Intisari-online.com - Kudeta Myanmar awal bulan ini, terdengar mengejutkan dan terjadi tiba-tiba.
Hanya dalam waktu singkat, militer Myanmar berhasil melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan sipil.
Sementara itu, fakta-fakta mengenai kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar terus ditemukan.
Salah satunya adalah dugaan Rusia terlibat dalam kudeta yang melibatkan pasukan militer itu.
Menurut Nikkei Asia, pada Sabtu (20/2/21), kudeta Myanmar mencerminkan hubungan dekat tentara Myanmar dan Rusia sebagai teman.
Banyak kendaraan militer ringan yang muncul di jalanan Myanmar sejak pertama kali kudeta dilakukan.
Kendaraan militer itu, sebagian besar adalah buatan Rusia menurut majalah Jepang Nikkei.
Serangkaian senjata militer Burma sebagian besar diimpor dari Rusia, mencerminkan hubungan erat militer Myanmar dengan Rusia, kata peneliti Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).
Pada periode 2010-2019, militer Myanmar memberi peralatan senjata Rusia senilai 807 juta dollar AS, menurut SIPRI.
Kendaraan militer buatan Rusia yang digunakan oleh tentara Myanmar pada saat kudeta, mungkin baru diserahkan oleh Moskow sekitar 2-3 tahun yang lalu.
Pembelian initidak pernah diumumkan oleh sumber resmi Myanmar, kata Siemon Wezeman, peneliti senior di SIPRI.
Beberapa diplomat Asia tidak terkejut dengan tanda Rusia dalam kudeta di Myanmar, menurut Nikkei.
Mereka mengatakan Jenderal Aung Hlaing, panglima tertinggi tentara Myanmar, adalah orang yang membangun hubungan pertahanan dengan Rusia selama beberapa dekade terakhir, untuk menghindari ketergantungan pada China .
Militer Myanmar telah melakukan strategi dengan membangun hubungan pertahanan dengan Rusia.
Untuk memperluas opsi pembelian senjata serta meningkatkan hubungan diplomatik antara kedua negara.
Dalam hal kerja sama, militer Myanmar tampaknya memiliki komitmen yang lebih komprehensif dengan Rusia.
Myanmar juga mendapat keuntungan dari fakta bahwa Rusia adalah kekuatan veto di Dewan Keamanan PBB.
Beberapa hari sebelum kudeta terjadi, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengunjungi Myanmar untuk menyelesaikan perjanjian untuk memasok peralatan senjata baru.
Di antaranya sistem rudal permukaan-ke-udara Pantsir-S1, pesawat terbang perawan Orlan-10E pengawasan tak berawak dan peralatan radar militer.
"Sebagai sahabat, Rusia selalu mendukung Myanmar di masa-masa sulit, terutama dalam empat tahun terakhir," media Rusia mengutip pernyataan Jenderal Aung Hlaing saat kunjungan Menhan Rusia.
Menurut media Myanmar, Jenderal Aung Hlaing sudah 6 kali mengunjungi Moskow, terakhir pada Juni tahun lalu, untuk merayakan ulang tahun ke-75 kemenangan atas Nazi Jerman.
Analis militer Myanmar mengatakan bahwa Jenderal Aung Hlaing beralih untuk membeli peralatan militer Rusia.
Pada saatmiliter secara bertahap memberikan kekuasaan kepada pemerintah sipil pada tahun 2011.
Jenderal Aung Hlaing ingin membangun tentara Myanmar yang kuat, bukan hanya kekuatan anti-pemberontak seperti yang telah terjadi selama beberapa dekade.
Menurut statistik SIPRI, Myanmar menghabiskan 2,4 miliar dollar AS untuk membeli peralatan senjata pada periode 2010-2019.
Di mana 1,3 miliar dollar AS digunakan untuk membeli senjata China dan 807 juta dollar AS untuk membeli senjata Rusia.
Pesawat tempur Rusia yang saat ini dimiliki oleh militer Myanmar antara lain MiG-29, SDu-30MK dan pesawat latih Yak-130.
China juga berkontribusi pada Angkatan Udara Myanmar dengan munculnya pesawat tempur JF-17.
Tidak seperti China, Rusia tidak campur tangan secara mendalam dalam urusan internal Myanmar, kata para ahli.
Sebaliknya, pemberontak di perbatasan utara Myanmar diyakini telah menggunakan berbagai rudal permukaan dan udara-ke-udara buatan China.
"Jenderal Aung Hlaing selalu waspada terhadap China. Dia melihat China sebagai ancaman potensial bagi Myanmar," majalah Nikkei mengutip seorang diplomat.