"Kami hanya bisa menetapkan bahwa 2X24 jam jalan berlubang itu harus tertutup. Cuma masalahnya, kadang di bagian kiri ditutup tapi kemudian di sebelah kanannya malah berlubang lagi, muncul lagi, jadi otomatis terus menerus mereka harus memperbaikinya, sebenarnya seperti itu kondisinya," jelas gani.
Faktor kedua adalah buruknya saluran drainase. Gani menuturkan bahwa saluran drainase jalan sudah banyak terpengaruh kawasan permukiman, industri dan komersial.
Mereka membuang limbah (apapun) ke saluran drainase. Akibatnya ketika hujan turun, terjadi luapan.
Gani mengatakan, secara teoritis sangat mudah mengukur kebutuhan drainse suatu jalan. Caranya dengan menghitung curah hujan kemudian dikalikan dengan luasan jalannya.
Namun, dia mengaku bahwa saat ini sangat sulit karena harus mengukur luasan dari kawasan yang ada di sekitaran jalan tersebut.
"Selain itu, kawasan di sekitar jalan nasional dan jalan tol juga tidak terkontrol. Yang bsia mengontrol hanya pemerintah daerah," imbuh Gani.
Kondisi saluran drainase jalan nasional malah lebih rentan, karena banyak yang ditutup oleh pemilik bangunan untuk kepentingan aksesibilitas mereka.
"Misalnya di jalan Pantura, ada SPBU yang menutupi drainase jalan. Pemilik membeton bagian atas. Ketika hujan turun, otomatis timbul endapan. Semakin lama bikin mampet, dan airpun meluap," tutur Gani.
Faktor ketiga adalah kendaraan logistik Over Dimension Over Loading (ODOL).
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR