Serangan Tet, Saat Viet Cong Lancarkan 120 Serangan di 13 Kota dalam Satu Hari, Kalah Telak Tapi Sukses Paksa 'Satu Kaki' Militer Amerika Keluar dari Tanah Vietnam

Ade S

Penulis

Serangan Tet adalah salah satu tragedi dalam perang Vietnam yang paling berdarah bagi Viet Cong tapi justru paling memojokan posisi Amerika Serikat.

Intisari-Online.com -Serangan Tet adalah salah satu tragedi dalam perang Vietnam yang paling berdarah bagi Viet Cong tapi justru paling memojokan posisi Amerika Serikat.

Beberapa pihak bahkan meyakini serangan tet telah menjadi titik balik perang Vietnam yang mengarahkan AS dan sekutunya ke pintu gerbang kekalahan.

Padahal saat serangan Tet berhasil digagalkan oleh AS bahkan korban jiwa di sisi Viet Cong tak terhitung banyaknya.

Lalu, bagaimana bisa serangan Tet malah membuat AS merana dan membawa kaki mereka selangkah menuju kekalahan?

Baca Juga: Sambil Menitihkan Air Mata, Nenek Usia 94 Tahun Ini Terus Pegangi Baju Tentara Jepang Setiap Menjelang Tidur, Tak Disangka Kisah di Baliknya Sangat Tragis

Serangan Tet atau Tet Offensive adalah serangkaian serangan Vietnam Utara secara serentak di lebih dari 100 kota dan pos-pos terdepan di Vietnam Selatan.

Serangan ini dilakukan untuk memancing pemberontakan di antara penduduk Vietnam Selatan, dan mendesak Amerika Serikat (AS) segera angkat kaki dari Perang Vietnam.

Tentara AS dan Vietnam Selatan sebenarnya berhasil membendung serangan ini, tetapi pemberitaannya mengejutkan publik Amerika dan mengurangi dukungan mereka ke Perang Vietnam.

Sementara itu di kubu Vietnam Utara, Tet Offensive menandai titik balik dalam Perang Vietnam dan mereka berhasil meraih kemenangan meski harus dibayar dengan banyaknya korban jiwa.

Baca Juga: Kesabarannya Sudah Sentuh Ambang Batas dan di Ujung Tanduk, Vietnam Angkat Senjata Tanggapi Provokasi China, Siapkan Militer Sambut Sulutan Perang Maritim

Apa itu Tet Offensive?

Tet adalah hari libur besar dalam kalender Vietnam untuk merayakan tahun baru Imlek setiap 31 Januari.

Di perayaan-perayaan sebelumnya hari libur itu digunakan sebagai gencatan senjata informal antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara, termasuk sekutu komunis mereka di Vietnam Selatan, Viet Cong.

Namun pada awal 1968 sebagaimana dikisahkan History, komandan militer Vietnam Utara Jenderal Vo Nguyen Giap memilih tanggal 31 Januari tahun itu untuk melancarkan serangan besar-besaran.

Giap berbincang dengan Ho Chi Minh. Mereka yakin serangan itu akan membuat Tentara Republik Vietnam (ARVN) tumbang, dan memicu pemberontakan di antara penduduk Vietnam Selatan.

Jenderal Giap juga percaya aliansi antara Vietnam Selatan dan AS tidak kokoh, dan berharap serangan itu akan meyakinkan para petinggi "Negeri Paman Sam" untuk melepas Vietnam Selatan.

Kronologi Tet Offensive

Giap dan Tentara Rakyat Vietnam (PAVN) menyiapkan rencana besarnya dengan melancarkan serangkaian serangan pada musim gugur 1967, terhadap garnisun AS yang terisolasi di dataran tinggi Vietnam tengah dan sepanjang perbatasan Laos serta Kamboja.

Baca Juga: 3 Hari Setelah Rekannya Meregang Nyawa di Tangan Penjaga Pantai Malaysia, Nelayan Vietnam Malah Berperilaku Janggal saat Diciduk Petugas Indonesia

Kemudian pada 21 Januari 1968 PAVN mulai membombardir garnisun Marinir AS di Khe Sanh, yang berlokasi di jalan utama Vietnam Selatan menuju Laos.

Tapi ternyata serangan itu bukan manuver utama Giap. Saat Presiden Lyndon B Johnson dan Jenderal William Westmoreland memusatkan perhatian ke Khe Sanh, 70.000 pasukan Giap memulai serangan mereka yang sebenarnya, yakni Tet Offensive.

30 Januari 1968, pasukam Viet Cong menyerang 13 kota di tengah Vietnam Selatan tepat saat banyak keluara merayakan tahun baru Imlek.

Sekitar 24 jam kemudian pasukan PAVN dan Viet Cong menyerang sejumlah target lain di seluruh Vietnam Selatan, termasuk kota-kota, gedung-gedung pemerintahan, dan pangkalan militer AS atau ARVN di seantero Vietnam Selatan.

Total lebih dari 120 serangan dilakukan saat itu.

Salah satu momen paling ikonik adalah jebolnya Kedutaan Besar AS di Saigon, ketika satu peleton Viet Cong masuk ke halaman depan kompleks.

Pasukan AS berhasil menghancurkan armada Viet Cong itu, tetapi pengamat internasional termasuk warga AS terkejut bukan main melihat gambar-gambar pembantaian yang disiarkan televisi saat itu.

Pasukan Giap bisa dibilang berhasil membuat efek kejut, tapi jumlah tentaranya terlalu sedikit untuk serangan besar yang sangat ambisisus.

Baca Juga: Nasib Sial Dialami Nelayan Filipina, Hanya Karena 'Memancing' di Laut China Selatan, China Sampai Sita Peralatannya, Sikap Duterte Malah Tambah Tidak Jelas

Pasukan AS dan ARVN akhirnya berhasil memukul balik sebagian besar serangan itu dan membuat Viet Cong rugi besar.

Momen ikonik lainnya adalah perang lebih dari 3 minggu di kota Hue yang berlokasi di Sungai Perfume, sekitar 80 kilometer (km) di selatan perbatasan antara Vietnam Utara dan Selatan.

Pasukan PAVN dan Viet Cong menyerbu kota itu pada 31 Januari, dengan mudah menaklukkan pasukan pemerintah di sana dan merebut kendali benteng kuno kota.

Di awal masa pendudukannya di Hue tentara Viet Cong melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah, menangkap PNS, pemimpin agama, guru, dan warga sipil lainnya yang terkait dengan pasukan AS atau dengan rezim Vietnam Selatan.

Para korban disebut kontra-revolusioner, dieksekusi, dan jenazah mereka dikubur di kuburan massal.

Pasukan AS dan ARVN menemukan bukti pembantaian tersebut setelah merebut kembali kota pada 26 Februari.

Lebih dari 2.800 mayat ditemukan, 3.000 warga hilang, serta banyak kuil, istana, serta monumen-monumen lainnya yang hancur.

Salah satu duel terbesarnya terjadi di benteng kuno, di mana Vietnam Utara berjuang keras melawan daya ledak armada militer AS yang superior.

Adegan pembantaian itu direkam oleh banyak kru televisi di tempat kejadian. Hampir 150 Marinir AS tewas di Pertempuran Hue bersama korban di pihak Vietnam Selatan sekitar 400.

Sebaliknya di pihak Vietnam diperkirakan 5.000 prajurit terenggut nyawanya. Kebanyakan dari mereka terkena serangan udara dan artileri AS.

Titik balik

Meski menelan banyak korban jiwa dan gagal menginisiasi pemberontakan besar di kalangan orang-orang Vietnam Selatan, Tet Offensive justru menjadi keberhasilan strategis Vietnam Utara.

Sebelum Tet Offensive terjadi, Westmorelan dan para perwakilan lain dari pemerintahan Johnson sudah mengklaim akhir perang sudah dekat. Tapi dengan munculnya Tet, jelas bahwa perjuangan panjang masih terpampang di depan.

Kepercayaan diri mereka terkikis untuk memenangkan Perang Dingin, dan usulan Westmoreland meminta lebih dari 200.000 tambahan pasukan untuk melakukan serangan balasan, dipandang sebagai tindakan putus asa.

Sentimen anti-perang lalu meningkat di dalam negeri AS. Beberapa penasihat Johnson di Gedung Putih yang awalnya mendukung peningkatan kekuatan militer di Vietnam, kini beralih untuk mengurangi keterlibatan AS.

Dalam kondisi terdesak, Presiden Johnson pada 31 Maret 1968 kemudian menyerukan negosiasi untuk mengakhiri perang. Di saat bersamaan dia mengumumkan tidak akan mencalonkan diri lagi November tahun itu.

Keputusan Johnson itu menandai titik balik krusial dalam partisipasi AS di Perang Vietnam.

Meski perundingan damai terjadi berlarut-larut sampai 5 tahun berikutnya dan lebih banyak tentara AS tewas daripada tahun-tahun sebelumnya, Tet Offensive terbukti menjadi awal hari kelam tentara Paman Sam di Vietnam.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Perang: Tet Offensive, Hari Kelam Tentara Paman Sam di Vietnam", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/global/read/2020/09/22/183038570/kisah-perang-tet-offensive-hari-kelam-tentara-paman-sam-di-vietnam?page=all#page2.Penulis : Aditya Jaya IswaraEditor : Aditya Jaya Iswara

Artikel Terkait