Intisari-online.com -Agen intelijen Amerika Serikat, CIA, adalah kelompok rahasia yang kerap melakukan aksi mengerikan.
Salah satunya adalah menangani para teroris di dunia.
Namun setelah cara mereka menangani para tersangka teroris ini, banyak yang mengkritik cara AS menjadi penegak hukum internasional.
Pasalnya, kondisi yang ada malah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan AS untuk negara lain.
Para pelaku terorisme tersebut ditangkap kemudian dibawa ke kamp hukuman di Teluk Guantanamo, Kuba.
Tahun ini menjadi 19 tahun sejak kamp hukuman itu dibangun dan dijadikan tempat penahanan para penjahat "perang teror".
Guantanamo digambarkan dengan gambaran laki-laki dengan baju oranye, dibelenggu saat mereka 'diproses' ke dalam sangkar Camp X-Ray.
Camp X-Ray adalah fasilitas sementara pertama untuk "pejuang musuh" di Guantanamo.
Namun kekejian Guantanamo lebih dari itu, seperti diceritakan oleh seorang tahanan di sana, Abu Zubaydah.
Abu Zubaydah adalah seorang tahanan yang ditangkap dalam pertempuran senjata di Faisalabad, Pakistan, pada Maret 2002.
Nama aslinya adalah Zayn al-Abidin Muhammad Husayn, yang ditangkap atas tuduhan jika ia seorang jihadis dan terlibat dalam serangan 9/11 di Amerika Serikat, serta menjadi anggota Al Qaeda.
Tuduhan dimulai pada Maret 2000 saat pejabat AS melaporkan jika Zubaydah merupakan tangan kanan Osama bin Laden, serta mantan kepala kelompok Jihad Islam di Mesir, dan kekuatannya terus tumbuh dan berperan dalam serangan kedutaan Afrika Timur.
Namun Abu Zubaydah ternyata adalah sosok tidak bersalah yang ditahan atas rekaan kejahatan, dan setelah mengalami penyiksaan mengerikan, analisis inteljijen menyebutkan ia tidak terlibat apapun dalam kasus terorisme 9/11, dan ia juga bukan anggota Al Qaeda.
Ia tidak pernah diberi tuduhan kejahatan, dan dokumen yang dirilis melalui pengadilan menunjukkan jika jaksa penuntut militer tidak memiliki rencana melakukannya.
Namun ia ditahan tanpa batas waktu di kamp Guantanamo.
Apa sebenarnya tujuan AS menahan orang tidak bersalah dan tanpa batas waktu?
Zubaydah tidak sendirian, laporan dari middleeasteye.net tunjukkan jika kamp tahanan tersebut sudah menampung lebih dari 750 pria Muslim, dengan yang termuda baru berusia 15 tahun dan yang tertua berusia 73 tahun.
Mereka semua tetap ditahan tanpa dakwaan apapun.
Praktik keagamaan Islam diejek, tahanan dipaksa mendengarkan musik heavy metal berulang-ulang, pelecehan seksual pun dilakukan sebagai cara mematahkan iman narapidana Muslim, agar mereka mengakui tuduhan yang tidak berdasar.
Sampai-sampai ada kuburan Islam bagi mereka para tahanan yang tidak bisa dipulangkan dan akhirnya meninggal di penjara itu.
Namun meskipun sampai pada 9 Januari 2021 lalu sudah ada 9 kematian di Guantanamo, kuburan Islam tetap kosong.
Zubaydah pada 2019 lalu merilis sketsa mengerikan untuk laporan oleh pengacaranya yang berjudul 'How America Tortures'.
Penyiksaan yang dilakukan meliputi penyiraman air ke saluran pernapasan, tangan diborgol di tiang-tiang yang posisinya begitu tinggi sampai tahanan harus berjinjit, kemudian dirantai dalam posisi duduk, kepala ditutupi dan pergelangan tangan dan kakinya juga diborgol.
Namun tindakan mengerikan AS tidak hanya di situ saja, masih ada para tahanan yang kepalanya dibenturkan ke dinding kayu yang menutupi dinding semen, dan dilakukan secara berulang-ulang.
Kemudian ada juga hukuman kotak besar, yang memaksa tahanan untuk berada di sebuah kotak tertutup tapi ia tidak dapat berdiri, dan harus duduk di sebuah ember yang dimaksudkan menjadi tempatnya membuang air.
Lalu, ada hukuman kotak kecil, yaitu sebuah tahanan masuk dan diborgol di kotak berukuran kandang anjing dan tidak memungkinkan untuk berada di posisi yang nyaman untuk apapun.
Hukuman yang terakhir adalah gangguan tidur, yaitu dilakukan secara horizonal, tangan tahanan diborgol kemudian diposisikan untuk tidur sehingga kondisi yang ada adalah kesakitan luar biasa dan tidak bisa tidur sama sekali.
Semua hukuman itu diberikan pada para tahanan yang dalam keadaan telanjang.
Guantanamo bisa dijadikan tempat penyiksaan sedemikian rupa karena menjadi 'tempat tanpa hukum' karena ketiadaan undang-undang di tempat terpencil itu.
Bahkan disebutkan jika hewan iguana memiliki lebih banyak hak di Guantanamo daripada para tahanan, karena ada denda sebesar 10 ribu Dolar AS jika hewan itu tertabrak.
Baca Juga: Guantanamo, Penjara CIA di Kuba yang Penuh Horor dan Bikin Musuh Bebuyutan AS Tak Bisa Berkutik
Begitu para tersangka teroris itu memasuki Guantanamo, tidak ada kepastian kapan atau apakah mereka bisa keluar.
Tahanan tersebut tidak dapat mengakses pengadilan federal AS, walaupun mereka ditahan oleh pemerintah AS.
Mereka diadili melalui komisi militer, sebuah pengadilan di bawah standar di mana sebagian besar bukti terhadap para tahanan diperoleh melalui penyiksaan.
Penyiksaan di Guantanamo mendapat izin dari pemerintahan Bush, yang kemudian setelah terkuak jika CIA berbohong, Obama berusaha menutup penjara tersebut, tapi pada masa Trump penjara itu dibuka seperti biasa.
Kini, di tengah kepemimpinan presiden baru, Joe Biden tengah berkutat terkait apa yang harus dilakukan dengan penajra tersebut.
Abu Zubaydah sendiri saat ini berstatus hukuman penjara tanpa batas waktu tanpa persidangan.
Atas siksaan yang ia terima di Guantanamo, ia sampai kehilangan mata kirinya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini