Advertorial

Kopassus, Pasukan Khusus Indonesia yang Dikenal Mematikan seperti Navy Seal AS dan SAS Inggris Berkat Aksi 3 Menitnya Ini

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Pasukan khusus Indonesia, Kopassus, termasuk dalam jajaran pasukan khusus paling mematikan di dunia.

Indonesia boleh berbangga karena pasukan khususnya bersanding dengan pasukan khusus terbaik di dunia yang terkenal seperti Navy Seal dari Amerika dan SAS dari Inggris.

Ada sederet pasukan khusus di dunia yang terkenal paling tangguh dan mematikan.

Pasukkan khusus sendiri merupakan satuan militer yang dibentuk dan dilatih untuk melakukan misi perang non-konvesional, anti-teroris, pengintaian, aksi langsung, dan pertahanan luar negeri.

Baca Juga: Pasukan Khusus yang Didirikan Soekarno Berhasil dalam Operasi Pembebasan Papua Barat, Berikut Daftar Pasukan Khusus Indonesia

Pasukan ini biasanya terdiri dari kelompok kecil yang sangat terlatih.

Selain Navy Seal dan SAS, lainnya dalam daftar pasukan khusus paling mematikan dikutip dari seasia.co adalah Grup Alpha dari Rusia, The Kaibiles dari Guatemala, Sayaret Matkal dari Israel, SSG dari Pakistan, dan Delta Force dari AS.

Masing-masing pasukan khusus tersebut pun diingat dengan operasi terkenal mereka.

Rupanya, Kopassus paling dikenal dan disegani karena aksi 3 menitnya yang legendaris ini.

Baca Juga: Jokowi Dinilai Mementingkan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19, Indonesia Alami Resesi Pertama Setelah 2 Dekade Sejak Krisis 1998 yang Buat Soeharto Mundur

Operasi itu adalah pembebasan penumpang pesawat dari kelompok ekstremis Islam yang membajak penerbangan Garuda 206 pada 1981.

Pada Sabtu 28 Maret 1981 pesawat Garuda GA-206 ‘Woyla’ rute penerbangan Jakarta-Medan setelah transit di Palembang dibajak oleh 5 orang yang menamakan diri Komando Jihad.

Pesawat yang dipiloti oleh Herman Rante itu kemudian dipaksa mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilanka.

Tapi Herman menjelaskan bahwa bahar bakar pesawat tidak cukup dan akhirnya pesawat mendarat di Penang, lalu menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Baca Juga: Masa Jabatannya di Ujung Tanduk, Pergantian Presiden Amerika Ternyata Akan Memberikan Dampak Signifikan di Asia Ini Perbedaan Trump dan Joe Biden Bagi Asia

Pembajak menuntut pemerintah Indonesia membebaskan 80 anggota Komando Jihad yang dipenjara karena beberapa kasus.

Antara lain penyerangan Mapolsek Pasir Kaliki, Teror Warman di Raja Paloh dan aksi lainnya sepanjang 1978-1980. Selain itu, mereka juga meminta uang USD 1,5 juta (sekitar Rp 20 milliar saat ini).

Presiden Soeharto kemudian menjawab tuntutan itu dengan aksi militer dipimpin oleh Asintel Panglima ABRI Mayjen Benny Moerdani.

Tapi dalam keterangannya Benny menjelaskan bahwa operasi militer keberhasilannya adalah 50:50.

Baca Juga: 'Tuhan Tolong Kami,' Ucap Perdana Menteri Palestina, Jika Trump Menang Pemilu, Bencana Akan Melanda Dunia?

Artinya operasi bisa berhasil tapi akan ada jatuh korban yang banyak mengingat semua pembajak bersenjata api dan ada yang memegang granat.

Pasalnya jika sampai granat meledak dalam pesawat, korban yang jatuh juga akan banyak.

Terlebih saat itu seluruh kekuatan pasukan ABRI sedang menggelar latihan gabungan di Ambon. Begitu juga dengan para prajurit Kopasandha (Kopassus).

Para pasukan Kopassus yang sudah mendapatkan latihan antiteror juga sedang mengikuti Latgab di Ambon.

Baca Juga: Putin: Kedok Kebebasan Berekspresi Menyinggung Perasaan Orang Beriman, dan Dimanfaatkan Oleh Orang yang Suka Kekerasan, Inilah Mengapa Konflik Agama Selalu Berkembang di Masyarakat

Sedangkan perwira paling senior di Markas Baret Merah di Jakarta hanya tinggal Letkol Sintong Panjaitan.

Perwira menengah tersebut tak ikut ke Ambon karena kakinya sedang patah saat mengikuti latihan terjun payung. Untuk berjalan saja, Sintong harus dibantu tongkat.

Tapi Sintong tetap harus memimpin operasi pembebasan sandera itu.

Uniknya, Sintong akhirnya memaksakan diri berjalan tanpa tongkat begitu Komandan Kopasandha Brigjen Yogie S Memet memerintahkannya memimpin operasi.

Baca Juga: Bikin Heran, Pemimpinnya Saja Perokok Berat Tapi Korea Utara Berlakukan Larangan Merokok di Tempat Umum, Jadi Siapa yang Membuat Hukum di Korea Utara?

Operasi pembebasan sandera Garuda Woyle sebenarnya merupakan operasi yang rumit karena berlangsung di negara lain dan membutuhkan kerja sama secara diplomatik.

Dalam hal ini kehadiran pasukan Kopassus harus diketahui oleh otoritas negara setempat demi menghormati kedualatan negara Thailand.

Jika dibandingkan dengan operasi spektakuler pasukan khusus lainnya, seperti pasukan khusus Israel yang pernah sukses membebaskan sandera di Entebe, Uganda. Atau pasukan khusus AS yang sukses membunuh Osma Bin Laden di Pakistan, cara kerja Kopassus di Thailand lebih profesional dan ‘’terhormat’’.

Pasalnya pasukan Kopassus saat melaksanakan misi pembebasan sandera di Thailand menghargai kedaulatan negara Thailand.

Baca Juga: Bikin Heran, Pemimpinnya Saja Perokok Berat Tapi Korea Utara Berlakukan Larangan Merokok di Tempat Umum, Jadi Siapa yang Membuat Hukum di Korea Utara?

Sedangkan pasukan Israel dalam jumlah besar masuk ke Uganda secara diam-diam dan malah terlibat pertempuran dengan pasukan Uganda.

Demikian juga pasukan khusus AS, ketika masuk wilayah Pakistan untuk menangkap Osama mereka melakukannya secara diam-diam sehingga pemerintah Pakistan sampai melancarkan protes.

Sementara dari sisi waktu yang diperlukan untuk membebaskan sandera, pasukan Kopassus mencatatkan waktu yang terbilang spektakuler.

Pasukan Kopassus yang bisa membebaskan sandera dalam waktu 3 menit pada dini hari 31/3/1981. selain itu, juga tidak ada satu pun sandera yang terbunuh.

Baca Juga: Padahal Kerap Berseteru dan Keluarkan Kebijakan yang Mengancam Korut, Kim Jong Un Justru Inginkan Trump Menang Pilpres AS, Rupanya Hal Ini Penyebabnya

Atas prestasi spektakuler itu media-media internasional seperti The Asian Wall Street Journal pun mendudukkan Kopassus yang notabene berasal dari negara ketiga sebagai pasukan khusus terbaik di dunia.

Apalagi jika melihat kenyataan bahwa pasukan yang diturunkan untuk melaksanakan missi pembebasan sandera merupakan pasukan antiteror yang dibentuk secara dadakan dan dikomandani seorang perwira yang sedang cedera.

Maka dengan hanya menggunakan pasukan yang ada saja, operasi antiteror Kopassus bisa sukses.

Apalagi jika menggunakan pasukan antiteror yang sudah terlatih baik dan kebetulan saat itu sedang menjalani Latihan Gabungan ABRI di Ambon, hasilnya pasti akan lebih spektakuler lagi.

Baca Juga: Masa Jabatannya di Ujung Tanduk, Pergantian Presiden Amerika Ternyata Akan Memberikan Dampak Signifikan di Asia Ini Perbedaan Trump dan Joe Biden Bagi Asia

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait