Intisari-Online.com -Mantan hakim MA dan anggota Dewan Pengawas KPK, Artidjo Alkostar meninggal dunia pada Minggu (021/2/28) sore.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Artidjo sering dijuluki sebagai algojo.
Julukan itu dilontarkan oleh para koruptor saat dirinya masih menjabat Hakim Agung.
Julukan yang disematkan pada Artidjo itu, disebabkan oleh putusan Artidjo yang tak pernah ragu untuk memberikan hukuman berat pada koruptor yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor tanpa peduli pada peta kekuatan politik," kata Mahfud di akun Twitter resmi miliknya, Minggu sore.
Kompas.com merangkum sejumlah terpidana korupsi yang pernah mengajukan kasasi ke MA namun hukumannya justru diperberat oleh Artidjo.
Berikut beberapa koruptor yang dijatuhi vonis lebih berat oleh Artidjo:
1. Luthfi Hasan Ishaaq
Pada 2014 lalu, MA memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara serta mencabut hak politiknya.
Saat itu Artidjo yang menjadi Ketua Majelis Kasasi perkara Luthfi Hasan, menilai transaksi antara Luthfi dengan pengusaha sapi merupakan korupsi politik dan kejahatan yang sangat serius.
Adapun Luthfi sebelumnya divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Luthfi dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi.
Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.
2. Angelina Sondakh
Pada tahun 2013, MA memutuskan untuk memperbetat hukuman mantan politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Sebelumnya Angelina Sondakh divonis kurungan penjara 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Saat itu MA melalui Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo, menjatuhkan vonis 12 tahun penjara beserta denda Rp 500 juta kepada Angelina Sondakh.
Menurut majelis kasasi saat itu, Angelina Sondakh dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Angelina Sondakh terbukti menerima suap sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar AS dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atau yang dikenal dengan kasus Wisma Atlet.
Baca Juga: Mudah! Sembuhkan Sakit Kepala Rupanya Hanya Pijat Bagian Kaki Ini Saja
3. Atut Chosiyah
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mendapatkan hukuman lebih berat setelah mengajukan kasasi ke MA pada 2015.
Saat itu, MA menambah hukuman Atut dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara. Kasasi itu diputuskan berbeda oleh anggota majelis hakim yang terdiri dari Krisna Harahap, Surachmin, MS Lumme, Mohammad Askin dan Artidjo Alkostar.
Atut sebelumnya dijatuhi vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan setelah dinyatakan terbukti bersama-sama menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak, Banten.
4. Anas Urbaningrum
Di tahun 2015, MA menolak kasasi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Saat itu, MA justru memperberat vonis Anas dari kurungan penjara 7 tahun menjadi 14 tahun.
Majelis hukum yang memutuskan vonis pada Anas adalah Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
MA juga mengabulkan permintaan jaksa penuntut umum KPK yang meminta vonis Anas diperberat dengan pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan politik.
Meski sempat diperberat, Anas mengajukan putusan kembali (PK) pada MA di tahun 2018 lalu.
MA akhirnya menyetujui PK tersebut dan memotong hukuman penjara Anas sebanyak 6 tahun.
Kini MA memutusukan hukuman penjara Anas menjadi hanya 8 tahun.
Adapun Anas Anas didakwa mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat tahun 2010.
Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.
(*)