Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun Dimulai Ketika Belanda Ingin Kembali Berkuasa di Indonesia, Tak Tinggal Diam, Ini Sederet Perlawanan di Berbagai Daerah!

Khaerunisa

Penulis

Bandung Lautan Api. (Ilustrasi) Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun Dimulai Ketika Belanda Ingin Kembali Berkuasa di Indonesia, Tak Tinggal Diam, Ini Sederet Perlawanan di Berbagai Daerah!

Intisari-Online.com - Tak cukup menjajah Indonesia selama ratusan tahun, kehadiran Belanda di Indonesia berlanjut dalam konflik Indonesia-Belanda selama 4 tahun, dimulai tahun 1945 hingga tahun 1949.

Meski Indonesia saat itu telah memproklamasikan kemerdekaannya, namun Belanda tak mau mengakuinya dan tetap ingin kembali berkuasa di Indonesia.

Pasukan Belanda datang kembali ke Indonesia pada bulan September 1945, taklama setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.

Saat itu, kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II menyebabkan hilangnya kekuasaan Jepang di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Permulaan Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun, Ini Cara Belanda Datang ke Indonesia di Awal Kemerdekaan RI

Kemudian, Inggris ditunjuk oleh aliansi Sekutu untuk melucuti serta memulangkan tentara Jepang di Indonesia.

Inggris pun membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) untukmelakukan tugas tersebut.

Kesempatan itulah yang digunakan pemerintah sipil Hindia-Belanda (NICA), untuk menyusup kembali ke Indonesia.

Mereka memboncengi kedatangan AFNEI, masuk melalui beberapa pintu wilayah Indonesia, terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Baca Juga: Saking Cintanya pada Drupadi, Bhima Sampai Rela Bunuh 100 Kurawa untuk Membalas Penghinaan kepada Drupadi

Kedatangan NICA di Indonesia mendapat penolakan dan perlawanan rakyatIndonesia di berbagai daerah yang ingin mempertahankan kemerdekaanRepublik Indonesia.

Berikut ini beberapa perlawanan rakyat di berbagai daerah merespon kedatangan kembali Belanda, melansir Kompas.com:

Pertempuran 10 November di Surabaya

Dalam buku 10 November 1945: Gelora Kepahlawanan Indonesia (1992) karya Berlan Setiadijaya, pertempuran di Surabaya dipicu oleh Insiden perobekan bendera di hotel Yamato dan tewasnya Mallaby (perwira Inggris).

Pada 10 November 1945, Sekutu memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya untuk menyerah dan memberikan persenjataan mereka kepada AFNEI.

Ultimatum tersebut diacuhkan oleh rakyat Surabaya dan mereka memilih bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kolonel Sungkono dan Bung Tomo membakar semangat bertempur rakyat melalui Radio Perjuangan.

Diperkirakan ribuan rakyat Surabaya meninggal dalam pertempuran ini.

Untuk mengenang keberanian rakyat Surabaya, tanggal 10 November dijadikan sebagai hari pahlawan.

Baca Juga: Peneliti Kaget Bongkar Peti Mati Berumur 600 Tahun, Tetapi Melihat Mayatnya Tidak Mengalami Pembusukan Sama Sekali, Setelah Diperiksa Hasilnnya Mengejutkan

Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa berlangsung pada 26 Oktober – 15 Desember 1945.

Latar belakang pertempuran ini adalah keinginan Sekutu untuk mengambil alih kota Ambarawa.

Hal tersebut ditentang oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR), mereka melakukan perlawanan terhadap pasukan Sekutu hingga mampu menahan beberapa tentara Sekutu.

Pertempuran terus berlanjut demi mengusir pasukan sekutu dari Ambarawa.

Pada 15 Desember, TKR berhasil memukul mundur pasukan Sekutu hingga ke Semarang.

Baca Juga: Orang Yahudi Abad Pertengahan di Inggris Sudah Mematuhi Hukum Halal dan Haram, Diungkap Melalui 2.000 Pecahan Alat Ini sebagai Bahan Penelitian

Pertempuran Medan Area

Dilansir dari buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, pertempuran Medan Area berlangsung dari 10 Desember 1945 – 10 Desember 1946.

Latar belakang terjadinya pertempuran ini adalah perampasan dan penginjakan lencana merah putih oleh pasukan Sekutu.

Selain itu, pasukan Sekutu juga mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Medan agar menyerah dan memberikan persenjataan kepada Sekutu.

Namun, ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Medan sehingga Sekutu melancarkan aksi militer pada 10 Desember 1945.

Rakyat Medan merespon tindakan tentara Sekutu dengan melakukan perlawanan.

Rakyat Medan yang tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia dan Komando Resimen Laskar Rakyat mengalami beberpa kesulitan dalam pertempuran sehingga mengharuskan mereka mundur ke arah Pematang Siantar.

Baca Juga: Ketika Jagoan Terbang Perang Dunia II yang Mampu Tembak Jatuh Puluhan Roket 'Diserang' oleh Ular Setinggi 15 Meter, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api berlangsung pada 24 Maret 1946.

Latar belakang terjadinya peristiwa ini adalah ultimatum tentara Sekutu yang memerintahkan pengosongan kota Bandung pada 24 November 1945.

Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menolak ultimatum tersebut dan bersiap untuk melakukan perlawanan di kawasan Bandung Utara.

A.H Nasution sebagai pemimpin pasukan tentara merundingkan rencana opsi perlawanan dengan Sutan Sjahrir selaku perdana menteri pada masa itu.

Sutan Sjahrir menolak opsi perlawanan dan memerintahkan tentara dan rakyat Bandung untuk mengungsi ke arah Bandung Selatan pada 24 Maret 1946.

Sebelum melakukan pengosongan kota, tentara dan rakyat Bandung melakukan pembakaran terhadap gedung-gedung penting agar tidak dapat digunakan oleh tentara Sekutu.

Peristiwa pembakaran tersebut dikenal dengan Bandung Lautan Api.

Itulah beberapa perlawanan rakyat di daerah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia ketika Pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda datang kembali ke Tanah Air.

Baca Juga: Terdengar Suara Bising Menyerupai Jet, Warga Heboh Tiba-tiba Muncul Semburan Api di Tengah Sawah

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait