“Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda sampai dia lulus sekolah lanjutan pertama (SMP) pada 1955, tetapi setahun lebih sedikit sesudahnya, dia mengundurkan diri dan bekerja sebagai hostes klub malam,” catat Masashi.
Copacabana, tempatnya terakhir bekerja sebagai hostes, adalah klub yang kerap dikunjungi orang asing.
Soekarno 'digoyang' dua gundik Jepang
Petualangan cinta Sang Proklamator secara ironis memang menjadi kelemahan yang dilihat oleh pihak Jepang saat itu.
Rupanya, Sakiko dan Naoko merupakan salah dua dari empat perempuan yang disodorkan dua perusahaan Jepang kepada Soekarno usai kesepakatan pampasan perang Jepang kepada Indonesia disepakati.
Perusahaan pertama adalah Kinoshita Trading Companya milik Kinoshita Sigeru, perusahaan kedua adalah Tonichi Trading Company milik Kubo Masao. Kinoshita merupakan perusahaan kelas menengah, sedangkan Tonichi perusahaan kecil yang baru lahir 1952 silam.
Kehadiran kedua perusahaan dinilai janggal sebab proyek perbaikan pampasan perang itu terbilang proyek besar, seharusnya dikerjakan perusahaan sejelas Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo Trading dan lainnya.
Nah, keduanya bisa mendekati Soekarno karena tidak hanya mengandalkan kedekatan politik dengan petinggi Jepang, tapi juga memanfaatkan kelemahan Soekarno yang mudah tertarik dengan wanita.
Kinoshita-pun sangat royal menyambut rombongan Soekarno dan partainya di Jepang pada 1958. Ia membelanjakan sekitar 100.000 dollar AS selama mereka tinggal. Akibat pemborosan ini Kinoshita gagal bersaing memperebutkan proyek yang didanai pampasan perang dengan perusahaan Mitsui.
Modal Kinoshita tak hanya perempuan dan hiburan. Perusahaan ini memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi. Jejak Kishi pada Perang Dunia II cukup kuat. Pada 1944 ia menjadi salah satu menteri di Kabinet Jenderal Tojo. Pasca perang dunia II, ia didakwa sebagai penjahat perang dan dipenjara di Sugamo.
Setelah menghirup udara bebas, Kinoshita mengetahui Kishi tak dapat menduduki jabatan publik hingga 1952. Ia-pun menawarkan jabatan presiden perusahaan. Lantas pada 1952, Kishi duduk sebagai perdana menteri, kontak dengan Sukarno kemudian terjalin.
Berbeda dengan Kinoshita yang memiliki jejaring politik kelas atas, Perusahaan Tonichi bertemu dengan Soekarno dengan cara unik. Salah satu dewan direksinya yang memiliki jaringan dunia bawah tanah, Yoshio Kodama, memberikan perlindungan dengan mengerahkan pengawalan Yakuza ketika Soekarno melakukan kunjungan pribadi ke Tokyo pada 1958.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR