Penulis
Intisari-online.com -Tahun 1992, tepatnya pada 27 Maret di Biara Hostel St. Pius X selatan India, jasad seorang biarawati ditemukan.
Sandalnya tercecer di lantai dapur biara, satu di dekat pintu masuk, satu di dekat lemari pendingin.
Kerudung putihnya ditemukan tersangkut di pintu, dan botol terbuka berisi air bocor ke lantai, di pojok ruang ada sebuah kapak.
TKP tersebut ditemukan oleh petugas polisi dan digambarkan dalam dokumen pengadilan yang kemudian diulas lagi oleh CNN.
Hingga akhirnya di hari yang sama mereka temukan jasad Suster Abhaya di sumur terdekat di biara India, kota Kottayam, Kerala.
Setelah dilakukan visum pada tubuhnya ia memiliki tanda kuku di kedua sisi lehernya dan dua luka robekan di kepalanya.
Tubuhnya mengalami berulang kali abrasi dan ia juga mengalami retak di tengkoraknya.
Meski begitu, tidak ada yang membawa kasus kematian misterius biarawati itu ke pengadilan sampai 27 tahun lamanya.
Alih-alih yang mengikutinya hanyalah bertahun-tahun investigasi tanpa hasil dengan bumbu-bumbu korupsi.
Sampai akhirnya akhir Desember lalu, putusan bersalah diberikan kepada seorang pendeta dan biarawati yang telah menutupi hubungan ilegal mereka.
Pengadilan menemukan Suster Abhaya telah memergoki mereka bermesraan sampai berhubungan badan di dapur, dan keduanya membunuhnya untuk menutupi dosa hubungan terlarang tersebut.
Akhirnya keduanya dihukum hukuman penjara seumur hidup.
Namun satu pertanyaan dari keluarga Suster Abhaya: "mengapa perlu waktu yang sangat lama?"
Pertanyaan itu wajar ditanyakan, mengingat hampir 30 tahun keadilan itu baru tercapai.
Investigasi gagal
Saat ia meninggal dunia, Suster Abhaya adalah mahasiswa di kampus yang dijalankan oleh Gereja Katolik Knanaya di Kottayam, rumah bagi 1.8 juta orang waktu itu.
Di antara populasi mayoritas Hindu di India, 2.3% menganut Kristen, sebuah angka yang tidak berubah selama lebih dari 20 tahun, tapi Kerala memiliki komunitas Kristen yang besar, sekitar 18% dari warganya.
Menurut Biro Investigasi Pusat India (CBI) yang mengusut kasus itu, Suster Abhaya bangun pukul 4:15 pagi saat ia dibunuh.
Ia masuk dapur untuk mendapat air segar dan temukan Bapa Thomas Kottoor dan Suster Sephy lakukan tindakan asusila di dapur.
Kottoor adalah guru psikologi dan Sephy merupakan biarawati yang bertanggung jawab di hostel biara tempat itu.
Malam sebelum pembunuhan, jaksa mengatakan pendeta bermalam di kamar Sephy di lantai dasar hostel dekat dapur.
Kemudian saat mereka sadar biarawati mudah berada di posisi menjanjikan, pasangan itu memukul belakang kepalanya dengan kapak kecil yang disimpan di dapur, lalu membuang tubuhnya di sumur hostel.
Namun rincian yang terjadi saat itu tidak muncul sampai bertahun-tahun lamanya, setelah keluarga Abhaya menekan untuk terus lakukan penyelidikan.
Investigasi pertama dibuka oleh Kantor Polisi Kottayam Barat yang temukan ia bunuh diri, dan ayah Abhaya tidak sepakat akan hal itu lalu meminta CBI untuk mengusutnya.
Baca Juga: Berpenampilan Bak Biarawati, Sejatinya Mereka adalah Suster yang Percaya Keajaiban Daun Ganja
Mereka mulai mengusut di tahun 1993, tapi 12 tahun tidak ada yang didakwa apapun atas kematiannya, dan antara 1993-2005m CBI mengajukan 4 laporan, termasuk 3 petisi penutupan kasus, mendesak Kepala Magistrasi Yudisial menutup kasus itu.
Laporan pertama mereka sepakat dengan polisi Kottayam jika penyebabnya adalah bunuh diri karena tenggelam, yang ditolak oleh Kepala Magistrasi Yudisial, kasus pun dibuka kembali.
Laporan kedua tidak jelas apakah pembunuhan atau bunuh diri, dipublikasikan tahun 1996 dan ditolak.
Laporan ketiga di tahun 1999 menyatakan hal ini adalah pembunuhan tapi tidak menyertakan pelaku, yang masih ditolak.
Laporan lain diajukan tahun 2005, kasus 'tidak bisa dilacak' karena mereka tidak bisa temukan siapa pelakunya, hal ini juga ditolak.
Kemudian investigasi dipindahkan dari CBI cabang New Delhi ke CBI di selatan kota Cochin di Kerala.
Hingga akhirnya di tahun 2009 CBI menangkap Bapa Kottoor dan Suster Sephy sebagai pelaku pembunuhan, dan juga pendeta lain, Bapa Jose Poothrikkayil, yang juga terlibat.
Sidang untuk kedua pelaku utama dilakukan pada 5 Agustus 2019, dan menurut CBI, Suster Sephy lakukan hymenoplasy, sebuah 'mark up' untuk membentuk himennya, sehari sebelum ia ditangkap di tahun 2008, untuk tunjukkan ia masih perawan.
Di pengadilan, jaksa menuduh petugas polisi dari Kottayam menghancurkan bukti dan dokumen investigasi.
"Masuk akal Bapa Kottoor mengontrol di sekitarnya dengan uang dan lain sebagainya dan meminta kepatuhan pendeta, biarawati lain," ujar jaksa itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini