Hanya Berisi Terumbu Karang yang Mustahil Ditinggali Mengapa Kepulauan Spratly Diperebutkan 6 Negara Termasuk China yang Paling Ngotot!

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Kepulauan Spratly dengan sistem senjata yang telah China bangun
Kepulauan Spratly dengan sistem senjata yang telah China bangun

Intisari-online.com - Salah satu daya tarik yang sangat diperebutkan di Laut China Selatan adalah pulau Spratly.

Pulau ini memiliki 750 terumbu karang, dan diklaim oleh lima negara sekaligus, serta menjadi pusat perselisihan politik sejak 1900-an.

Kepulauan ini terletak di lepas pantai Filipina dan Malaysia.

Namun, wilayah ini menjadi rebutan6negara sekaligus, Filipina dan Malaysia, serta China, Vietnam, Brunei, dan Taiwan.

Baca Juga: Militer Berhasil Menguasai Myanmar, Siapa Sangka China Kena Getahnya Dituduh Bantu Militer Myanmar Lakukan Kudeta, Dari Sini Asal Tuduhannya?

Sementara itu, menjadi rebutan negara-negara itu sebenarnya apa yang ditawarkan oleh kepulauan Spratly sehingga banyak negara ngotot memilikinya.

Jika digabungkan kepulauan ini hampir tidak memiliki 4 kilometer persegi daratan yang tersebar di 450.000 kilometer persegi laut.

Hal ini membuat pembangunan infrastruktur di kepulauan ini sangat mustahil untuk dilakukan.

Namun, negara di sekitaran Pasifik terus menerus mengklaim pulau ini, termasuk China yang sangat ngotot ingin mengklaimnya.'

Baca Juga: Jadi Bukti Kuatnya Kerjasama China dengan Negara Eropa, Inilah Hypercar S9, 'Anak Pertama' Proyek Mobil Elektrik Belt and Road Initiative China

Tak hanya itu seja, sebagian negara yang melakukan klaim seperti China sampai melakukan intimidasi militer untuk mengamankan kepulauan ini.

Menurut Scientific American,Hal ini disebabkan oleh ekosistem laut yang kaya, cadangan gas dan minyak, dan lokasi yang ideal untuk strategi militer.

Untungnya, belum ada bentrokan militer berskala besar yang drastis antara keenam negara ini.

Namun, ada insiden yang lebih kecil di mana dua negara telah bentrok dan menggunakan kekuatan militer untuk menegaskan kepemilikan mereka atas pulau-pulau tertentu.

Sebagai contoh, tahun 2002, Tiongkok dan anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara menandatangani Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan.

Bertujuan untuk menyelesaikan sengketa teritorial dan yurisdiksi mereka dengan cara damai, tanpa menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan.

Melalui konsultasi persahabatan dan negosiasi oleh negara-negara berdaulat yang bersangkutan secara langsung.

Hal ini menimbulkan kebuntuan menegangkan yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Baca Juga: Logam Tanah Jarang, 17 Elemen Terlangka di Dunia yang Dikuasai China, Bikin AS Pasrah Mendaur Ulang Perangkat Bekas Demi Tetap Bisa Menggunakannya

Ketegangan meningkat ketika Kesultanan Sulu dari Filipina menyerang Kalimantan Utara pada awal Maret 2013.

Kalimantan Utara adalah bagian dari Sabah, negara anggota Malaysia yang mengklaim Kepulauan Spratly.

Ada beberapa alasan sejarah, politik dan ekonomi di balik klaim teritorial negara-negara ini atas Kepulauan Spratly.

Idealnya, Kepulauan Spratly harus pergi ke negara yang paling lengkap dan paling memenuhi syarat untuk mengembangkan sumber daya pulau secara berkelanjutan dan melindungi ekosistem laut yang beragam.

Namun, itu syarat kecil, pasalnya tidak satu pun dari lima negara yang terlibat dalam sengketa teritorial ini dikenal dengan teknologi hijau mereka.

Beberapa telah menyerukan intervensi militer oleh Amerika Serikat.

Negara-negara yang lebih kecil seperti Filipina, Malaysia dan Vietnam telah melawan intimidasi militer China selama 20 tahun terakhir.

Klaim historis China atas pulau-pulau itu lemah, namun, intimidasi militer yang kuat membuatnya menjadi pemain kunci dalam sengketa Kepulauan Spratly.

Beberapa orang berpendapat bahwa Filipina harus mengambil kedaulatan atas Kepulauan Spratly karena ia paling berhasil dan berpengalaman dalam memelihara ekosistem laut, ditambah pulau-pulau tersebut berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina.

Baca Juga: Nelayan Jepang Ketakutan Lantaran China Mengesahkan Undang-undang Maritim Baru dan Diketahui Mengerahkan Kapal Seberat 10.000 Ton dengan Meriam untuk Hal Ini

Filipina memiliki hampir 10% dari kawasan perlindungan laut (MPA) dunia, yang diciptakan sebagai tanggapan atas penangkapan ikan dengan sianida dan dinamit yang merajalela pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Tidak ada yang bisa melewatinya, memancing atau menyelam di KKP kecuali untuk melakukan penelitian ilmiah.

Dengan lebih dari 500 lokasi KKL di perairan Filipina, pemerintah dan militer sangat berpengalaman dalam menangani ekosistem dan pengelolaan laut.

Selain itu, KKP telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan konservasi yang besar.

Namun, Filipina bukanlah negara yang sempurna.

Terlepas dari keberhasilannya, masih ada masalah yang tersisa dalam politik Filipina yang harus diselesaikan agar dapat mengatasi sengketa Kepulauan Spartly secara efektif.

Perjanjian Damai Bersama Amerika Serikat-Filipina 1951 menyiratkan peran Amerika Serikat dalam menangani sengketa teritorial ini dan mendukung Filipina, tetapi sejauh ini Amerika Serikat tetap bersikap menyendiri.

MeskiFilipina masih sebagaisekutu terkuat Amerika Serikat di antara semua negara yang bersaing memperebutkan pulau itu.

Artikel Terkait