Fenomena Belanja Lebaran
Intisari-Online.com - Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, banyak orang yang mulai berbelanja.
Ada yang berbelanja bahan makanan hingga baju Hari Raya.
Masalahnya, menjelang hari besar Umat Muslim itu, beberapa harga meningkat tajam.
Alasannya beragam. Ada yang tidak berjualan karena ingin mudik sampai stok yang memang berkurang.
Ada juga bahan makanan yang harganya naik karena menjadi incaran banyak orang.
Biasanya saat Lebaran, orang cenderung memasak dengan bahan dasar daging sapi, entah disemur, direndang, atau untuk gulai.
Saat itu harga daging sapi melonjak hingga Rp100.000 per kilogram.
Karena harga yang demikian tingginya, orang pun beralih ke daging ayam untuk bahan dasar masakannya.
Akibatnya karena banyak permintaan daging ayam, harga seekor ayam buras yang biasanya Rp35.000 melonjak menjadi Rp50.000.
Di saat Lebaran, orang menyajikan ketupat biasanya dengan sayuran bersantan.
Nah, kelapa parut di pasaran yang biasanya satu butir berharga Rp5.000 pun meningkat menjadi Rp10.000.
Kentang sebagai salah satu bahan dasar pembuatan sambal goreng pun melonjak hingga Rp14.000 per kg yang biasanya hanya sekitar Rp4.000 per kilogram.
Termasuk harga petai per papan yang biasanya hanya sekitar Rp2.000 menjadi Rp6.000.
Rasanya tidak masuk akal.
Apakah momen Lebaran yang menjadikan harga barang-barang tersebut naik sedemikian tingginya?
Namundiperhatikan, meskipun para pembeli setengah bersungut-sungut, mereka pun tetap membeli barang-barang tersebut.
Apa boleh buat, mereka tetap membeli dengan harga yang menurut mereka tidak masuk akal.
Karena, mereka pun tetap harus menyajikan masakan ketupat dengan teman-temannya saat Lebaran tiba.
Seperti opor ayam, semur daging, rendang daging, sambal goreng kentang atau krecek, dsb.
Memang demikianlah adanya. Ilmu ekonomi berlaku di semua sektor perekonomian.
Dalam hal ini adalah hukum permintaan dan hukum penawaran.
Hukum permintaan, yaitu harga barang akan mempengaruhi permintaan barang.
Jika harga naik jumlah permintaan akan naik, sebaliknya jika harga turun maka jumlah perminaan barang menurun.
Sementara dalam hukum penawaran, harga berbanding lurus dengan jumlah penawaran.
Jika harga tinggi, maka produsen berlomba-lomba menjajakan barangnya sehingga penawaran meningkat.
Sebaliknya jika harga turun maka produsen akan menunda penjualan atau menyimpan produknya di gudang sehingga jumlah penawaran akan berkurang.
Dalam hal ini berlaku asumsicateris paribus.
Artinya hukum permintaan dan hukum penawasan tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain harga tidak berubah atau dianggap tetap.
(Tatik)