Armenia Alami Krisis Berkepanjangan Usai Gagal Pertahankan Nagorno-Karabakh, Ribuan Massa Berdemo Menuntut Pemimpinnya Mundur

Maymunah Nasution

Penulis

Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan

Intisari-online.com -Kekalahan Armenia melawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh rupanya masih membawa krisis identitas bagi Armenia.

Usai kalah perang, negara itu mengalami gonjang-ganjing politik.

Demo besar semakin marak, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan.

Sabtu (27/2/2021) pukul 19.30 waktu setempat, massa tiba di gedung parlemen dan beberapa orang mendirikan tenda, menurut pantauan korensponden AFP di lokasi.

Baca Juga: Tragedi Genosida Khojaly, 29 Tahun Berlalu, Kota Ini Sebenarnya Hanya Dihuni Warga Sipil yang Tidak Miliki Senjata

Sekitar 5.000 demonstran berada di sana pada hari sebelumnya, mendesak anggota parlemen agar segera bertindak.

"Pashinyan harus pergi demi negara kami, karena posisinya sangat lemah hari ini. Tidak ada yang menganggapnya serius," ujar Vera Simonyan (28) spesialis IT kepada AFP di demonstrasi tersebut.

Mantan PM Armenia Vazgen Manukyan yang ditunjuk oposisi untuk menggantikan Pashinyan berujar ke massa, dia berharap krisis politik dapat selesai dalam 2-3 hari.

Dia menambahkan, "Hari ini Pashinyan tidak punya dukungan. Saya meminta layanan keamanan dan polisi untuk bergabung dengan tentara, untuk mendukung tentara."

Baca Juga: Nagorno-Karabakh Masih Saja Dikunjungi Menteri Armenia, Presiden Azerbaijan Sudah Wanti-wanti, 'Kami Tidak Takut, Nanti Kalian Menyesal Buat Kami Marah'

Pashinyan tuding militer hendak lakukan kudeta

Nikol Pashinyan sempat menuding militer Armenia berusaha melakukan kudeta untuk menggulingkan dirinya.

Dia pun mengajak seluruh pendukungnya untuk turun ke jalan, menyusul ketegangan akibat kekalahan dari Azerbaijan dalam perang tahun lalu.

Sebelumnya, petinggi angkatan bersenjata menyerukan Pashinyan untuk mundur.

Baca Juga: Setelah Jadi Sasaran Amukan Massa dan Target Pembunuhan, PM Armenia Mengaku Bertanggung Jawab Atas Kekalahan dari Azerbaijan di Nagorno-Karabakh

Memunculkan perebutan kekuasaan di negara Kaukasus itu.

Dalam tulisannya di Facebook, Pashinyan langsung mengecam pernyataan militer itu dan menganggapnya sebagai percobaan kudeta.

"Saya menganggap ucapan itu sebagai upaya kudeta dari Staf Jenderal, dan mengundang pendukung kami untuk ke Lapangan Republik sekarang," ujar dia.

Pashinyan juga memecat kepala staf jenderal Onik Gasparyan sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan tersebut.

Baca Juga: 'Perdana Menteri Nikol Adalah Pengkhianat', Setujui Gencatan Senjata Nagorno-Karabakh, Ribuan Warga Armenia Justru Menuntut Perdana Menterinya untuk Mundur Dari Posisinya, Apa yang Terjadi?

Namun, Presiden Armenia Armen Sarkisian pada Sabtu (27/2/2021) menolak menandatangani perintah tersebut.

"Presiden republik, dalam kerangka kekuasaan konstitusionalnya, menolak rancangan keputusan itu karena keberatan," kata pernyataan kantor kepresidenan yang dikutip AFP.

Mereka melanjutkan, krisis politik tak dapat diselesaikan dengan seringnya mengganti personel.

Tak lama setelah penolakan tejadi, Pashinyan menulis di Facebook bahwa dia akan mengirim surat perintah itu sekali lagi ke kantor kepresidenen.

Baca Juga: Armenia-Azerbaijan Kembali Bergejolak, Satu Tentara Azerbaijan Tewas dalam Serangan Armenia

Menurut pria 45 tahun itu, keputusan presiden sama sekali tidak meredakan krisis.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait