Advertorial

Jadi Buronan Paling DIcari di Dunia, Gembong Narkoba Asia Sekelas El Chapo, Tse Chi Lop Akhirnya Ditangkap, Begini Riwayat Kejahatannya

Tatik Ariyani

Editor

Intisari-Online.com -Seorang gembong narkoba kelahiran China telah ditangkap oleh otoritas Belanda.

Pria itu, Tse Chi Lop dituduh memimpin operasi narkotika multi-miliar dolar.

Warga negara Kanada tersebut ditahan di Bandara Internasional Schipol Amsterdam pada hari Jumat, menurut Polisi Federal Australia (AFP).

Sebelum penangkapannya, Tse adalah salah satu buronan paling dicari di dunia.

Baca Juga: Hampir Semua Presiden Amerika Tak Mengampuni Dosanya, Penjahat Ini Malah Mendapat Ampunan Donald Trump, Langsung Menagis Mengetahuinya

Melansir CNN, Minggu (24/1/2021), pihak berwenang menuduh bahwa Tse, 57, adalah pemimpin Sindikat Sam Gor, yang bisa dibilang melakukan operasi perdagangan narkoba terbesar dalam sejarah Asia.

Para ahli mengatakan dia berada di tingkat yang sama dengan gembong narkoba terkenal El Chapo dan Pablo Escobar.

"Pentingnya penangkapan Tse tidak bisa dianggap remeh. Ini besar dan (sudah) lama terjadi," kata Jeremy Douglas, Perwakilan Regional Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) di Asia Tenggara dan Pasifik.

Perdagangan metamfetamin di Asia diyakini bernilai antara $ 30 miliar dan $ 61 miliar setahun, dan Sam Gor, yang kadang-kadang hanya disebut sebagai "Perusahaan", diduga merupakan pemain terbesarnya.

Baca Juga: Dari Larisnya 'Wisata Seks' hingga Maraknya Narkoba, Dubai Benar-benar Menjelma Jadi Las Vegas Usai Uni Emirat Arab Normalisasi Hubungan dengan Israel

Organisasi tersebut dituduh menjalankan bisnis narkoba di sebagian besar hutan yang tidak diawasi di Myanmar.

Dari sana, Sam Gor diduga dapat memperoleh bahan kimia prekursor dalam jumlah besar, bahan untuk membuat obat sintetis, dan kemudian menyalurkannya ke seluruh wilayah, ke pasar terdekat di Bangkok, juga ke pasar yang lebih jauh di Australia dan Jepang, kata penegak hukum.

Sam Gor diduga memiliki anak buah yang bekerja di seluruh dunia, seperti di Korea Selatan, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat.

Keberadaan kelompok tersebut terungkap pada tahun 2016 setelah seorang pengedar narkoba Taiwan ditangkap di Yangon, Myanmar.

Investigasi polisi lebih lanjut mengungkapkan bahwa organisasi itu, pada 2018, menghasilkan antara $ 8 miliar dan $ 17,7 miliar dari hasil ilegal setahun.

AFP mengatakan surat perintah dikeluarkan untuk penangkapan Tse pada 2019 sehubungan dengan operasi yang menargetkan Sam Gor.

Baca Juga: Tiga Puluh Tahun Kasusnya Tidak Terselesaikan, Kematian Misterius Biarawati Ini Akhirnya Diusut Tuntas, Temuan Mengerikan Biro Investigasi Menuntun Pada Tindakan Haram Pastor di Biara India Ini

"Sindikat tersebut menargetkan Australia selama beberapa tahun, mengimpor dan mendistribusikan narkotika ilegal dalam jumlah besar, mencuci keuntungan di luar negeri dan hidup dari kekayaan yang diperoleh dari kejahatan," kata AFP dalam sebuah pernyataan.

Tse diduga menjalankan operasi bernilai miliaran dolar dari Hong Kong, Makau, dan Asia Tenggara.

Tapi namanya - atau keberadaannya - tidak diketahui publik sampai dia diungkapkan oleh investigasi Reuters yang diterbitkan pada 2019.

Juru bicara kepolisian Belanda Thomas Aling mengatakan Tse diperkirakan akan diekstradisi setelah menghadap hakim.

Ini bukan pertama kalinya Tse berurusan dengan penegakan hukum.

Tse mengaku bersalah atas tuduhan kejahatan narkotika di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara.

Baca Juga: Inilah Kecanggihan ‘The Beast’ Mobil Kepresidenan yang Digunakan Joe Biden dan Pernah Dipakai Donald Trump, Mobil Teraman di Dunia dengan Tangki Bahan Bakar Dilapisi Baja

Rincian seputar kasus itu terbatas karena masih disegel, tetapi sumber itu mengatakan Tse dibebaskan pada 2006 dan kembali ke Kanada sebelum pindah ke Hong Kong.

Sementara Douglas dari UNODC memuji penangkapan Tse, dia mengatakan lebih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan para gembong narkoba tidak dapat mengambil keuntungan dari pengawasan pemerintah yang buruk di daerah-daerah di Myanmar dan Laos.

"Meskipun mengesampingkan masalah kepemimpinan sindikat, kondisi yang secara efektif mereka gunakan di kawasan itu untuk berbisnis tetap tidak terselesaikan, dan jaringan tetap ada," katanya. "Banyak informasi sulit yang akan keluar."

Artikel Terkait