Intisari-Online.com - Di awal kemerdekannya, Timor Leste membangun negaranya dengan bantuan komunitas internasional.
Ia menjadi negara yang telah menunjukkan kepemimpinan global di antara negara-negara berkembang.
Bermodalkan sumber minyak dan gas, Timor Leste memiliki kekayaan yang melimpah.
Menurut artikel tulisan Ian Lloyd Neubauer, elektrifikasi pedesaan yang meningkatkan cakupan dari 20% rumah tangga pada tahun 2002 menjadi 80% telah membawa banyak desa keluar dari kegelapan.
Ibu Kota Dili menjadi waralaba global dan mempunyai mal modern di sana.
Namun, pada 2018, hanya 75.000 wisatawan yang berkunjung ke Timor Leste.
Jumlah itu sebanding dengan turis yang datang ke Bali setiap 4 hari.
Jalanan juga menjadi buruk, perjalanan sejauh 40 km dari Dili ke Pantai One Dollar, tempat menyelam kelas dunia, memakan waktu dua jam melewati jalanan berlubang.
Perubahan yang begitu kentara yakni, masyarakatnya yang kehilangan harapan.
Layanan publik Timor Lorosa'e menjadi berantakan.
Industri pariwisata telah dibungkam oleh menteri yang tidak thu caranya memajukan atau tidak mau menerima nasihat kecuali jika itu menguntungkan diri mereka sendiri.
Dan selain dari beberapa perkebunan kopi kecil, tidak ada aliran pendapatan yang perlu diperhatikan.
Setelah sumur minyak mengering, tidak akan ada apa-apa.
Mungkin yang terburuk dari semuanya adalah bahwa setelah membayar $ 650 juta pada tahun 2018 kepada Shell dan ConocoPhillips untuk membeli saham mereka di ladang minyak dan gas Greater Sunrise yang dioperasikan oleh Woodside Petroleum Australia, saham Timor Lorosa'e bernilai nol.
Kesepakatan itu adalah langkah pertama dalam rencana besar yang dibuat oleh pahlawan kemerdekaan dan mantan perdana menteri dan presiden Xanana Gusmao untuk membangun industri perminyakan dalam negeri.
Rencananya termasuk $ 450 juta untuk sebuah bandara dan jalan raya di pantai selatan yang jarang penduduknya.
Akar masalahnya yakni alokasi bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah untuk proyek infrastruktur dan kesombongan berskala besar.
Pendekatan top-down untuk pembangunan ekonomi ini harus disesuaikan dengan pendekatan yang difokuskan pada penyediaan layanan dasar dan membangun industri yang lebih terdiversifikasi yang benar-benar akan menciptakan lapangan kerja jangka panjang seperti pariwisata dan manufaktur.
Akibatnya, Timor Leste menjadi negara minyak yang gagal dan diliputi kelaparan serta keputusasaan.
(*)