Penulis
Intisari-online.com -Kabarnya, Xi Jinping, presiden China, masih belum memberi ucapan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya dalam pilpres AS.
Sepertinya China tidak begitu senang dengan hasil pemilu.
Namun, bisa saja China tidak terlalu peduli dan memusatkan energi mereka untuk memulai kerjasama baru.
Seperti halnya laporan yang disampaikan di South China Morning Post ini.
Disebutkan jika ternyata Beijing akan terus-terusan memperhatikan keputusan-keputusan presiden terpilih AS, Joe Biden.
Keputusan yang diperhatikan mulai dari hal besar sampai hal sepele.
Pertama adalah keputusan Biden mengenai siapa saja yang akan mengisi kabinetnya.
Pemilihan anggota kabinet menjadi perhatian utama China karena kemungkinan besar Biden akan mencampur aduk isi kabinetnya.
Analis memperkirakan jika Biden akan memilih para anggota partai Republik yang memilih sengit terhadap China, dan anggota partai Demokrat yang sedikit terbuka terlibat dengan China.
Jika Biden tidak lakukan hal itu, ia tidak akan mendapatkan dukungan dari kedua belah partai untuk persetujuan Senat atas jabatan tersebut.
Sehingga Biden perlu menarik hati kedua belah partai, entah bagaimana sulitnya.
Rupanya, kebijakan luar negeri dengan China menjadi kebijakan luar negeri utama Biden.
Jadi walaupun Biden mengatakan tim pemerintahannya akan membentuk tim yang kuat untuk memprioritaskan pandemi dan ekonomi AS, China tidak luput dari perhatian.
Analis bahkan mengatakan Beijing juga sudah bersiap berhubungan dengan administrasi baru.
Pada kampanyenya, Biden mengirim sinyal campuran ke China.
Termasuk mengatakan bahwa China bukan 'tandingan' untuk AS, yang ia utarakan pada Mei 2019.
Ucapan tersebut mengabaikan peringatan banyak ahli yang mengatakan AS harus khawatir dengan China sebagai musuh geopolitik mereka.
Hal itu juga tentunya membuat China gemas, karena mereka diremehkan oleh Biden.
Padahal China adalah sebuah negara dengan kekuatan yang terus tumbuh, dengan ekonomi mereka terbesar kedua saat ini.
Namun, ia juga mengisyaratkan ia bermaksud bersikap keras kepada China.
Biden bahkan menyebut Xi Jinping sebagai preman.
Ia juga mengindikasikan bahwa dia akan menyerukan kebijakan represif beijing terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang.
Sementara ketegangan antara dua negara adidaya diperkirakan akan terus berlanjut, analis China mengatakan pilihan Biden untuk posisi pemerintah akan dipantau dengan ketat di China.
Hal ini logis, dengan berbagai opsi pemerintah yang diambil Biden akan sangat berpengaruh bagi China, ke arah manapun yang ia akan ambil di pemerintahannya.
Calon kuat untuk Menteri Luar Negeri dilaporkan adalah Susan Rice, yang dulunya penasihat keamanan nasional di era Barack Obama.
Rice memiliki hubungan etos kerja yang tinggi dengan Biden.
Susan Rice juga sempat hampir menjadi kandidat Calon Presiden dari Partai Demokrat, yang kemudian akhirnya jatuh ke senator California, Kamala Harris.
Namun nominasi Rice sebagai diplomat utama AS dapat menjadi tantangan jika partai Republik masih menguasai Senat.
Rice sebelumnya sudah hendak menjadi menlu AS era Obama.
Namun hal tersebut urung terjadi karena Republik mengkritiknya atas cara penanganan serangan teroris tahun 2012 di kompleks diplomatik AS di Benghazi, Libya.
Rice juga sering jadi bahan olokan karena diplomat dan ahli kebijakan luar negeri di Asia mengatakan Rice tidak punya banyak pengetahuan mengenai wilayah itu.
Namun analis China mengatakan Rice akan memuluskan hubungan dengan Beijing.
"Rice adalah sosok moderat yang condong ke pro dengan China, dan dia melihat nilai dari bekerjasama dengan China," papar Wang Yong, direktur Pusat Ekonomi Politik Internasional di Universitas Peking.
"Ada kebutuhan mendsak bagi dua negara untuk melanjutkan dialog dan mencapai konsensus tertentu," tambahnya.
Namun posisi kepala Pentagon kemungkinan besar akan diisi oleh Michele Flournoy.
Ia merupakan salah satu tim Kementerian Pertahanan dalam administrasi Obama.
Sosok ini berbahaya untuk Beijing.
Flournoy pernah menulis di majalah Foreign Affairs Juni lalu jika risiko perang dengan China telah meningkat jauh lebih tinggi daripada selama berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Ia juga meminta AS perlu perkuat militernya sampai bisa "menenggelamkan semua kapal militer China, kapal selam China dan kapal senjata China di Laut China Selatan dalam waktu 3 hari saja."
Sosok lain yang sedang diawasi China adalah Antony Blinken.
Ia dulunya adalah deputi Menlu AS selama administrasi Obama periode kedua dan dilaporkan sedang dipertimbangkan mengisi dua posisi penting di pemerintahan Biden: Menlu AS atau penasihat keamanan nasional.
Blinken ini sedikit lunak seperti Rice.
"Orang-orang seperti Rice dan Blinken akan ingin mempertahankan posisi Amerika memimpin tatanan dunia liberal dan membangun sekutu untuk berkompetisi dengan China.
"Namun pemilihan Fluornoy dapat tunjukkan jika ada suara di dalam Partai Demokrat yang meminta AS lebih serius menghadapi China," papar Wang.
"Itu sebabnya China perlu melihat suara-suara 'elang' di dalam Partai Demokrat dan melihat bagaimana suara itu mempengaruhi hubungan antara China dan AS."
Sebelumnya Biden menyebut China sebagai 'tantangan spesial' dan mengatakan ia akan terapkan kebijakan lebih baik daripada Trump untuk menangani China.
Biden menulis, "cara paling efektif untuk menemui tantangan itu adalah membangun sekutu yang kuat untuk mengkonfrontasi perilaku mengerikan China dan pelanggaran HAM mereka, walaupun kita juga berupaya bekerjasama dengan Beijing dalam isu bersama seperti perubahan iklim dan keamanan kesehatan global."
Namun, dengan China sudah pasti menjadi negara dengan PDB terbesar di dunia pada 2030 mendatang, analis di China dan AS mengatakan kedua negara perlu menyesuaikan kenyataan baru dan bekerja untuk tentukan keseimbangan dalam hubungan mereka.
Sementara menurut Shen Dingli, ahli hubungan internasional di Shangai, konsesus bipartisan akan tetap berlanjut, entah siapa yang dipilih dalam kabinet tersebut.
"Amerika sekarang melihat China yang sangat berbeda daripada saat Obama menjabat, terutama dalam aturan Hong Kong dan Xinjiang yang telah disampaikan oleh kedua partai di Kongres," papar Shen.
"Biden perlu memakai pendekatan berbeda dengan Obama mengingat konsesus bipartisannya."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini