Intisari-online.com -China diwakili oleh Menteri Luar Negeri Wang Yi Rabu lalu memulai perjalanan seminggu ke Timur Tengah.
Ia di sana diharapkan menekankan masalah nuklir Iran dan memperlama masa persekutuan.
Persekutuan yang dimaksud adalah dalam menghadapi sanksi Barat.
Pemberhentian Wang pertama adalah di Arab Saudi.
Selanjutnya ia akan mengunjungi Turki, Iran, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman.
Kemudian ia akan kembali ke Beijing 30 Maret.
Menurut Hua Liming, mantan duta besar China untuk Iran, menlu itu menargetkan "memperluas lingkaran pertemanan China dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara itu."
"China ingin mengirim pesan yang jelas ke AS jika mereka tetaplah pemain kunci di masalah nuklir Iran dan tidak mungkin menemukan solusi…tanpa keterlibatan China," ujar Hua.
Perjalanan itu dipicu setelah Wang bersama diplomat top China Yang Jiechi mengalami ketegangan dengan Menlu AS Antony Blinken dan dan penasihat keamanan nasional Jake Sullivan selama pembicaraan di Alaska.
Meski memiliki perbedaan mendalam, Blinken menyebut kedua belah pihak memiliki kepentingan bertolak belakang mengenai Iran, Korea Utara, Afghanistan dan perubahan iklim.
Wang akan menjadi pejabat paling senior China yang berangkat ke Iran sejak perjalanan Presiden Xi Jinping 2016 kemarin.
Perjalanan itu muncul sebagai langkah merevisi perjanjian nuklir 2015 yang telah mangkrak.
"China selama ini memerankan peran kunci dalam memotong perjanjian dengan Iran tahun 2015 lalu dan telah kooperatif dengan AS mengenai isu Iran," ujar Hua.
China menandatangani pakta itu dengan Iran bersama AS, Inggris, Rusia, Perancis dan Jerman.
Namun Washington meninggalkannya tahun 2018 lalu di bawah Donald Trump dan menerapkan kembali sanksi mereka kepada Iran.
Presiden Joe Biden mengatakan AS akan kembali bergabung jika Iran yang pertama berikrar atas komitmen di bawah kesepakatan itu.
Namun Teheran bersikeras Washington harus mengambil langkah pertama mengangkat sanksi mereka.
Wakil Menlu China Ma Zhaoxu telah berbicara dua kali tahun ini dengan Robert Malley, utusan Biden khusus untuk Iran.
"Isu Iran tetap menjadi area yang paling mungkin bagi AS dan China bekerjasama, bersama dengan perubahan iklim," ujar Hua.
Pandangan itu disebutkan serupa oleh Yin Gang, pakar hubungan Timur Tengah dengan Akademi Ilmu Sosial China.
Baca Juga: Makin Keras Kepala, Iran Tegaskan Sikap Terhadap Kesepakatan Nuklir, Sebut Sanksi AS Telah Gagal
Namun ia tidak mengharapkan akan terjadi gebrakan baru selama perjalanan Wang.
"Wang kemungkinan besar akan mencoba memediasi antara Teheran dan Washington, tapi juga Iran dan negara Arab.
"Ia telah berbicara mengenai mencapai dialog multilateral di area Teluk untuk menyelesaikan perbedaan," ujar Yin.
"Ini adalah hal-hal sulit untuk dicapai, tapi perjalanan Wang adalah tentang cara China menyampaikan mereka berupaya atas isu ini."
Bukan kebetulan juga perjalanan ini berjalan di tengah ketegangan antara sekutu Barat dan Beijing setelah AS, Uni Eropa, Kanada dan Inggris menghukum China mengenai pelanggaran HAM Muslim Uighur di Xinjiang.
Sanksi itu segera dibalas oleh Beijing dengan sanksi mereka pada para pejabat Uni Eropa.
"China kemungkinan melawan sanksi Barat dengan negara-negara yang sama-sama tidak senang," ujar Shi Yinhong, pakar hubungan internasional di Universitas Renmin di Beijing.
Wang Selasa setuju dengan Menlu Rusia, Sergey Lavrov, untuk "bekerja melawan sanksi".
Kunjungan ini juga disebut Hua sebagai cara Beijing memberi penghargaan bagi negara-negara yang telah mendukung kebijakan Xinjiang.
Ia menjelaskan China "sangat menghargai upaya mendukung mereka meskipun ditentang AS dan melihat kunjungan Wang sebagai "kesempatan bagus untuk menjalin hubungan lebih dekat".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini