Anak Melebih-lebihkan Cerita? Stop! Ingat, Jangan Pernah Abaikan 8 Perilaku Anak-anak Seperti Ini! Perhatian Buat Orangtua

K. Tatik Wardayati

Editor

Perilaku anak berbohong jangan diabaikan.
Perilaku anak berbohong jangan diabaikan.

Intisari-Online.com – Mungkin Anda merasa lucu ketika mendapati anak sedang bercerita panjang meski Anda tahu itu bohong, atau anak mengumpat dengan bahasa ‘aneh’.

Apa yang mereka lakukan sebenarnya bukanlah lucu, tapi itu adalah perilaku yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Jangan sampai kebablasan, Anda harus memberikan pengertian pada anak-anak, mana perilaku yang seharusnya dan tidak seharusnya.

Mengasuh anak-anak secara efektif tidaklah mudah. Ada saatnya di mana mereka memiliki perilaku yang berpotensi mengganggu, bahkan membuat kita panik.

Baca Juga: Ini Tips Atasi Perilaku Anak yang Kerap Memukul, Salah Satunya dengan Mengabaikan

Misalnya, menolak untuk menyikat gigi sebelum tidur atau lambat memakai sepatu ketika hendak pergi ke luar rumah.

Masalah perilaku ini mungkin tidak membahayakan sekarang. Tetapi, kebiasaan yang kurang baik itu akan menghambat perkembangan dan kesejahteraan anak-anak.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana menanganinya, simak delapan masalah perilaku sederhana anak-anak yang tidak boleh diabaikan berikut ini.

Baca Juga: Bocah 11 Tahun Gemar Gigit Binatang: Awas! Suka Menyiksa Binatang Termasuk dalam 6 Tanda Anak yang Bisa Jadi Psikopat Saat Dewasa

1. Melebih-lebihkan cerita atau berbohong

Anak-anak bisa saja mengungkapkan cerita yang dilebih-lebihkan untuk menjelaskan sesuatu yang mereka alami.

Hal tersebut biasanya dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, atau pergi dari sesuatu yang mereka tidak ingin, atau untuk menghindari hukuman.

Anak-anak juga berbohong sebagai cara untuk mengeksplorasi sebab dan akibat.

Mereka mungkin penasaran untuk melihat apa yang terjadi ketika memutar cerita.

Menurut seorang manajer layanan di Kinderhey Centers, Tauny Banta, penting bagi orangtua bertindak dan membantu anak-anak mengembangkan kebiasaan untuk berkata jujur.

Selain tidak pantas secara sosial, berbohong dapat membuat anak-anak tumbuh tanpa memahami makna dari konsekuensi dan hal tersebut menempatkan mereka dalam bahaya.

Banta menyarankan kita supaya memahami motivasi anak-anak. Kita juga harus memberikan pengertian, bahwa kebohongan akan memiliki dampak yang harus diterima.

Baca Juga: Tukang Bubur Pembunuh Bocah di Bogor Diduga Pedofil: Waspada, Inilah Ciri Anak yang Sudah Jadi Korban Pedofil

2. Menginterupsi

Banyak orangtua yang membiarkan anak menginterupsi karena rasa sayang atau merasa kasihan.

Tetapi, kebiasaan memotong pembicaraan dapat berdampak negatif. Banta mengatakan, orangtua perlu memberitahu anak bahwa interupsi adalah sesuatu yang mengganggu dan mengajarkan bagaimana caranya untuk menunggu.

Berikanlah contoh saat melakukan percakapan dengan anak. Misalnya, jika anak sedang menceritakan kisah yang bertele-tele, usahakan jangan menyelanya.

Tetapi, jika kita sudah terlanjur melakukannya, segeralah meminta maaf.

Banta juga menyarankan kita untuk mengajarkan anak-anak bagaimana dengan hormat menginterupsi pembicaraan seseorang dengan mengatakan permisi.

Jangan lupa untuk memberi pujian ketika kita melihat mereka berlatih keterampilan baru.

3. Perhatian yang berbeda

Dalam keluarga dengan lebih dari satu anak, dinamika anak yang keras kepala dengan anak yang patuh dapat muncul.

Baca Juga: Perhatikan! Ini 6 Tanda Anak Anda Mungkin Akan Jadi Psikopat Saat Dewasa, Salah Satunya Suka Berbohong Tanpa Menyesal

Anak-anak yang keras kepala sering kali mendapatkan perhatian paling besar berdasarkan sifat perilaku mereka.

Sementara itu, anak yang patuh adalah individu yang diharapkan untuk selalu mengikuti aturan di dalam keluarga.

Ketika dinamika ini hadir, Banta mengatakan anak yang patuh mungkin juga dapat membuat perselisihan dengan saudaranya yang keras kepala.

"Anak yang keras kepala memiliki respons besar terhadap hal ini. Orangtua sering mengatasi respons anak yang keras kepala dan membuat anak yang patuh luput dari perhatian," katanya.

"Misalnya, anak yang patuh mengambil mainan anak yang keras kepala. Lalu, anak yang keras kepala tersebut menanggapinya dengan memukul anak yang patuh," sambung dia.

Biasanya, orangtua memarahi anak yang keras kepala dan memaksanya untuk meminta maaf, tapi lupa mengatasi anak patuh yang telah merampas mainan.

Menurut Banta, akar penyebabnya di sini adalah perhatian. Jadi, selalu pastikan semua anak mendapatkan perhatian yang sama.

Mengatasi perilaku ini lebih awal tidak hanya akan mengurangi persaingan saudara kandung, tetapi juga mengajarkan untuk tidak membuat perselisihan dalam mendapatkan perhatian.

Baca Juga: Hari Kasih Sayang: Ini Ciri Anak yang Bukan Hanya Sehat, Tapi Juga Cukup Kasih Sayang

4. Ketidaksabaran

Pada anak-anak kecil, ketidaksabaran mungkin dipandang sebagai hal yang wajar.

Tetapi, dokter anak Harvey Karp, MD, yang merupakan pendiri Happiest Baby mengatakan, itu tidak berarti kita harus mengabaikannya.

Ketidaksabaran dapat tumbuh menjadi perilaku impulsif, kurangnya disiplin diri, dan masalah sosial seperti menolak untuk berbagi di taman bermain.

Karp merekomendasikan, agar orangtua mempraktikkan "pelatihan kesabaran" untuk menanggapi tuntutan anak, baru kemudian memberikan yang diinginkan.

Sebagai contoh, anak kita yang berusia dua tahun meminta camilan ketika kita sedang membuat makan malam.

Alih-alih langsung memberikan camilan, berhentilah sejenak dan katakan kepadanya untuk menunggu.

Selanjutnya, berpalinglah dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu yang lain. Akhirnya, berikan camilan dan puji dia karena sudah mau menunggu.

"Menunggu sedikit dan kemudian memberikan apa yang diinginkan oleh anak-anak mengajarkan mereka, bahwa menunggu tidaklah sulit," terangnya.

"Ditambah lagi, hal itu mengajarkan anak-anak supaya dapat mengandalkan ibu atau ayah untuk menepati janjinya," lanjut dia.

Baca Juga: Ini 5 Tanda Anak Anda Mungkin Sedang Bermasalah, Salah Satunya Perubahan Kelompok Pertemanan

Jangan diabaikan bila perilaku anak seperti ini.
Jangan diabaikan bila perilaku anak seperti ini.

5. Memukul atau menggigit

Anak-anak hampir tidak memiliki kontrol impuls, sehingga mereka mudah sekali untuk memukul atau menggigit anak lain.

Ini adalah contoh yang tidak baik karena membiarkan seorang anak tumbuh dengan sesuatu yang bisa menjadi masalah yang jauh lebih besar di masa mendatang.

Tentu saja, mengabaikan perilaku anak-anak yang suka memukul atau menggigit dapat memiliki konsekuensi fisik negatif dan kita harus menghentikannya segera.

Seorang pakar perkembangan anak, Laura Froyen, PhD, mengungkapkan, jika kita mengabaikan perilaku ini, maka anak-anak bisa melukai orang lain dan menciptakan sifat agresi.

Perlu diingat, otak anak-anak kecil sedang dibangun dalam setiap pengalaman.

Jadi, setiap kali mereka melakukan sesuatu yang berbahaya tanpa konsekuensi atau intervensi orang tua, mereka belajar bahwa perilaku itu baik-baik saja.

"Kita ingin mencegah atau memblokir sebanyak yang kita bisa untuk kontrol impuls ke otak mereka," kata Froyen.

Bicarakan dengan anak-anak kita untuk tidak menggunakan tangan atau kaki dalam mengekspresikan kemarahan.

Baca Juga: Jangan Diam Apalagi Tertawakan Anak yang ‘Siksa’ Orangtuanya saat Kesal. Dampaknya Mengerikan

6. Mengabaikan orangtua

Pernah memanggil nama anak beberapa kali dan mereka sama sekali tidak peduli?

Menurut Froyen, ini berarti anak-anak mengabaikan kita. Tetapi, hal itu mungkin disebabkan karena produk dari otak mereka yang sedang berkembang.

Anak-anak kecil kadang belum bisa memahami apa yang harus dilakukan karena asyik dengan mainan.

Namun sekali lagi, ini adalah perilaku yang harus diperhatikan.

Alasan kita tidak boleh membiarkan anak-anak mengabaikan kita karena itu dapat membuat kita frustrasi dan kemudian menjadi reaktif, lalu akhirnya berteriak.

Jadi, yang terbaik adalah terhubung terlebih dahulu. Bergabung dengan dunia mereka, mendapatkan perhatian mereka, dan kemudian memberikan arahan.

Atau bahkan lebih baik, menunggu sampai mereka secara alami melihat ke atas dan melakukan kontak mata dengan kita.

Baca Juga: Orangtua Bercerai, Anak yang Jadi Korbannya

7. Tidak menghormati batasan

Anak-anak harus memahami untuk tidak melakukan sesuatu hal jika mereka disuruh untuk berhenti.

Misalnya, mereka sudah tidak boleh menggelitik temannya jika disuruh berhenti.

Persetujuan adalah bagian penting dari kehidupan dan itu adalah tugas kita untuk mengajarkannya kepada anak-anak ketika mereka masih kecil.

Kita perlu menjelaskan mengapa penting untuk berhenti ketika orang lain memintanya. Kita harus memberi contoh juga pada anak.

Jadi, ketika kita menggelitik anak-anak dan mereka meminta untuk berhenti, segera berhenti agar mereka tahu dan menghormati batas-batas pribadi mereka.

8. Mengumpat

Setiap orangtua kemungkinan akan mendengar anak-anaknya mengumpat pada suatu waktu.

Meskipun awalnya mungkin lucu, ini juga saat yang tepat untuk mengajari konteks kata-kata yang bisa dilontarkan dan yang tidak pantas.

Baca Juga: Catatan Penting untuk Orangtua! Jangan Pernah Abaikan 7 Perilaku Berbahaya pada Anak Ini

Misalnya, tidak apa-apa untuk bertanya kepada orang dewasa apa artinya sebuah kata, tetapi jangan menggunakan tersebut saat sedang marah.

Untuk menghentikan mereka menggunakan kata-kata yang tidak pantas, berhati-hatilah dalam bicara.

Kita bisa mengajari anak-anak kata-kata kuat, bukan umpatan, karena sering kali mereka hanya ingin bermain dengan bahasa baru dan menyampaikan kekuatan perasaan mereka.

Jangan pernah bosan, ketika Anda harus mengulang-ulang melakukan itu semua demi anak-anak. (Ryan Sara Pratiwi)

Baca Juga: Perilaku Anak Jahat? Begini Cara Menolongnya Agar Berperilaku Lebih Baik

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait