Hal tersebut rupanya biasa melihat kiprah Jokowi, untuk tunjukkan prioritas pembangunannya sendiri sambil menekankan kecenderungan Biden untuk diplomasi yang lebih berbasis nilai dengan secara bebas menyebut demokrasi.
Pakar juga menyebut menghadapi administrasi Jokowi akan sama seperti menghadapi rezim Xi Jinping.
Jokowi kian dipertanyakan atas komitmennya terhadap prinsip-prinsip demokrasi liberal, membuat perlu adanya cara lain bagi AS menghadapi Indonesia.
Ini artinya, memainkan nilai bersama seperti kerugian akibat China serta prinsip demokrasi memang tidak berbahaya, tapi tidak berguna.
Langkah yang lebih tepat malah justru bersikap praktis seperti pemberian investasi, dukungan keuangan, teknologi serta nantinya akses mudah ke vaksin Covid-19.
Hal ini terlihat dari langkah para menteri Jokowi, contohnya Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, yang bermaksud memakukan akses pasar untuk ekspor Indonesia di bawah persyaratan Generalized Scheme of Preferences.
Serta tidak lupa Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan sudah jelas menginginkan AS hadir di kawasan yang diperlukan dan memasok perangkat keras militer yang andal.
Ironisnya lagi, Indonesia tetap tidak akan lepas dari doktrin bebas aktif, dan sadar jika apa yang terjadi di Laut China Selatan merupakan upaya perebutan hegemoni dua negara adidaya.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR