Advertorial
Intisari-Online.com - Karena pandemi virus corona (Covid-19), hubungan antara Australia dan China memanas.
Pertengkaran itu pun semakin panas tak kala China menyiapkan pasukan militernya.
Apa tanggapan Australia?
Dilansir dari express.co.uk pada Minggu (25/10/2020), menurutsenator Eric Abetz, iniadalah sinyal yang jelas bahwa Canberra tidak akan terintimidasi oleh Beijing di Laut China Selatan.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengumumkan rencana untuk meningkatkan anggaran pertahanan Australia secara tajam awal tahun ini.
Dan meskipun dia tidak menyebut nama China, jelas bahwa aktivitas Beijing di jalur air tersebut, yang telah membangun benteng militer di banyak pulau tak berpenghuni, merupakan faktor utama.
"Australia mengizinkan pengeluaran pertahanannya sebagai persentase dari PDBnya turun ke tingkat yang secara historis rendah," ungkap Abetz, yang merupakan anggota Komite Legislasi Urusan Luar Negeri, Pertahanan dan Perdagangan.
"Inisesuatu yang menurut Liberal Pemerintah telah melakukan pembenahan sejak pemilihannya pada 2013."
"Lebih lanjut, ada kegelisahan pada peningkatan agresif oleh pemain utama di wilayah kami."
"Pengeluaran ekstra untuk memodernisasi perlengkapan pertahanan dan kesiapan di semua bidang pertahanan kami - dari kapal selam hingga perang darat."
Abetz mengatakan, "Perampasan tanah ilegal oleh kediktatoran Komunis China dipandang sebagai indikasi pola pikir yang tidak terkait dengan kebutuhan pertahanannya sendiri."
"Tindakan yang sangat provokatif ini dilihat oleh semua tetangga regional sebagai sikap yang sangat agresif."
"Aktivitas China, terutama yang berhubungan dengan pulau-pulau di Samudra Pasifik, dinilai sangat ekspansionis dan manipulatif secara agresif," kata Abetz.
Beijing telah bereaksi dengan marah atas keputusan Australia, dan mengancam pembalasan ekonomi yang menargetkan ekspor.
Tetapi Abetz bersikeras bahwa Australia meningkatkan kesiapan pertahanan diri dan hal itu tidak dapat secara masuk akal ditafsirkan sebagai tindakan permusuhan.
"Retorika malang yang berasal dari kediktatoran Partai Komunis China."
"Inilah yang mendapat perhatian di Australia."
"Seperti halnya hambatan perdagangan yang diberlakukan sebagai tanggapan atas permintaan Australia untuk penyelidikan internasional dalam penanganan Covid-19."
Meskipun hubungan antara China dan Barat memburuk, Abetz mengatakan dia tidak yakin situasinya akan memanas, setidaknya tidak dalam jangka pendek.
"Ketegangan antara Kediktatoran Komunis China dan Pemerintah Australia sering dinyatakan berlebihan."
"Dan sikap reaktif rezim China dipandang canggung dan agresif yang, pada kenyataannya, menghalangi tujuan China."
"Konon, konflik harus dihindari dan bisa dengan kediktatoran yang mematuhi hak asasi manusia dan menghormati kewajiban yang telah dimilikinya," jelasAbetz.
“Sebab pada akhirnya, kebebasan menang karena tertanam dalam diri kita masing-masing adalah keinginan untuk perdamaian dan kebebasan."
"Australia dapat dan harus terus berdagang dan mempertahankan hubungannya dengan China dengan cara yang penuh hormat namun tanpa kompromi."
Walau begitu,Abetz mengklaim Australia dapat mengalahkan China. Soal ekonomi, teknologi, atau juga militer.
Tapi tentu Australia harus melakukannya secara kolektif atau bekerja sama dengan negara lain.