Intisari-Online.com - Kasus alat rapid test bekas di Bandara Kualanamu yang berhasil dibongkar oleh pihak kepolisian telah membuat seorang epidemiolog merasakan kejanggalan.
Seperti diketahui, pihak kepolisian berhasil mengungkap dugaan penggunaan alat rapid test bekas di bandara yang terletak di Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut.
Temuan ini berawal dari munculnya laporan tentang penggunaan alat rapid test antigen bekas yang dilakukan oleh para petugas dari Kimia Farma di bandara tersebut.
Selanjutnya, dikutip dari kompas.com, AKP Jericho Levian Chandra dikirim oleh Ditreskrimsus Polda Sumut untuk melakukan penyelidikan dengan cara menyamar sebagai calon pasien.
Sempat terjadi perdebatan sengit antara petugas Kimia Farma dengan anggota kepolisian yang menyamar sebelum akhirnya pihak kepolisian menggeledah ruangan laboratorium rapid test antigen.
Saat diinterogasi, dalam kondisi ketakutan, petugas dari Kimia Farma akhirnya mengakui bahwa mereka menggunakan alat rapid test bekas.
Alat-alat yang sudah pernah dipakai, dicuci dengan air untuk kemudian dimasukkan kembali ke dalam tempat yang batu.
"Jadi benar, Subdit 4 Krimsus melakukan tindakan terhadap dugaan tindak pidana Undang-Undang kesehatan. Lokasinya di salah satu ruangan di Bandara Kualanamu," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi, seperti yang dikutip dari Tribunnews, Rabu (28/4/2021).
PT Kimia Farma (Persero) pun kini menjadi sorotan seiring dengan perbuatan para petugasnya gunakan alat rapid test bekas di Bandara Kualanamu.
Mereka lalu memberikan pernyataan akan memberikan tindakan tegas kepada setiap petugasnya yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut.
"Tindakan yang dilakukan oleh oknum pertugas layanan Rapid Test Kimia Farma Diagnsotik tersebut sangat merugikan perusahaan dan sangat bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum pertugas layanan rapid test tersebut," tutur Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika Adil Fadhilah Bulqini dalam keterangannya, seperti dikutip dari tribunnews.com Rabu (28/4/2021).
"Apabila terbukti bersalah, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan kami berikan tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku."
Epidemiolog keheranan
Selain menggemparkan masyarakat Indonesia, kasus penggunaan alat rapid test bekas di Deli Serdang ternyata juga membuat epidemiolog keheranan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengaku tak habis pikir dengan tindakan para petugas tersebut.
Sebab, menurutnya alat rapid test bukanlah alat yang memiliki harga yang mahal.
"Saya heran alatnya itu tidak mahal, kenapa harus dipakai ulang," tutur Pandu, seperti dilansir dari kompas.com, Rabu (28/4/2021).
Di sisi lain, menurut Pandu, penggunaan alat rapid test bekas justru sangar berbahaya karena dapat menularkan virus.
"Menggunakan alat swab dipakai lagi walaupun katanya dicuci, itu bisa memindahkan virus. Bahaya sekali itu, jadi tidak boleh. Kalau nyuntik orang aja kita sekali pakai kan," ujar Pandu.
Untuk itulah, bagi Pandu, jika sampai terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka sanksi yang diberikan harus berat.
Selain itu, Pandu berharap bahwa aparat kepolisian tidak hanya berhenti menjalankan proses hukum kepada para petugas di lapangan, tapi juga atasan dari para petugas tersebut.
Minimal bosnya yang ada di Kualanamu, mungkin direstui (karena) keuntungannya kan banyak tetapi membahayakan keselamatan publik," ujarnya.
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR