Menghilangkan bahan bakar fosil, mengekang lobi perusahaan yang mempengaruhi pembuatan kebijakan dan memberdayakan perempuan dengan akses pendidikan dan kontrol reproduksi adalah beberapa langkah yang diperlukan.
"Menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati bukanlah prioritas utama negara mana pun, tertinggal jauh di belakang kekhawatiran lain seperti pekerjaan, perawatan kesehatan, pertumbuhan ekonomi, atau stabilitas mata uang," kata profesor Paul Ehrlich dari Universitas Stanford, salah satu penulis studi tersebut.
"Meskipun merupakan berita positif bahwa Presiden AS terpilih Joe Biden bermaksud untuk melibatkan kembali AS dalam kesepakatan Iklim Paris dalam 100 hari pertama jabatannya, itu adalah isyarat yang sangat kecil mengingat skala tantangannya," tambahnya.
Ehrlich adalah penulis "The Population Bomb," sebuah teks kontroversial tahun 1968 yang memperingatkan overpopulasi, memprediksi jutaan orang akan mati kelaparan.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa para pemimpin dunia harus bertindak untuk menghindari masa depan yang suram sambil merencanakan perubahan yang akan datang yang akan dihadapi planet ini.
Blumstein berharap pandemi virus corona bisa menjadi peringatan.
“Covid, dengan segala gangguan yang ditimbulkannya sebenarnya praktik untuk masa depan,” ujarnya.
Mencegah pemanasan di masa depan membutuhkan penghentian emisi gas rumah kaca.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dari seluruh dunia.
Upaya paling ambisius untuk mencegah pemanasan sejauh ini adalah Perjanjian Paris.
Perjanjian internasional yang tidak mengikat ini, mulai berlaku pada November 2016.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR