Intisari-Online.com - Saat ini, Somalia masih menjadi militer paling lemah di dunia.
Menurut Global Firepower 2021, kekuatan militer Somalia berada di urutan ke-4 paling lemah di dunia, atau di peringkat ke 137 dari 140 negara di dunia untuk total kekuatan militernya.
Somalia punya personel militer dengan total sebanyak 20.000 tanpa cadangan.
Angkatan bersenjata Somalia hanya dibekali 80 kendaraan lapis baja dan 25 artileri derek, dan 11 kapal patroli.
Baca Juga: 'Diborong' Militer-militer Paling Kuat, Inilah 10 Kapal Selam Terbaik di Dunia!
Untuk keuangannya, diperkirakan anggaran pertahanan Somalia sebesar $60,2 Juta.
Kekuatan militer negara ini hanya berada di atas Bhutan, Kosovo, dan Liberia.
Selama ini, Somalia telah mendapat bantuan negara-negara di lain sepertiAmerika Serikat, Uni Eropa, Turki, UEA, dan Ethiopia untuk membangun kembali tentara nasionalnya.
Namun, rupanya upaya itu menemui banyak hambatan, termasuk dari sejarah kelam negara ini.
Melansir artikelWar on Rock oleh Paul D Williams (20/5/2019), kegagalan yang masih ditemui dalam upaya membangun kembali Somalia National Army (SNA), tak lepas dari warisan keruntuhan negara ini.
Dikatakan, pertama, Somalia menghadirkan konteks unik yang sulit bagi calon pembangun negara karena mereka harus berurusan dengan warisan keruntuhan negara selama dua dekade dan kompleksitas dinamika marga di negara itu.
Sejak perang saudara di akhir 1980-an, Somalia telah menjadi kasus pola dasar keruntuhan negara, diganggu oleh panglima perang, gangsterisme, dan korupsi endemik serta kekeringan dan kelaparan siklis.
Keamanan, keadilan, pendidikan, dan perawatan kesehatan umumnya disediakan oleh klan, yang berupaya untuk menguasai kota-kota besar, pelabuhan, dan rute transit.
Dijelaskan bahwa aktor-faktor tersebut digabungkan untuk membuat pemerintah federal hampir tidak memiliki sumber daya dan sangat sedikit tentara yang setia kepada negara, daripada klan tertentu atau individu kuat lainnya.
Meski begitu, masih diyakini dengan kemauan politik yang memadai dan kesatuan tujuan di antara para pemimpin Somalia dan mitra internasional, konteks yang sulit tersebut masih mungkin diatasi.
Faktor yang bisa menjadi kunci keberhasilan upaya tersebut adalah masalah politik Somalia.
Hal terpenting adalah asimetri minat antara aktor internasional dan elit Somalia, kata Williams, penulis dan profesor di Washiongton University. Sayangnya, ini juga tak nampak terjadi.
Menurut Williams, para pemimpin politik Somalia di Mogadishu dan pemerintahan regional yang muncul -di Jubbaland, Barat Daya, Hirshabelle, dan Galmaduug- tidak memiliki keinginan untuk mengesampingkan konflik mereka dan membangun pasukan keamanan nasional yang profesional.
Sebaliknya, mereka memprioritaskan mengamankan basis kekuatan lokal mereka sendiri, menangkis lawan, dan mendapatkan keuntungan ekonomi dari menjalankan negara paling korup di dunia.
Ketidakmampuan elit politik Somalia untuk membentuk konsensus itulah yang meninggalkan Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM) dan mitra internasional lainnya dengan tugas yang mustahil.
"Tidak ada visi bersama tentang seperti apa arsitektur keamanan nasional Somalia, bagaimana keputusan penting harus dibuat dan dibiayai, dan cara terbaik untuk memprioritaskan perang melawan al-Shabaab," katanya.
Somalia Negara Paling Korup di Dunia
Data terbaru Transparency International (2020), menunjukkan bahwa peringkat terbawah Indeks Persepsi Korupsi (CPI) masih dihuni oleh negara-negara yang sejak lama berada di peringkat tersebut sebagai negara paling korup di dunia.
Negara terbawah adalah Sudan Selatan dan Somalia (tercatat peringkat 179), dengan skor masing-masing 12.
Somalia hanya menunjukkan sedikit peningkatan dibanding tahun lalu, dari skor 9 menjadi 12. Sementara, Sudan Selatan hanya mencatatkan skor yang sama.
Dilaporkan, lebih dari dua pertiga negara-negara di dunia punya skor transparansi di bawah 50.
Selain Somalia dan Sudan Selatan, negara-negara lain yang punya skor CPI paling rendah di dunia yaitu Yaman, Venezuela, Sudan, Equatorial Guinea, dan Libya.
Itulah negara-negara yang menempati peringkat terbawah Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang disusun Transparency International dari tahun 2020.
Transparency International menyusun peringkat dari 180 negara dan wilayah berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik menurut para ahli dan pengusaha.
Digunakan skala nol hingga 100, di mana nol sangat korup dan 100 sangat bersih.
Transparency Internasional mengatakan, rata-rata skor Indeks Persepsi Korupsi dari 180 negara adalah 43.
Angka tersebut menggambarkan betapa suram korupsi di berbagai negara di dunia.
Memprihatinkan sekaligus tidak mengejutkan, karena hasil tersebut seperti yang ditunjukkan tahun-tahun sebelumnya.
Dikatakan, sebagian besar negara hanya membuat sedikit atau tidak sama sekali terkait kemajuan dalam menangani korupsi dalam hampir satu dekade.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari