Inilah yang menurutnya, menjadi keraguan dalam mengambil keputusan untuk peringatan dini.
Karena data gas ini menjadi parameter penentu (decisive parameter), maka datanya harus yakin benar.
“Mulai dari cara sampling hingga analisa laboratoriumnya."
"Tidak boleh ada keraguan sedikitpun."
"Ini menjadi tantangan besar bagi manajemen krisis,” kata pria kelahiran Sawit, Boyolali ini.
Hanya ada celah (waktu) sempit, dengan risiko tinggi.
“Tetapi bila berhasil dilakukan, akan mengurangi risiko yang jauh lebih besar yaitu keselamatan masyarakat di lereng Merapi,” ujarnya.
Akhirnya pada hari Selasa, 19 Oktober 2010, tim khusus melakukan pendakian dan berhasil mengambil sampel gas vulkanik.
Setelah dianalisa di laboratorium, hasilnya luar biasa.
Gas CO2 mencapai 62,6 %, sementara data September nilainya 10 % (normalnya sekitar 2 %).
Sementara unsur gas yang lain menunjukkan perubahan signifikan.
Berdasarkan data gas ini, tanpa keraguan menyimpulkan akan terjadi letusan yang eksplosif.
Artinya masa krisisnya berlangsung cepat.
Jadi kenapa, selang waktu status SIAGA (21 Oktober 2010) hingga dinaikkan ke status AWAS (25 Oktober 2010) hanya 5 hari.
Kemudian 26 Oktober 2010 terjadi letusan pertama.
“Dari narasi singkat ini, kita menjadi tahu betapa penting peranan para pengamat gunungapi dan para teknisi yang berjumlah 7 orang dalam menghadapi bencana letusan Gunung Merapi 2010,” kata Subandriyo.
“Mereka bekerja penuh dedikasi dan keberanian mempertaruhkan jiwa raga, demi keselamatan nyawa orang banyak."
"Mereka layak disebut “The Magnificent Seven” dalam drama krisis Gunung Merapi 2010,” kata vulkanolog yang hampir 30 tahun mengamati Merapi.
(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ternyata Ada Misi Rahasia yang Dilakukan Jelang Erupsi Besar Merapi 10 Tahun Lalu, Ini Kata Pakar
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR