"Ini tentunya menjadi langkah mundur dalam demokrasi Myanmar," tambahnya.
Jokowi kemudian melanjutkan, "Penting bagi semua melanjutkan menghormati prinsip ASEAN terutama pentingnya hukum, pemerintahan yang baik, demokrasi, HAM dan pemerintahan konstitusional."
Kedua pemimpin tersebut berbicara di tengah kritik tajam atas keduanya mengenai memimpin penurunan demokrasi di negaranya masing-masing, Indonesia dan Malaysia.
Kritik juga datang dari lembaga penelitian Asia Tenggara Lowy Institute, yang direkturnya Ben Bland mengatakan posisi Jokowi dan Muhyiddin lebih mengarah ke "khawatir mengenai dampak kudeta terhadap stabilitas regional daripada hasrat mempromosikan demokrasi dan HAM melampaui batas negara."
Tetap saja, respon mereka sangatlah kontras dibandingkan respon pemimpin ASEAN lain, kecuali Singapura.
Singapura menyatakan sangat khawatir atas kudeta tersebut.
Namun Thailand, Kamboja, dan Filipina telah menyebut kudeta tersebut sebagai isu internal.
Sedangkan negara satu partai Laos dan Vietnam tetap diam.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR