Sempat Alot Dibujuk AS, China Justru Langsung Lunak Jika Bergabung dengan ASEAN untuk Redamkan Kudeta Myanmar, Hanya Modus atau Tulus Membantu?

Tatik Ariyani

Penulis

Presiden China Xi Jinping - China sedang giat menyebarkan propagandanya ke dunia
Presiden China Xi Jinping - China sedang giat menyebarkan propagandanya ke dunia

Intisari-Online.com - Kudeta militer Myanmar masih belum berakhir hingga saat ini meski dunia mengecamnya.

Selain demo rakyat Myanmar untuk menentang kudeta, banyak negara menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan Myanmar.

AS menjatuhkan sanksi terhadap Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing, selaku pimpinan tertinggi saat ini dan beberapa petinggi militer lainnya.

AS memperingatkan sanksi ekonomi lebih banyak kemungkinan juga diberlakukan pada Myanmar, namun kudeta militer tak kunjung berakhir.

Baca Juga: Keterlaluan, Malaysia Diam-diam Bikin Kesepakatan dengan Militer Malaysia untuk Lakukan Hal Ini, AS dan PBB Sampai Khawatir

Sementara China, sempat dituduh mendukung rencana kudeta militer Myanmar.

Bahkan, China sempat menghadapi kecaman kerasdari rakyat Myanmar menyusul kegagalannya untuk mengutuk para pembuat kudeta.

Pengunjuk rasa berkumpul di depan Kedutaan Besar China di Yangon, menuntut China menolak untuk mendukung rezim militer.

Baca Juga: Militer Myanmar Mulai Gunakan Kekerasan, Satu Pengunjuk Rasa Tewas Tertembak, Saudaranya Ungkap Hal Ini

Kedutaan Besar China untuk Myanmar membantah mendukung kudeta militer dan mengatakan kondisi saat ini "sama sekali tidak seperti yang ingin dilihat China".

Duta Besar China Chen Hai mengatakan dalam jumpa pers pada Senin (15/2/2021), bahwa Beijing tidak mengetahui rencana junta mengembalikan kekuasaan.

Chen Hai juga mengatakan bahwa harapan China, semua pihak di Myanmar "dapat menangani masalah saat ini melalui dialog dan konsultasi yang baik serta membawa negara kembali ke jalurnya, secepatnya".

Dan kini China tampaknya menunjukkan keseriusannya dalam membantu menangani permasalahan di Myanmar tersebut.

Dalam panggilan telepon dengan mitranya dari Indonesia Retno Marsudi pada 19 Februari, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa Myanmar yang damai dan stabil penting bagi China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN),menurut SCMP.

Baca Juga: Bobotnya Bisa Capai 900 Kg, Inilah 'Babi Neraka' Spesies Seukuran Kuda Berahang Mirip Buaya dengan Gigi Setebal Pergelangan Tangan Manusia

"Gejolak yang sedang berlangsung di Myanmar tidak akan baik untuk kepentingan negara dan rakyat Myanmar, serta untuk kebaikan bersama di kawasan. Partai politik dan militer Myanmar memiliki tanggung jawab besar untuk stabilitas dan pembangunan negara", kata Wang.

“Kami berharap pihak-pihak di Myanmar akan bertindak untuk kepentingan fundamental dan jangka panjang negara dan negaranya, serta menyelesaikan masalah yang timbul secara damai, sesuai kerangka konstitusi dan hukum Myanmar. Pada saat yang sama melanjutkan proses demokrasi transisi di dalam negeri secara tertib,” tambah Menlu China.

Melansir 24h.com.vn, Sabtu (20/2/2021), Retno mengatakan bahwa Indonesia mendukung prinsip non-intervensi ASEAN tetapi siap untuk terlibat dalam "kontak konstruktif" dengan Myanmar untuk mengakhiri kekacauan dan melanjutkan transisi demokrasi.

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin pun sepakat untuk mengadakan pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN guna menyikapi krisis politik di Myanmar tersebut.

Baca Juga: Bencana Banjir Melanda Indonesia, Ternyata Beginilah Tragedi Banjir Paling Mengerikan Dunia Beserta Foto-fotonya, Simak Selengkapnya

Dalam panggilan telepon sebelumnya dengan Menteri Luar Negeri Brunei Erywan bin Pehin Yusof, Wang mengatakan Beijing mendukung keinginan ASEAN untuk memainkan peran konstruktif dalam masalah Myanmar.

China sangat berhati-hati dalam menanggapi kudeta 1 Februari di Myanmar ketika militer menangkap para pemimpin kunci dari partai NLD yang berkuasa.

Kudeta tersebut memicu protes luas dan gerakan pembangkangan sipil nasional dengan pemerintah militer Myanmar.

Sementara komunitas internasional mengutuk kudeta tersebut, Beijing tetap diam, mengutip kebijakan tidak ada campur tangan dalam urusan internal negara lain.

Artikel Terkait