Intisari-Online.com - Hingga hari ini, Kamis (25/3/2021), lebih daridari 465.000 warga Suriah telah terbunuh dalam perang.
Ada lebih dari 1 juta orang terluka dan lebih dari 12 juta lainnya telah mengungsi.
Semua berawal ketika kurangnya kebebasan dan kesengsaraan ekonomi dan jutaan warga berunjuk rasa.
Pada tahun 2011, protes damai itu meletus menjadi kekerasan tak kala 15 anak laki-laki disiksa secara brutal dan ditahan.
Bahkan 1 di antaranya tewas.
Warga yang marah. Tapi pemerintah Suriah yang dipimpinoleh Presiden Bashar al-Assad lebih murka lagi.
Mereka membunuh ratusandemonstran dan memenjarakan lebih banyak lagi.
Kondisi negara yang caruk-maruk membuat Suriah jatuh dalam perang saudara Suriah.
Lalu tahun 2015, negara asing mulai memasuki medan pertempuran itu.
Rusia memasuki konflik pada 2015 dan telah menjadi sekutu utama pemerintah Assad sejak saat itu.
Lawannya adalahTurki, Qatar, dan Arab Saudi mendukung pemberontak anti-Assad.
ISIS ikut terlibat dalam pertempuran ini. Memaksa Amerika Serikat (AS) juga terlibat.
AS pun mengirimkan ribuan pasukan militernya ke Suriah. Tidak pro ataupu kontra. AS hanya mengincar ISIS dan mau memusnahkannya.
Kini, AS menjadi salah satu negara yang berkuasa di Suriah.
Puluhan tahun berperang di Suriah, mantan Presiden AS Donald Trump membuat pengumuman mengejutkan.
Di mana dia berencana memulangkan pasukan AS dari Suriah. Tapi bukan pulang ke AS melainkan dikirim ke Irak.
Tujuannya sama. Melawan ISIS juga.
Sekitar 1.000 pasukan AS ditarik dari Suriah.
Lalu 200 sampai 300 orang ditempatkan di pangkalan mereka di Tanf, perbatasan antara Yordania dan Suriah.
Apakah kepergian ribuan pasukan AS dari Suriah membawa dampak baik? Tidak juga!
Sebab, dilansir darimiddleeastmonitor.com pada Kamis (25/3/2021),Menteri Perminyakan Suriah Bassam Toma'a telah mengungkapkan bahwa sekitar 90 persen minyak Suriah berada di bawah kendali pasukan AS.
Hal itu disampaikan Aram News Network pada hari Jumat lalu.
"AS dan pengikut mereka bertindak seperti bajak laut," tegas Bassam Toma'a.
"Ini karena mereka menargetkan kekayaan minyak Suriah dan pasokan minyak."
"Padahal ada masa depan yang menjanjikan untuk industri minyak di perairan Suriah."
"Tapi membutuhkannya juga menjaga perdamaian dan keadaan logistik yang stabil."
Bassam Toma'a menyatakan bahwa total kerugian langsung dan tidak langsung dari sektor minyak Suriah telah melebihi 92 miliar Dolar AS.
Angka itu mencatatkan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya di Suriah terkait eksploitasi kekayaan dan persediaan.
Perlu dicatat bahwa kementerian perminyakan rezim Bashar Al-Assad telah menandatangani kontrak dengan perusahaan minyak Rusia Capital untuk mengeksplorasi minyak di lepas pantai gubernur Tartus dengan luas 2.250 km2.