Intisari-Online.com -Jika berbicara penjahat perang, nama Adolf Hitler paling sering terucap, padahal Amerika Serikat sering 'mencicil' kejahatan perang dalam berbagai peperangan.
Ya, negara adidaya yang selalu mengagung-agungkan Hak Asasi Manusia (HAM) itu beberapa kali terbukti melakukan kejahatan perang.
Meski mungkin skalanya tidak sebesar aksi genosida yang dilakukan Nazi-nya Adolf Hitler terhadap bangsa Yahudi di Jerman.
Salah satu kejahatan perang yang pernah mencoreng wajah militer AS, bahkan dianggap sebagai yang terburuk, adalah tragedi My Lai.
Tepat pada 16 Maret 1968, satu peleton tentara Amerika Serikat melakukan pembantaian warga sipil di My Lai, dekat pantai utara Vietnam Selatan.
Peristiwa tersebut dirahasiakan selama hampir dua tahun sebelum kemudian dikenal sebagai Pembantaian My Lai yang bersejarah.
Melansir History, pada Maret 1968, satu peleton tentara dari Charlie Company menerima kabar bahwa gerilyawan Viet Cong berlindung di desa Son My, Quang Ngai.
Peleton tersebut pun memasuki salah satu dari empat dusun, My Lai 4, dalam misi pencarian dan penghancuran desa pada tanggal 16 Maret.
Para prajurit ini dipimpin oleh Letnan William Calley.
Sesampainya di My Lai, mereka tidak menemukan Viet Chong, tetapi justru penduduk desa yang tidak bersenjata.
Kebanyakan dari penduduk merupakan wanita, anak-anak, dan pria tua.
Sebelum diberangkatkan, para prajurit diinstruksikan oleh komando militer bahwa semua yang ditemukan di My Lai dapat dianggap sebagai musuh.
Para prajurit diperintahkan untuk menghancurkan desa tersebut.
Selain membunuh pria tua, wanita, dan anak-anak, para prajurit juga membantai ternak yang tak terhitung jumlahnya.
Mereka membakar desa hingga rata dengan tanah.
Pembantaian ini kemudian dilaporkan berakhir ketika seorang pilot helikopter Angkatan Darat Waran Hugh Thompson mendaratkan pesawatnya di antara para prajurit dan penduduk desa.
"Kami terus terbang bolak-balik dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menyadari sejumlah besar mayat di sana," kata Thompson pada konferensi My Lai di Tulane University pada tahun 1994 sebagaimana dikutip History.
Ia mengancam akan melepaskan tembakan jika para prajurit melanjutkan serangan mereka.
Thompson dan krunya kemudian membawa orang-orang yang selamat untuk mendapatkan perawatan medis.
Pada tahun 1998, Thomson dan dua anggota krunya menerima Medali Tentara, penghargaan tertinggi Angkatan Darat AS untuk keberaniannya dengan tidak melibatkan kontak langsung dengan musuh.
504 orang tewas
Setelah selesai, diketahui setidaknya 504 orang tewas dalam pembantaian ini.
Korbannya adalah 182 orang perempuan, 17 di antaranya tengah hamil, dan 173 anak-anak, termasuk 56 bayi.
Peristiwa My Lai pun kemudian ditutup-tutupi oleh perwira tinggi militer.
Rahasia ini terus terjaga hingga seorang tentara Ron Ridenhour yang mendengar laporan pembantaian ini tetapi tidak terlibat, berupaya mengungkapnya.
Setelah menulis surat ke Presiden Richard M. Nixon hingga beberapa anggota konres tanpa resnposn, Ridenhous melakukan wawancara kepada jurnalis investigasi Seymor Hersh.
Hersh pun mengungkap cerita ini pada November 1969.
Segera setelahnya, My Lai menjadi berita utama dan skandal internasional saat itu.
Sebuah tragedi yang kemudian mencoreng wajah militer AS sejadi-jadinya. Meski tentu saja pada akhirnya tak pernah membuat mereka bosan untuk mengulanginya di lain waktu, di lain negara.
(Vina Fadhrotul Mukaromah)