Dulu Ngotot Jajah Indonesia Sampai Tak Mau Melepaskannya Walau Merdeka, Rupanya Segelintir Warga Belanda Malah 'Malu' Pemerintahnya Pernah Menjajah Indonesia

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Bandung Lautan Api. (Ilustrasi) Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun Dimulai Ketika Belanda Ingin Kembali Berkuasa di Indonesia, Tak Tinggal Diam, Ini Sederet Perlawanan di Berbagai Daerah!
Bandung Lautan Api. (Ilustrasi) Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun Dimulai Ketika Belanda Ingin Kembali Berkuasa di Indonesia, Tak Tinggal Diam, Ini Sederet Perlawanan di Berbagai Daerah!

Intisari-online.com - Pada tahun 1600-an Perusahaan Hindia Belanda (VOC) mulai menjajah sebagian Indonesia.

Bahkan setelah VOC dihapuskan pada 1796, pemerintah Belanda menguasai Indonesia kemudian menyebutnya Hindia Belanda.

Tindakan itu dimotivasi oleh keinginan Belanda, sebagai misi peradaban, karena saat itu orang Indonesia masih primitif.

Dengan dalih membawa peradaban, Belanda melakukan praktik kolonialisme.

Baca Juga: Diplomasi Selesaikan Konflik Indonesia-Belanda, Sosok Ini Dikenal Jadi Ujung Tombaknya, Pimpin Perundingan dengan Belanda hingga Lakukan Diplomasi Beras ke India

Selain itu, kekejaman, kekerasan, juga acab kali dilakukan pemerintah Belanda, seperti misalnya tahun 1621, saat menaklukka kepulaua Banda, dipimpi Jan Pieterszoon Coen.

Hampir seluruh penduduk dibunuh oleh pasukan Belanda, sebagian dideportasi ke ibu kota saat itu.

Sepanjang 1800-an Coen dipadang sebagai pahlawan oleh Belanda.

Hasilnya, patung dirinya didirikan di kota kelahirannya Hoorn, pada tahun 1893, dan diresmikan di hadapan menteri koloni Belanda, Baron van Dedem.

Baca Juga: Dampak Konferensi Meja Bundar 1949: Berubah Jadi Republik Indonesia Serikat, Indonesia Terbagi Jadi Beberapa Negara Bagian Tapi Tak Sampai Setahun Bubar

Tak sampai disitu, saking ngototnya Belanda ingin kuasai Nusantara, meski indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Belanda masih melakukan agresi militer 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947, setelah Indonesia dianggap melanggar perjanjian Linggarjati.

Kemudian, invasi kedua pada 19 Desember 1948 hingga 5 Januari 1949, perang itu menewaskan puluha ribu jiwa dan memiliki dampak politis.

Namun, penjajahan yang dilakukan Belanda itu pernah dikecam oleh rakyatnya sendiri.

Misalnya pada Juni 2020, lebih dari 200 orang protes untuk menurunkan patung Coen di Hoorn.

Ini bukan pertama kalinya tuntutan agar patung Coen digulingkan.

Pada tahun 2011, penduduk Hoorn menandatangani petisi yang menyerukan agar patung Coen disingkirkan dengan alasan bahwa tindakan yang dilakukan di bawah arahan Coen di Kepulauan Banda adalah genosida.

Pernyataan yang didukung oleh beberapa sejarawan.

Sebagai tanggapan, pada tahun 2012, dewan kota setempat memasang sebuah plakat di bagian bawah patung.

Baca Juga: Dampak Konferensi Meja Bundar 1949: Berubah Jadi Republik Indonesia Serikat, Indonesia Terbagi Jadi Beberapa Negara Bagian Tapi Tak Sampai Setahun Bubar

Plakat itu menyatakan bahwa Coen memimpin ekspedisi terhadap salah satu Kepulauan Banda dan "ribuan orang Banda kehilangan nyawa selama penyerangan tersebut".

Tapi plakat itu juga mencantumkan pernyataan bermasalah bahwa Coen dipuji sebagai administrator yang kuat dan visioner dan sebagian memuliakannya.

Titik nyala lain terjadi di Amsterdam, di mana coretan disemprotkan ke sebuah monumen yang didirikan pada tahun 1935 untuk mengenang JB van Heutsz, mantan gubernur provinsi Aceh di Indonesia dan gubernur Hindia Belanda.

Dari tahun 1899 hingga 1909, selama pemerintahan Van Heutsz, sekitar 22.000 orang Indonesia terbunuh .

Penolakan terhadap monumen Van Heutsz juga bukan hal baru.

Pada tahun 1962, mengacu pada pemerintahan kolonial Van Heutsz atas Indonesia, kata "Indonesia merdeka" dilukis di monumen tersebut.

Selain itu, menyusul protes terhadap monumen tersebut, pada tahun 2007, nama dan gambar Van Heutsz dicopot dari situ dan tugu tersebut berganti nama menjadi Monumen Indie Nederland ( Monumen Hindia Belanda-Belanda).

Terlepas dari protes seperti itu, banyak politisi masih terus mengagungkan atau memaafkan era kolonial.

Misalnya, menurut survei tahun 2019, 50 persen warga Belanda memandang kolonialisme Belanda sebagai sumber kebanggaan.

Baca Juga: Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun Dimulai Ketika Belanda Ingin Kembali Berkuasa di Indonesia, Tak Tinggal Diam, Ini Sederet Perlawanan di Berbagai Daerah!

Sebaliknya, hanya 6 persen orang yang disurvei memandang kolonialisme Belanda sebagai hal yang memalukan.

Lebih jauh lagi, yang mengkhawatirkan, lebih dari separuh individu yang disurvei memandang penjajahan Belanda menguntungkan atau tidak berbahaya bagi mereka yang berada di koloni Belanda.

Raja Belanda Willem-Alexander meminta maaf atas "kekerasan berlebihan" yang dilakukan oleh pasukan Belanda selama perang kemerdekaan Indonesia 1945-49.

Perang ini, yang merupakan upaya yang gagal oleh Belanda untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah proklamasi kemerdekaannya pada tahun 1945.

Mengakibatkan 5.000 kematian Belanda, 150.000 kematian Indonesia dan melibatkan pasukan Belanda memperkosa, menyiksa, dan mengeksekusi ribuan warga sipil Indonesia.

Pada tahun 2011 dan 2013, pemerintah Belanda meminta maaf atas dua pembantaian warga sipil Indonesia yang dilakukan oleh pasukan Belanda pada tahun 1946 dan 1947 yang dikenal dengan tragedi Rawagede dan pembantaian Westerling.

Terlepas dari permintaan maaf tersebut, tidak ada pemerintah Belanda yang pernah meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan oleh Coen, Heutsz, dan pasukannya, atau setiap kasus kekerasan kolonial yang dilakukan di Indonesia sebelum tahun 1945.

Demikian pula, tidak ada pemerintah Belanda yang meminta maaf atas penjajahan di Indonesia.

Artikel Terkait