Advertorial
Intisari-online.com -Tidak dipungkiri, cara China mengkudeta dan menguatkan pengaruhnya di negara-negara Asia Pasifik sangatlah hebat.
Salah satunya dengan cara perjanjian perdagangan ini.
China selalu menawarkan perjanjian perdagangan dengan negara lainnya.
Negara ASEAN dan Asia-Pasifik tak urung diajak dalam perjanjian ini.
Dikutip dari 24matins.uk, negara ASEAN kembali mengadakan pertemuan regional.
Kali ini pertemuan tersebut kembali dilaksanakan secara virtual karena pandemi.
Pertemuan diketuai oleh Vietnam, dan dibuka oleh negara tersebut.
The Diplomat memberitakan jika perdana menteri Vietnam menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh negara ASEAN tahun ini.
Pertemuan tersebut membahas topik dengan cakupan cukup luas, termasuk kesehatan Laut China Selatan, pandemi virus Corona dan perdagangan antar negara.
Dikabarkan juga jika Kamboja diwakili oleh deputi perdana menterinya, bukan Perdana Menteri Hun Sen.
Rupanya perdana menteri Kamboja sedang mengkarantina diri setelah bertemu dengan menteri yang mengunjunginya, yang kebetulan terjangkit Covid-19.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc menjabarkan beberapa tantangan yang dihadapi selama 2020 ini.
Krisis kesehatan non paralel ditambah ketidakstabilan wilayah adalah beberapa masalah utama.
"Tahun ini, kedamaian dan keamanan menghadapi ancaman besar sebagai hasil risiko menumpuk dari negara-negara yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
"Permusuhan negara-negara adidaya dan pecahan yang menantang sistem multilateral internasional, meningkatkan isu keamanan non-tradisional, serta meningkatkan kecenderungan ekstrimis," paparnya.
Vietnam juga menyerukan persatuan di antara negara ASEAN agar kehidupan warganya serta ekonomi masing-masing negara tidak lumpuh akibat pandemi.
Pertemuan Kamis kemarin itu juga membahas tentang perjanjian perdagangan besar.
Bahkan disebutkan, perjanjian perdagangan itu akan menyumbang sepertiga dari Produk Domestik Bruto dunia.
Perjanjian bernama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau kerjasama ekonomi komprehensif wilayah itu juga disebutkan oleh analis akan menjadi perjanjian perdagangan terbesar dunia secara perhitungan PDB.
Lantas negara mana saja yang terlibat?
Pakta itu ditandatangani oleh 15 negara Asia-Pasifik: 10 negara ASEAN dan sisanya adalah Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru dan Australia.
Cukup membingungkan mengingat pertemuan itu juga membahas tentang stabilitas keamanan nasional yang mana sering diserukan oleh Vietnam, Jepang dan Australia bahwa China menjadi ancaman utama stabilitas wilayah Indo-Pasifik, tapi semua negara justru tandatangani perjanjian dengan China itu.
Namun dikabarkan jika perjanjian RCEP ini merupakan suatu perjanjian yang diusulkan sejak 2012 lalu.
Menteri perdagangan Malaysia Muhammad Azmin Ali mengatakan "setelah delapan tahun bernegosiasi gunakan darah, keringat dan air mata, kami akhirnya sampai di momen saat kami akan mengesahkan perjanjian RCEP ini Minggu besok."
Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc juga mengkonfirmasi jika pakta itu akan ditandatangani minggu ini saat pembukaan pertemuan virtual tersebut.
Kepala ahli ekonomi Asia Pasifik di Lembaga Konsultasi Bisnis Global IHS Markit menjelaskan, RCEP akan menjadi langkah positif besar untuk kebebasan investasi dan perdagangan di Indo-Pasifik.
Selanjutnya yang patut dipertanyakan, untuk apa pakta ini akhirnya ditandatangani saat ini di tengah ketidakstabilan ekonomi akibat pandemi?
Ada beberapa isu mengerikan yang dilihat oleh beberapa ahli.
Masih diberitakan oleh 24matins.uk, pakta perdagangan ini juga bisa dilihat sebagai mekanisme China untuk mengatur perdagangan Asia-Pasifik.
Perdagangan Asia-Pasifik sebelumnya mengalami kemunduran karena benturan kepentingan dengan Presiden AS Donald Trump.
Alexander Capri, ahli perdagangan di National University of Singapore Business School mengatakan "ini tentunya memberi keuntungan bagi ambisi geopolitik China."
Namun ada alasan mengapa China berani mengusulkan ini lagi saat ini, pasalnya Joe Biden, presiden terpilih AS, kemungkinan akan lebih terlibat dalam perjanjian ini, cara yang sama yang diterapkan oleh Presiden Barack Obama saat ia memerintah.
Namun tetap saja, isu ini tidak berjalan mulus karena isu menyakitkan Laut China Selatan tetap berjalan.
China bisa mendapat keuntungan banyak, karena walaupun pertemuan itu akan membahas kegentingan di Laut China Selatan, tawaran menggiurkan China atas vaksin Covid-19 membuat mereka bisa 'membeli' suara-suara Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam serta Taiwan.
China bisa membelokkan pertemuan untuk membahas perkembangan ekonomi blok ASEAN.
Disebutkan India juga seharusnya ikut dalam perjanjian tersebut, tapi karena kekhawatiran mereka mengenai barang-barang murah China yang masuk ke negaranya, mereka menunda untuk ikut perjanjian yang diajukan China tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini