Intisari-Online.com - Jalan sejarah Timor Leste mungkin akan berbeda jika tanpa sebuah video yang direkam oleh wartawan Inggris bernama Max Stahl.
Max Stahl merekam peristiwa Santa Cruz, tragedi berdarah yang menewaskan setidaknya 200 orang Timor Leste.
Apa yang direkam Max Stahl merupakan bukti penting peristiwa tersebut, satu-satunya bukti video yang ada, merubah sejarah perjuangan kemerdekaan Timor Leste.
Video itu sampai ke mata dunia, membuat dunia tidak bisa lagi diam menyaksikan apa yang terjadi di Bumi Lorosae kala itu.
Peristiwa Santa Cruz atau dikenal sebagai 'Pembantaian Santa Cruz', terjadi pada 12 November 1991.
Dimulai ketika kerumunan massa melakukan aksi menuju pemakaman Santa Cruz, tempat seorang pemuda aktivis pro-kemerdekaan bernama Sebastião Gomes dikuburkan.
Pemuda itu tewas ditembak di gereja Antonio Padua, Motael, Dili, duaminggu sebelum pembantaian Santa Cruz.
Hari itu, emosi warga Timor Leste semakin memuncak. Kemudian usai misa di gereja St Antonio Padua Motael orang-orang mulai melakukan aksi protes di jalan tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mereka berjalan kaki menuju pemakaman Santa Cruz, namun justru aksi demo itu berakhir rusuh ketika tiba-tiba datang rentetan tembakan dari tentara Indonesia dan terjadi insiden mengerikan.
Menurut kesaksian Stahl, tentara Indonesia menembak, memukuli, dan menyeret orang-orang pergi. Sementara korban yang masih bisa bergerak menuju ke arahnya, “Mereka menunjukkan kepada saya luka mereka,” kenangnya, dikutip irishtime.com.
Saat itu, Stahl yang berada di tengah kekacauan itu ditangkap untuk diinterogasi. Namun sebelum ditangkap, ia masih sempat mengubur dua gulungan film di kuburan tempat peristiwa mencekam itu terjadi.
Malam itu, setelah diinterogasi selama sembilan jam, dia kembali mengambil dua gulungan film itu.
Rupanya, selain Max Stahl, ada sosok lain yang juga berperan mengantarkan rekaman itu ke mata dunia.
Dialah Saskia Kouwenberg, seorang aktivis veteran Timor Timur dari Belanda, yang berupaya menyelundupkan gulungan film itu keluar dari Indonesia, disembunyikan di celana dalamnya.
Saskia Kouwenberg menceritakan kisahnya selama masa-masa menegangkan itu kepada media Australia Newmatilda.com.
Melansir Newmatilda.com (2/9/2009), Saskia mempertaruhkan nyawanya untuk mengeluarkan rekaman Stahl dari Timor Leste yang diduduki -dan masuk ke media global.
Saskia menceritakan, setelah pembantaian tersebut, selama tiga hari yang mengerikan, dia dan rekan-rekannya tetap tinggal di Dili, berbicara dengan para korban dan "menghalangi diri kami sendiri di hotel pada malam hari".
"Yang ada di benak kami adalah apa yang terjadi pada lima jurnalis di Balibo," katanya kepada saya.
"Jika ada sekelompok wartawan yang menyaksikan sesuatu yang tidak ingin dilihat orang Indonesia, mereka dibunuh."
Dia kemudian menyembunyikan kaset itu di celana dalamnya, dan menuju ke bandara.
Baca Juga: Militer Paling Lemah di Dunia, Ini Fakta-fakta Gabon, Negara yang Kaya Minyak dan Sumber Daya Alam
Namun, ketika dia mencoba naik ke pesawat, dia diberitahu bahwa pesawat itu sudah penuh. Pasukan Indonesia tahu siapa dia dan berusaha menghentikannya pergi.
"Saya menjatuhkan barang bawaan saya dan saya berjalan ke pesawat dan berpegangan pada tangga," katanya. "Mereka menarik saya. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan karena merek
a ingin saya tetap di sana. Akhirnya saya membuat keributan sehingga mereka mengizinkan saya."
Namun, sepanjang keributan itu Saskia tidak digeledah dan berhasil menyelundupkan rekaman itu keluar dari Indonesia dan membawanya ke stasiun TV Belanda.
"Itu menakutkan. Itu sangat menakutkan. Tapi saya menjadi sangat berpikiran tunggal. Yang dapat saya pikirkan hanyalah: Saya akan mengeluarkan kaset-kaset ini," katanya.
Dalam waktu tiga hari sejak cuplikan tersebut ditayangkan di TV Belanda, hingga seratus stasiun televisi di seluruh dunia juga telah menayangkannya.
Itu adalah momen yang menentukan. Dalam semalam, Timor Timur menjadi isu arus utama.
"Suatu hari seorang pengusaha Australia mendatangi saya dan berkata: 'Apakah Anda menyadari bahwa Anda mengubah hidup saya? Ketika saya melihat rekaman itu, semuanya berubah,'" kata Saskia kepada Newmatilda.
"Dan saya pikir banyak orang merasakan hal yang sama. Begitulah cara [Timor Leste] kembali ke agenda internasional," katanya.
Rekaman itu membawa titik balik dalam sejarah Timor Leste, mengingatkan dunia akan kekejaman yang terjadi di sana.
Akhirnya, Timor Leste mendapatkan dukungan internasional yang luas untuk perjuangan kemerdekaannya.
Delapan tahun kemudian, tepatnya pada 30 Agustus 1999, referendum akhirnya digelar untuk menentukan nasib Timor Leste.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari