Penulis
Intisari-Online.com -Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tampaknya mengikuti kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump.
Ini karena sejauh ini tidak ada sinyal bahwa Washington akan menghentikan kehadiran militernya di Suriah timur yang kaya minyak.
Meskipun Biden tahu penempatan pasukan AS ke Republik Arab tidak pernah diundang oleh Damaskus, atau diizinkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Bahkan baru-baru ini, militer AS telah mengangkut sekitar 40 teroris Daesh dari penjara al-Houl ke pangkalan al-Shadadi di pedesaan selatan provinsi Hasakah.
Hal itu dilaporkan kantor berita negara Suriah SANA pada hari Rabu (31/3/2021).
Perlu Anda tahu,teroris Daeshadalah organisasi teroris yang dilarang di Rusia dan banyak negara lain.
Dilansir darisputniknews.com pada Jumat (2/4/2021), badan tersebut menyatakan bahwa tiga helikopter militer AS dan tiga helikopter serang mendarat pada Selasa malam di pangkalan al-Shadadi.
Di antara mereka yang berada di dalam helikopter tersebut adalah dua teroris Irak, yang dilaporkan bertanggung jawab atas kekejaman yang dilakukan di Deir Ez-Zor (kota terbesar di timur Suriah).
Menurut laporan itu, penjara al-Houl di timur kota Hasakah dijalankan oleh Pasukan Demokrat Suriah, sebuah koalisi yang sebagian besar terdiri dari militan Kurdi yang didukung oleh Washington.
Menurut laporan media, pada Januari, helikopter militer AS secara teratur mengangkut sejumlah teroris Daesh dari penjara Hasakah di Ghuwayran dan al-Sena'a ke pangkalan Amerika di Irak.
Lebih dari 100 militan dilaporkan diangkut melalui udara dan diberi senjata sebelum dibebaskan.
Ada beberapa laporan selama beberapa tahun terakhir tentang dugaan militer AS yang membantu teroris di wilayah tersebut.
Sehingga tak heran, adapeningkatan jumlah serangan teroris di Suriah dan Irak.
Laporan yang muncul menuduh adanya dukungan persenjataan untuk kelompok teroris, mengingat kekuatan mereka di Suriah dan Irak telah berkurang.
Sementara para teroris disebar, pasukanAS ditempatkan di provinsi Al-Hasakah dan Deir ez-Zor, wilayah dengan ladang minyak dan gas terbesar.
Pihak berwenang Suriah secara konsisten menyatakan bahwa kehadiranpasukan AS di negara itu melanggar kedaulatan Suriah dan hukum internasional.
Pada akhir 2019, mantan Presiden AS Trump sempat enyitaan ladang minyak di timur laut Suriah dan menyatakan AS hadir di sana untukmengambil minyak."
"Satu-satunya alasan pasukan saya ada di sana adalah mengambil minyak. Mereka melindungi minyaknya," Trump mengulangi beberapa kali saat itu.
AS memulai operasi militernya di Suriah pada 2017 dengan dalih memerangi terorisme di negara tersebut.
Presiden Suriah Bashar al-Assad pada November 2019 menyebut tindakan AS di negara itu sebagai bandit negara.
Karena AS dinilai melakukan penjarahanterhadap sumber daya alam negara itu.