angka 20 juta.

Seperti dilaporkan oleh AFP pada Selasa (4/5/2021), Negeri ‘Bolloywood’ itu memiliki 357.229 kasus, sehingga total kasusnya ada di angka 20,3 juta.

Sementara juga dilaporkan bahwa korban meninggal harian mencapai 3.449, ini membuat total kematian berada di angka 222.408.

Namun, para ahli menyampaikan bahwa angka sebenarnya di seluruh negara Asia Selatan itu bisa jadi lima hingga sepuluh kali lipat lebih tinggi dari penghitungan resmi, seperti yang dilaporkan oleh DW.

Baca Juga: Banyak yang Salah Menafsirkannya, Inilah 5 Fakta Tentang Penyebaran Covid-19 di India, yang Ternyata Tak Seperti yang Anda Bayangkan

Ganasnya gelombang virus terbaru di negara itu membuat pihak berwenang terkejut.

Tak heran jika India menghadapi kesulitan besar untuk memastikan persediaan medis yang cukup.

Mulai dari sumber daya, seperti oksigen medis, obat-obatan penting, serta kesediaan tempat tidur di rumah sakit.

Bagaimana pun pemerintah New Delhi terus berjuang untuk menemukan strategi yang efektif demi mengekang penyebaran virus agar tidak memakan korban semakin banyak.

Baca Juga: Imbas Memburuknya Situasi Covid-19 di India, Negara Asia Tenggara yang Lokasinya Dekat dengan Indonesia Ini Ternyata Juga Sudah Diminta Waspada, Begini Situasinya Kini

Tetapi tugas yang paling menantang yang harus dihadapi pemerintah adalah penyebaran virus berita palsu, teori konspirasi, dan informasi yang belum diverifikasi.

Kesemuanya itu beredar di platform media sosial dan aplikasi berbagi pesan.

Pesan dan unggahan yang disampaikan dalam konten yang beredar itu berkisar mulai asal gelombang kedua di India, kemanjuran vaksin, dan saran untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan menggunakan pengobatan tradisional.

"Dari jumlah tersebut, informasi yang salah terkait kesehatan lebih umum dan beragam, diikuti oleh informasi yang salah terkait agama," Syed Nazakat, pendiri Health Analytics Asia, sebuah inisiatif pengecekan fakta, mengatakan kepada DW.

"Sebagian besar informasi kesehatan yang salah berkaitan dengan pandemi dan itu juga, ketika negara ini juga berada di tengah-tengah upaya vaksinasi besar-besaran," katanya.

Meremehkan sains

Namun dari pengamatan para pengamat dan aktivitis, hingga saat ini pihak berwenang belum mengambil tindakan yang cukup untuk menghentikan informasi yang salah tersebut.

Terbukti dari beberapa tokoh masyarakat dan pejabat senior sendiri bertanggung jawab atas tingginya infeksi saat ini.

Seperti yang terjadi pada pertengahan April, ketika jumlah kasus Covid-19 mulai meroket.

Baca Juga: Tsunami Covid-19 di India Bikin Kalang Kabut Seluruh Dunia, Bahkan Virus Mematikan Ini Sudah Masuk ke Tempat Paling Tinggi di Muka Bumi, 'Suara Orang Batuk di Mana-mana'

Seorang pejabat senior pemerintah, V K Paul, bahkan merekomendasikan agar orang berkonsultasi dengan praktisi terapi alternatif jika mereka memiliki penyakit ringan atau tanpa gejala.

Padahal dia seharusnya berada di garis depan respons virus corona.

Dia juga menyarankan orang mengonsumsi "chyawanprash" (suplemen makanan), dan "kadha" (minuman herbal dan rempah-rempah) untuk meningkatkan kekebalan mereka.

Tentu saja, pernyataan yang dia berikan memicu kritik dari para dokter.

Dokter mengatakan bahwa rekomendasi tersebut dapat mendorong orang mencoba terapi yang belum teruji, dan menunggu terlalu lama untuk mencari pertolongan medis.

"Ini mengherankan dan menyesatkan. Ini akan mendorong orang untuk duduk di rumah, meminum ramuan tersebut dan pada saat mereka sampai di rumah sakit, semuanya akan terlambat," kata Rajan Sharma, mantan presiden nasional Asosiasi Medis India.

Apar Gupta, direktur eksekutif Internet Freedom Foundation, memiliki pandangan serupa.

"Ketika Anda memiliki otoritas publik yang mendukung hal seperti itu, jelas ada kurangnya rasa hormat terhadap sains." Gupta memberi tahu DW.

Baca Juga: Dikejutkan dengan Membludaknya Covid-19 di India, Rupanya Hal Serupa Bukan Hanya Terjadi di India, Negara-negara Ini Juga Pernah Alami 'Tsunami' Covid-19

Penggunaan media sosial tinggi

Rendahnya kepercayaan masyarakat pada media berita dan lemahnya media layanan publik diyakini oleh para ahli menyebabkan penyebaran informasi yang salah secara cepat dan luas.

Semakin diperburuk dengan kondisi audiens yang terfragmentasi, ditambah penggunaan media sosial yang tinggi.

Sejak Maret tahun lalu, ketika dimulainya pandemi Covid-19, konsumsi konten media sosial meningkat pesat.

Ini terjadi tepat setelah pemerintah India memberlakukan lockdown nasional yang ketat, untuk mengendalikan penyebaran virus.

WhatsApp, menjadi salah satu platform terbesar yang digunakan lebih dari 500 juta pengguna di India, yang menjadi tempat sebagian besar informasi yang salah dijajakan.

“Meningkatnya jangkauan media sosial semakin mengintensifkan krisis informasi yang salah,” kata Gupta melansir DW pada Selasa (4/5/2021).

Mitos dan kebohongan

Semakin melonjaknya kasus Covid-19 di India, menjadi semakin banyak orang yang mudah tertipu karena menjadi mangsa peningkatan konten menyesatkan dan palsu.

Baca Juga: Di Tengah Carut-marutnya Situasi Covid-19 di India, Bill Gates Tiba-tiba Beri Komentar untuk 'Tidak' Membagikan Teknologi Vaksin Covid-19, Sampai Mendapat Banyak Hujatan, Apa Alasannya?

Ini membuat semakin mempengaruhi upaya vaksinasi massal di India, karena banyaknya desas-desus tentang efek buruk vaksin.

Seperti dilaporkan DW, ada berita palsu tentang keamanan vaksin di antara orang-orang dengan penyakit bawaan sebelumnya, seperti diabetes, hipertensi, dan pada wanita.

Belum lagi beredarnya mitos tentang penggunaan nebulizer sebagai pengganti tangki oksigen medis, yang menjadi langka di negara tersebut.

Ditambah lagi rumor yang banyak beredar untuk menghirup uap serta mengonsumsi bawang putih, kayu manis dan akar manis, sebagai tindakan pencegahan atau pengobatan Covid-19.

Semakin berbahaya dengan beredar luas di media sosial tentang orang India yang memiliki kekebalan tinggi terhadap virus corona.

Ini didasarkan pada interpretasi yang salah dan dangkal dari studi gen tunggal yang dilakukan di antara kelompok etnis yang berbeda.

"Tidak ada bukti ilmiah untuk mendukung klaim absurd ini. Kami harus membantah klaim ini untuk membuat orang mengerti bahwa orang India tidak memiliki perlindungan genetik khusus terhadap virus," seorang peneliti dari Alt News, situs pengecekan fakta nirlaba, mengatakan kepada DW.

Semua konten tersebut beredar dalam bentuk teks, gambar, dan video, serta dibagikan dalam bahasa daerah.

"Banyak dari video dan meme ini didaur ulang karena tidak mudah menguap dari dunia maya. Bahkan setelah longsoran informasi yang salah ini dibantah, masih ada orang yang tidak yakin apa yang harus dipercaya," Prateek Waghre, seorang analis riset di Takshashila Institusi. (Bernadette Aderi Puspaningrum) Baca Juga: Covid-19 di India Makin Mengerikan, Warga Desa Malah Pilih Berobat dengan Cara Ini Daripada Rumah Sakit, Dapat Cap Besi Panas di Tubuh!

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait