Intisari-Online.com - Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta ke Pontianak jatuhpada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.40 WIB.
Pesawat itu mengangkut 62 jiwa. Rinciannya, 6 kru, 56 penumpang (46 dewasa, 7 anak, dan 3 bayi).
Dilaporkan pesawat Boeing 737-500 itu jatuh diantara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu 4 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Hampir 3 bulan setelah jatuh, penyelidik komite keselamatan transportasi nasional Indonesia melaporkan kabar terbarunya penyelidikannya.
Dilansir daritheguardian.com pada Jumat (2/4/2021), ada dugaan throttle otomatis tidak berfungsi danmenyebabkan pilot jet Sriwijaya Air kehilangan kendali.
Throttle adalah tuas untuk mengatur tenaga yang dikeluarkan mesin di pesawat.
Tempat throttle berada di tengah kokpit antara kursi pilot dan kopilot, karena dioperasikan oleh keduanya.
Penyelidik utama, Nurcahyo Utomo, mengatakan tuas throttle mesin kiri bergerak mundur dengan sendirinya saat autopilot diaktifkan, mengurangi output daya mesin itu sebelum jet jatuh ke laut.
Dia mengatakan pilot penerbangan sebelumnya telah melaporkan masalah dengan sistem throttle otomatis pada jet berusia 26 tahun itu.
Percakapan terakhir pilot dengan pengatur lalu lintas udara adalah sekitar empat menit setelah lepas landas, ketika kru menanggapi instruksi untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki (4 km).
"Perekam data penerbangan pesawat menunjukkan pesawat mencapai ketinggian 10.900 kaki (3,3 km) dan kemudian mulai menurun," kata Utomo.
Saat menggunakan autopilot, tenaga ke mesin kiri berkurang, sedangkan tenaga mesin kanan tetap stabil.
"Pilot berjuang untuk membawa pesawat itu ke atas, tetapi pesawat itu berguling ke sisi kiri," kata Utomo.
Semenit kemudian, perekam data menunjukkan throttle otomatis telah dilepaskan saat pesawat jatuh.
Perekam data penerbangan berhenti merekam beberapa detik kemudian.
Merekadapat memulihkan perekam data penerbangan pesawat yang jatuh.
Tetapi tidak dapat menemukan unit memori dari perekam suara kokpit, yang dapat memberi tahu penyelidik apa yang dilakukan pilot.
Rupanyamodul tersebut terpisah dari perekam suara selama kecelakaan itu.
Penyelidik bekerja dengan Boeing dan pembuat mesin, General Electric, untuk meninjau informasi dari perekam data penerbangan.
Sebuah tim dari Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS dan Administrasi Penerbangan Federal juga ikut serta dalam penyelidikan.
Diketahui sebelum jatuh hampir diketinggian11.000 kaki, pesawat tidak digunakan selama hampir sembilan karena pandemi virus corona.
Kecelakaan tersebut membuat kekhawatiran tentang keselamatan di industri penerbangan Indonesia.
AS sempat melarang maskapai penerbangan Indonesia beroperasi di negara itu pada 2007.Tapi mencabut tindakan tersebut pada 2016.
UE juga mencabut larangan serupa pada 2018.