Intisari-online.com - Maskapai penerbangan Indonesia kembali berduka, pada 9 Januari 2021, sebuah kecelakaan pesawat kembali terjadi.
Pesawar Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ182 jatuh, saat berangkat dari Jakarta menuju Pontianak.
Pesawat itu membawa 62 orang, jatuh ke perairan dekat Kepulauan Seribu, tak lama setelah lepas landas.
Hal ini membuat perhatian publik dunia atas penerbangan di Asia Tenggara terutama di Indonesia, yang sering melaporkan kecelakaan pesawat.
Menurut 24h.com.vn, pada Senin (11/1/21), dilaporkan Indonesia memegang rekor banyak dalam industri penerbangan masalah kecelakaan pesawat, dibandingkan negara lain di Asia.
Sejak 1945, kecelakaan pesawat sering terjadi di Indonesia, dikaitkan dengan pelatihan pilot yang lemah, cacat mekanis pesawat, masalah kontrol lalu lintas udara, dan perawatan yang buruk.
Pada 28 Desember 2014, pesawat Airbus A320-200 AirAsia Indonesia QZ8501 menghilang saat perjalanan dari Surabaya ke Singapura.
Membawa 162 penumpang tewas di dalamnya, penyebabnya diumumkan sebagai kesalahan sistem kendali operasi kemudi dan pilot.
Pada 29 Oktober 2018, Lion Air Boeing 737-MAX8, jatuh di Laut Jawa, membawa 189 penumpang dan semuanya meninggal dunia.
Menurut Komite Keselamatan Lalu Lintas Nasional Indonesia, penyebabnya adalah pesawat Boeing dan Pilotnya.
Associated Press (AP), mengatakan penyebab situasi ini dianggap kombinasi faktor ekonomi, sosial dan geografi.
Sejak awal boomingnya penerbangan Indonesia, hanya ada sedikit regulasi atau pengawasan terhadap industri penerbangan.
Maskapai berbiaya rendah membanjiri pasar, memungkinkan perjalanan udara menjadi moda transportasi yang populer bagi banyak orang di negara yang terdiri dari banyak pulau ini.
Karena dianggap sebagai infrastruktur transportasi yang efisien atau aman.
Menurut data Aviation Safety Network, Indonesia telah mencatat 104 kecelakaan pesawat sipil yang menyebabkan lebih dari 1.300 korban tewas, sejak tahun 1945.
AS melarang Indonesia beroperasi di negara itu dari 2007 hingga 2016 karena "gagal memenuhi satu atau lebih persyaratan seperti keahlian teknis, pelatihan staf, pencatatan atau investigasi".
Sama halnya dengan Amerika, Uni Eropa juga memiliki larangan serupa dari 2007 hingga 2018.
Geoffrey Thomas, pakar penerbangan dan pemimpin redaksi situs web AirlineRatings, mengatakan kepada AP, "Industri penerbangan telah memberikan perhatian lebih dan pengawasan semakin ketat".
Pejabat Indonesia secara teratur memeriksa, peraturan yang lebih ketat tentang fasilitas, prosedur pemeliharaan, serta pelatihan pilot yang lebih baik.
Administrasi Penerbangan Sipil Amerika Serikat menempatkan penerbangan Indonesia dalam kategori kategori 1 pada tahun 2016.
Artinya negara Asia Tenggara tersebut memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.
Apakah semuanya telah diperbaiki? Jawabannya iya.
Menurut AP, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan mengapa Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air, yang membawa 62 orang, jatuh pada 9/1 tak lama setelah lepas landas.
Pakar penerbangan mengatakan beberapa kemungkinan penyebab tragedi ini adalah kesalahan manusia, kondisi pesawat dan cuaca buruk di ibu kota Jakarta, tempat pesawat lepas landas.
Nelayan di sekitar lokasi kecelakaan melaporkan mendengar ledakan diikuti puing-puing dan bahan bakar yang mengapung di dekat kapal mereka.
Namun hujan lebat mengurangi jarak pandang dan semuanya tidak terlihat jelas.
Sriwijaya Air sebelumnya hanya mengalami masalah kecil, seperti pesawat tergelincir di landasan pacu saat mendarat pada 2008 akibat gangguan hidrolik.
Jefferson Irwin Jauwena, Presiden Direktur Sriwijaya Air, mengatakan pesawat yang jatuh pada 9/1 tersebut telah beroperasi selama 26 tahun dan telah digunakan oleh maskapai penerbangan AS sebelumnya.
Menurut Jauwena, pesawat tersebut menyelesaikan penerbangan lain pada hari yang sama.
Pakar penerbangan mengatakan perlu dilakukan investigasi untuk menentukan apakah pesawat tersebut memenuhi syarat untuk lepas landas atau tidak.