Takut akan tetangga yang besar dan berkuasa, Indonesia bukanlah hal baru di Malaysia, dimulai dengan Konfrontasi pada awal 1960-an.
Indonesia selalu dianggap di Malaysia sebagai kekacauan berdarah.
Hal ini terutama terjadi pada era pasca- Reformasi (1998 dan seterusnya).
Ketika terjadi serentetan bom bunuh diri oleh Jemaah Islamiyyah (JI), konflik agama di Poso dan Ambon, konflik etnis di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Hingga insiden pembakaran gereja di Tangerang dan Bekasi, penyerangan masjid dan pengikutnya Ahmadiyah di Cikeusik dan Sampang, belum termasuk, berbagai demonstrasi massa yang sering diorganisir di Jakarta Pusat dan kota-kota besar lainnya.
Insiden-insiden ini telah ditahan oleh para politisi yang menolak secara demokratis di Malaysia sebagai contoh mengapa kebebasan yang tidak terkekang.
Seperti yang dilakukan oleh demokrasi "gaya Barat" merusak perkembangan ekonomi dan kerukunan etnis negara (Reformasi bantutkan ekonomi , Utusan Malaysia, 29 Februari, 2012).
Demokrasi yang dipromosikan oleh Barat berfungsi untuk menyebarkan hedonisme dan anarkisme karena supremasi hak dan kebebasan individu mengurai tatanan sosial yang mengikat dari nilai dan norma budaya dan agama tradisional (Kebebasan, hak asasi manusia agama baru dunia), Utusan Malaysia, 31 Juli 2011).
Ancaman lain yang ditimbulkan oleh Indonesia, sebagaimana ditafsirkan oleh kekuatan konservatif di Malaysia, adalah budaya pluralisme agama dan wacana dan ideologi Islam yang beragam.
Source | : | New Mandala |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR