Intisari-online.com - Tindakan kudeta yang dilakukan militer Myanmar masih menjadi perbincangan hingga kini.
Hampir dua bulan berlalu, militer tersebut masih memegang kendali pemerintahan negara.
Bahkan dalam laporan terbaru mereka merilis bukti bahwa pemerintahan yang mereka kudeta benar-benar bersalah.
Melansir Reuters pada Selasa (23/3/21), pemerintah militer Myanmar, merilis video yang merekam kesaksian mantan pemimpin Yangon, Phyo Min Thein.
Thein mengatakan dia mengunjungi penasihat negara Aung San Suu Kyi, berkali-kali dan memberikan uang tunai kepadanya, dengan pesan "kapanpun dia membutuhkan."
Selain uang tunai, Thein juga mengaku memberikan emas batangan dan sutra kepada Suu Kyi.
Pemerintah militer Myanmar juga merilis kesaksian walikota Naypyitaw, yang menuduh partai Koalisi Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi melakukan kecurangan.
Mereka menciptakan lebih banyak suara termasuk kota, dan memiliki lebih dari tiga kali lipat jumlah suara.
Sebelumnya, saluran TV pemerintah Myanmar MRTV pada 17 Maret menyiarkan informasi tentang pengembang real estat besar di negara tersebut.
Maung Weik, mengaku memberi Suu Kyi 550.000 dollar AS secara ilegal pada tahun 2019 dan 2020.
Suu Kyi ditangkap setelah kudeta 1 Februari dan saat ini ditahan di tempat yang tidak diketahui.
Militer Myanmar mengutip tuduhan kecurangan dalam pemilihan November tahun lalu untuk mendapatkan kendali negara dari pemerintah sipil.
Fraksi ini juga mengumumkan akan membuka penyelidikan korupsi terhadap Suu Kyi, Presiden U Win Myint dan banyak menteri Partai NLD.
Jika terbukti bersalah melakukan korupsi, Suu Kyi atau U Win Myint bisa menghadapi hukuman 15 tahun penjara.
Menurut AFP maupun Reuters via Channel News Asia Kamis (11/3/2021), Suu Kyi dituding menerima 11 kilogram emas.
"Kami baru saja mendapati Daw Aung San Suu Kyi menerima suap 600.000 dollar AS dan tujuh viesses emas. Komisi anti- korupsi tengah menyelidikinya," ujar dia.
Brigjen Zaw melanjutkan, junta militer menuding Presiden Win Myint dan beberapa anggota kabinet melakukan korupsi.
Bahkan dalam klaim junta, Presiden Win menekan komisi pemilihan agar tidak memproses laporan kecurangan dalam pemilu 2020.
Tuduhan ini terjadi di tengah bentrokan yang kembali terjadi antara aparat dan demonstran, dengan tujuh orang tewas.
Enam orang di antaranya terbunuh di kota Myaing ketika aparat mulai menembaki para demonstran.
Kabar kematian enam pengunjuk rasa itu diungkap salah satu peserta aksi yang ikut membawa jenazah korban ke rumah sakit.
"Padahal kami berunjuk rasa secara damai. Kami tak percaya penegak hukum seperti itu," ujar pria 31 tahun tersebut.