Advertorial

Jet Tempur dan Printilannya Seharga Rp 325,6 Triliun Dijual dari AS ke UEA: 'Sulit untuk Melebih-lebihkan Bahaya Terburu-buru Ini'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com - Sekira 29 organisasi kontrol senjata dan Hak Asasi Manusia (HAM) menandatangani surat menentang penjualan rudal, jet tempur dan drone senilai Rp 325,6 triliun ke Uni Emirat Arab (UEA).

Mengutip Reuters, ke-29 kelompok tersebut pun meminta Kongres Amerika Serikat (AS) memblokir kesepakatan tersebut.

"Harapannya adalah menghentikan penjualan senjata ini," ungkap petugas advokasi di Project on Middle East Democracy, Seth Binder, yang mempelopori upaya tersebut.

"Tetapi jika itu tidak mungkin dalam jangka pendek, akan diteruskan ke pemerintahan Joe Biden, bahwa ada kelompok yang menentang penjualan senjata ini," tambahnya.

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus dan Memuntahkan Lava Panas: Intip Apa yang Terjadi pada Pria Ini Ketika Lava Panas Gunung Api Mengenai Tubuhnya, Kakinya Sampai Hancur!

Tiga senator AS awal bulan ini mengusulkan undang-undang untuk menghentikan penjualan senjata.

Senjata yang rencananya akan dijual mencakup, drone dari General Atomics, Lockheed Martin Corp F-35 dan rudal yang dibuat oleh Raytheon, yang mengatur pertarungan dengan Presiden Donald Trump beberapa minggu sebelum dia akan meninggalkan kantor.

Hukum AS mengizinkan senator untuk memaksakan pemungutan suara pada resolusi ketidaksetujuan atas kesepakatan senjata utama.

Namun, untuk menjadi resolusi yang efektif, pertama-tama penolakan penjualan senjata ini harus melewati Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca Juga: Seakan Negara Panda Ini Selalu Bergejolak, China Kini Tengah Berseteru dengan Korea Selatan, Perkara Apalagi Kali Ini?

Langkah itu juga membutuhkan dua pertiga mayoritas di Senat yang dipimpin Republik dan DPR yang dipimpin Demokrat untuk bertahan dari veto presiden.

Pejabat administrasi Trump memberi pengarahan kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat tentang kesepakatan itu pada Senin malam (30/11/2020).

Senator Demokrat Chris Murphy, seorang sponsor resolusi ketidaksetujuan, menanggapi kemudian menulis di Twitter.

Baca Juga: Tak Sengaja Temukan 'Kotoran' Termahal di Dunia, Nelayan Ini Awalnya Tak Mengira Nasibnya Bakal Mujur, Tiba-Tiba Dihubungi Pengusaha Kotorannya Langsung Ditawar Rp44 Miliar

"Hanya sejumlah besar masalah yang belum terselesaikan dan pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Pemerintah."

"Sulit untuk melebih-lebihkan bahaya terburu-buru ini," tambahnya.

Penjualan itu disetujui menyusul perjanjian yang ditengahi AS pada September, di mana UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Baca Juga: Berulang Kali Salahkan China Atas Covid-19 dan Sebut China 'Mata-mata Dunia', Australia Kini Terima Getahnya Sendiri dan Harus Menjilat Ludahnya Agar Dimaafkan China, Ancaman Sanksi-sanksi Memang Kian Nyata

Surat dari kelompok hak asasi, yang dikirim ke anggota parlemen dan Departemen Luar Negeri mengatakan, penjualan senjata yang direncanakan akan terus merugikan warga sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan karena konflik di Yaman dan Libya.

Baca Juga: Ogah Ikut Campur Konflik Amerika dan China, Indonesia yang Jadi Militer Terkuat di ASEAN Berani Tolak Kunjungan Pesawat Mata-mata, 'Kami Tidak Mau Ditipu Lagi'

Penandatangan termasuk organisasi hak asasi manusia dari wilayah tersebut, termasuk Institut Kairo untuk Studi Hak Asasi Manusia dan Mwatana untuk Hak Asasi Manusia.

Kedutaan UEA mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Selaras erat dengan kepentingan dan nilai-nilai AS, militer UEA yang berkemampuan tinggi adalah pencegah yang kuat untuk agresi dan respons yang efektif terhadap ekstremisme kekerasan."

Baca Juga: Meski Punya Kekuatan Militer Besar China Digadang Bakal Menjadi Militer Terkuat di Dunia Tahun 2050, Ternyata Militer China Punya Satu Kelemahan Besar, Apa Itu?

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Penjualan Senjata AS ke UEA Tuai Kecaman dari 29 Organisasi Kontrol Senjata dan Kelompok HAM

Artikel Terkait